Di siang yg semakin garang saat aku duduk-duduk di bangku panjang depan ruang Wakil Kepala Sekolah tiba-tiba menyeruak seseorang terbalut putih abu-abu dengan sorot mata yang susah kumengerti. Menghunjam seiring langkah-langkahnya menuju ke arahku. Kusambut tangannya yang diulurkan kepadaku berbalas ciuman di punggung tanganku sambil berucap lirih, "Mohon maaf lahir batin. Maafkan saya yang tidak bisa datang ke rumah atau pun bersilaturahim lewat HP, Bu." Aku menggangguk. Namun demi kulihat tetesan tak bertepi dari kedua ujung matanya aku jadi tertegun. Ada apa? Tanyaku penuh rasa penasaran. "Kangen, Bu," jawabnya lagi. Ah aku pun menyodorkan diri untuk dipeluknya. Gerangan rahasia apa yang sedang mendera batin seorang Widya, sang gadis yatim yang semangatnya sanggup merenggut nuraniku untuk selalu mendekapnya dalam kasih di sela mengajarku. Dan semakin deras air mata membanjiri di kedua pipinya saat bahu kami saling bersentuhan. Nafasnya tersengal. Luruh tanpa bisa berkata lagi.