Tantangan pak EA

Tantangan hari ke-2

Pak EA ini orang istimewa. Saking istimewanya saya pun menyimpan nomor WhatsApp nya dengan nama EA. Entah dulu bagaimana kisahnya tetiba kami bisa berada di grup yang sama.

Ceritanya yang selalu berapi-api namun tidak menimbulkan kebakaran hanya kepanasan yang luar biasa memicu kami untuk bisa seperti beliau. Tetapi itu mungkin takdirnya sampai kini kami tak bisa menyamainya apalagi selangkah di depannya. Hihi maaf maaf.

Nah ketika nama beliau muncul di sini saya seperti menemukan embun di tengah padang. Mak ces. Walah walah malah beliau sekarang memberi tantangan yang menghalu masa lalu saya.

Tidak semua masa lalu indah untuk dikenang begitu pun tidak semua masa lalu mudah dilupakan. Ada satu sisi masa lalu yang kadang membuai saya hingga ke ujung dendrit saya di masa tiga puluhan tahun yang lalu.

Iya masa SMA saya. Masa itu sama saja dengan teman-teman di usia saya ketika itu. Cuma saya kepagian sekolahnya jadi paling culunlah saya. Ibaratnya semua teman perempuan saya sudah mulai kelihatan cantik saya masih saja tampak ingusan alias kayak gak da yang naruh hati ke saya. Ups kayaknya beneran deh.

Tapi urusan nyari kepintaran saya gak mau kalah dari mbak-mbak cantik itu. Ada berbagai intrik yang saya lakukan biar saya kelihatan lebih dari yang lain.

Nah saya itu gak pernah dapat nilai bahasa Inggris 7 di rapor waktu SMP. Ini kok di SMA saya dapat nilai 7. Saya berontak, saya gak terima. Saya sadar tentang hal ini saat saya duduk di kelas dua.

Waktu itu saya iseng bertanya pada Itut perihal nilai bahasa Inggrisnya di rapor. Dengan santainya Itut menjawab, " Aku dapat delapan." What? Saya terlonjak. "Itut dapat delapan? Kok bisa?" Dalam hati saya berkata bukannya Itut di bawah saya. Kok sekarang dia bisa mengalahkan saya.

Hari-hari berikutnya selama pembelajaran yang saya perhatikan hanyalah Itut. So wierd right? Dan saya pun menemukan jawaban dari enigma saya selama ini.

#belum selesai nulisnya