Amdai Yanti Siregar

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MEMBANGUN BUDAYA LITERASI SEKOLAH,  BERSAING DENGAN INTERNET DAN GAWAI
Kunjungan siswa TK Al Azhar Bumi Serpong Damai ke perpustakaan.

MEMBANGUN BUDAYA LITERASI SEKOLAH, BERSAING DENGAN INTERNET DAN GAWAI

MEMBANGUN BUDAYA LITERASI SEKOLAH,

BERSAING DENGAN INTERNET DAN GAWAI

Oleh: Dra. Amdai yanti Siregar

Guru Bahasa Indonesia SMAI Al Azhar BSD, Tangsel, Banten.

PENGANTAR

Belakangan ini sering kita mendengar kata “Literasi” diperbincangkan. dalam forum-forum seminar, workshop, hingga diskusi dunia maya (Facebook). Sebenarnya apa yang dimaksud dengan literasi? Mengapa sekarang banyak sekali kata lain yang bersanding dengan kata literasi? Misalnya, literasi media, literasi ekonomi, Literasi Sains, dan lain-lain.

Jika kita membaca beberapa “Encyclopedia”, kita akan menemukan arti kata “Literacy” sebagai “The ability to read and write”. Hampir di setiap Encyclopedia menuliskan hal yang sama, seperti yang terdapat dalam “Encyclopedia Americana”, “World Book Encyclopedia”, serta “Grolier Encyclopedia of Knowledge”. Istilah “Literasi” belum ditemukan dalam Lema Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) baik berupa buku maupun daring.

Internet (interconnection-networking) adalah seluruh Jaringan komputer yang saling terhubung untuk melayan miliaran pengguma di seliruh dunia. Cara menghubungkan rangkaian dinamakan internetworking (antarjaring) Sedangkan Gawai (Gadget) adalah: suatu peranti atau instrument yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik dirancang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi yang diciptakan sebelumnya. Yang termasuk gadget adalah kamera digital/digital camera, mp3, player, MP4, portable video player, dan ipod.

Menurut hasil penelitian Program For International Student (PISA), Masyarakat Indonesia menyandang predikat urutan ke 64 dari 65 negara yang memiliki budaya literasi terburuk. Data Statistik UNESCO juga menyebutkan, bahwa indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0.001, yang artinya, Setiap 1000 jumlah penduduk Indonesia, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca.

Pemerintah telah berupaya meningkarkan ‘rating’ tersebut dengan mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2015 tentang upaya menumbuhkan Budi Pekerti Anak. Gerakan Literasi Sekolah bertujuan membiasakan dan memotivasi siswa untuk membaca dan menulis, guna menumbuhkan budi pekerti. Bahasa dianggap dapat menumbuhkan budi pekerti anak. Masalahnya, apakah seorang anak dapat tumbuh budi pekertinya hanya dari membaca, bagaimana bila lingkungan tempat tinggal dan sekolah tidak mendukung? Apakah semua jenis buku dapat menumbuhkan budi pekerti?

Kegiatan Literasi tidak hanya menulis dan membaca, namun dapat pula dilakukan mengonversi (mengubah ke bentuk tulisan yang lain), contoh, dari cerita pendek dapat dikonversi menjadi sebuah naskah drama, sebuah puisi, Skenario film, atau sebuah film pendek. Mengabstraksi (meringkas), melatih membuat resensi film, novel, dan lain-lain. Memodifikasi, menceritakan kembali (story telling) dengan menggunakan kostum dan alat lain yang mendukung, membuat suatu kegiatan literasi tidak monoton. Bagaimana jika ingin membudayakan literasi di sekolah? Khususnya di lingkungan Kampus Al Azhar BSD.

Apakah ada bedanya tingkat kesulitan dalam menerapkan dan membudayakan literasi pada usia yang berbeda? Manakah yang akan dipilih siswa SMA: membaca buku atau mencari informasi lewat Handphone/komputer. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi turut memengaruhi pilihan siswa tersebut. Apakah siswa memiliki kebiasaan membaca buku secar rutin di rumah dan di sekolah? Kiranya perlu diadakan sebuah kajian yang lebih mendalam.

MASALAH-MASALAH YANG DIHADAPI DALAM MEMBANGUN BUDAYA LITERASI DI SMAI AL AZHAR BSD

Baru-baru ini dilakukan survey terhadap 100 siswa Kelas XI SMA Islam Al Azhar BSD. Dari penelitian itu ditemukan beberapa temuan Masalah. Masalah-masalah yang dijumpai antara lain:

1. Siswa tidak memiliki kebiasaan membaca buku secara rutin

Pada dasarnya siswa senang bembaca, (73 %), hanya 27% siswa yang menyatakan tidak suka membaca. Buku yang disukai siswa adalah novel (38%), majalah (7%), buku ilmu pengetahuan (8%), Koran (4%). Sedangkan 42% siswa menyukai bacaan yang beragam, seperti Novel dan majalah, Novel dan ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Meskipun suka membaca, siswa tidak memiliki kebiasaan membaca secara rutin. Ditemukan fakta bahwa 86% siswa tidak memiliki kebiasaan membaca buku secara rutin. Hanya 12% siswa yang memiliki kebiasaan membaca buku secara rutin, dan 2 siswa tidak memberikan jawaban.

2. Siswa belum memiliki pengertian tentang pentingnya membaca buku

Kurangnya pemahaman tentang pentingnya membaca buku telah dipahami siswa, namun pada prakteknya, siswa hanya membaca buku apabila ditugaskan oleh guru. 57% siswa hanya membaca 1-2 buku/bulan, 18 % membaca 3-4 buku/bulan, 3% membaca 5-6 buku/bulan, 5% membaca lebih dari 7 buku/bulan, dan 17% siswa memilih tidak membaca.

3. Siswa kurang mendapat dukungan di rumah/di sekolah

Kebiasaan membaca hendaknya dilakukan sejak dini, di rumah, dan di sekolah. Dari survey yang dilakukan, diperoleh data, 38% memilih “ayah” sebagai warga rumah yang suka membaca. 14 % memilih “ibu”, 4 % memilih “kakak”, 11% memilih “adik”. 15% siswa yang menyatakan warga rumah yang suka membaca lebih dari satu orang, seperti ayah dan ibu, ayah dan kakak, nenek dan pembantu, dan lain-lain.

Di antara 100 siswa tersebut, 58% siswa menyatakan berlangganan koran/majalah di rumah, sedangkan 42% siswa menyatakan tidak. Adapu koran/majalah yang menjadi langganan mereka antara lain kompas, poskota, republika, indopos, hai, tempo, dan lain-lain.

4. Siswa lebih memilih memeroleh informasi dari internet, dibandingkan membaca buku.

Hampir 97% siswa suka mencari informasi melalui internet, dibandingkan membaca buku. Hanya 2% siswa yang menyatakan lebih menyukai membaca buku, dan 1% tidak menjawab pertanyaan. Informasi yang diperoleh di internet tidaklah 100% benar. Bila informasi yang diperoleh tidak benar, maka siswa akan memeroleh pemahaman yang keliru mengenai suatu hal.Diperlukan ketelitian dan ketajaman dalam menyeleksi informasi, sebelum kita mempercayai informasi tersebut.

5. Siswa lebih banyak menghabiskan waktu bermin HP dibandingkan dengan membaca buku

Dari 100 siswa KELAS xi, 96% suka bermain HandPhone, hanya 4% siswa yang menyatakan tidak suka bermain HandPhone. Adapun lamanya siswa bermain Handphone dalam satu hari, 29% siswa memainkan HP selama 3-4 jam/hari, 28% siswa memainkan HP antara 5-6 jam/hari, sedangkan 27% siswa menyatakan mereka memainkan HP lebih dari 9 jam/hari. Hanya 3 % siswa yang memilih memainkan HP antara 1-2 jam/hari. 5 Jika dalam satu hari siswa memainkan Handphone lebih dari 9 jam/hari, kapan siswa dapat belajar, bermain, bersosialisasi dengan teman dan keluarga, beribadah, dan lain-lain.

6. Tidak ada dukungan dari penentu kebijakan di sekolah untuk mewajibkan kegiatan literasi

Selain masalah-masalah yang berhubungan dengan siswa di atas, terdapat satu masalah yang sangat penting, yang dapat menentukan nasib program literasi tersebut. Meskipun pemerintah telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 21 tahun 2015, tentang membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai, dalam praktik di lapangan, terkesan ketidakseriusan dalam menerapkannya, sehingga budaya literasi akan sulit diterapkan.

Sebagai penentu kebijakan telah menetapkan kebijakan kunjungan ke perpustakaan minimal 1 kali dalam satu bulan, namun dalam praktiknya diserahkan pada kreativitas guru mata pelajaran. Tidak ada evaluasi dalam kebijakan ini, dan tidak ada tolok ukur dalam ketercapaian kegiatan kunjungan tersebut. Seringkali hanya menggugurkan kewajiban, tanpa menyadari esensi dari pentingnya kunjungan tersebut.

7. Kurangnya fasilitas koleksi buku yang diinginkan, sesuai dengan materi yang akan dibahas pada saat kunjungan ke perpustakaan.

Setelah guru memilih materi yang sesuai dengan kunjungan perpustakaan, maka siswa-siswi akan memilih buku-buku yang sesuai dengan materi yang sedang mereka pelajari. Terkadang koleksi buku yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah siswa, sehingga tidak semua siswa memeroleh buku yang diinginkan. Tidak semua buku koleksi perpustakaan berhubungan dengan materi yang dibahas pada saat kunjungan perpustakaan.

KESIMPULAN DAN HARAPAN PENULIS

Menurut hasil penelitian Program For International Student (PISA), Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara yang memiliki budaya literasi terburuk. Bahkan menurut data statistic UNESCO, indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0.001 yang artinya, setiap 1000 jumlah penduduk Indonesia, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca.

Hasil penelitian yang dilakukan pada 100 siswa SMA Al Azhar BSD, Tangerang Selatan menyatakan 73 % siswa menyatakan tidak suka membaca. Hanya 27 % siswa yang suka membaca. Selain itu 86% dari 100 siswa tersebut tidak memiliki kebiasaan membaca buku secara rutin. Mereka lebih suka membaca informasi dari internet (97%), hanya 2% yang menyatakan lebih suka membaca buku daripada internet, dan 1% siswa tidak menjawab.

Selain internet, salah satu yang menghambat usaha membangun budaya literasi sekolah adalah dominasi HP. 96% siswa menyatakan suka bermain HP. Hanya 4% siswa menyatakan tidak. Lamanya waktu siswa bermain Hp bervariasi, 1-2 jam/hari (3%), 3-4 jam/hari (29%), 5-6% jam/hari (28%), 7-8 jam/hari (13%), dan lebih dari 9 jam/hari (27%).

Dapat dibayangkan apabila siswa memainkan HP diluar jam sekolah, besar kemungkinan ia akan berhenti main HP pada pukul 1 malam. Jika ia mengerjakan PR dan belajar jika mau ulangan, mungkin ia akan tidur pada pukul 2-3 pagi. Lalu bagaimanakah waktu untuk belajar, berkumpul dengan teman, keluarga, beribadah, dan lain-lain. Jika ia bangun kesiangan, ia akan terlambat sekolah dan memeoleh sanksi. Jika ia tidak belajar dengan baik, prestasinya akan menurun, nilai-nilainya akan jelek, dan bisa mengakibatkan tidak naik kelas.

Pemerintah telah berupaya meningkatkan ‘rating’ Indonesia dalam masalah literasi dengan mengeluarkan Permendikbud Nomor 21 tahun 2015, yang mewajibkan membaca buku selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Beberapa daerah telah mencanangkan gerakan literasi di daerah masing-masing. Begitu juga dengan Tangerang Selatan dan sekolah-sekolah yang berada di wilayah tersebut.

Perguruan Al Azhar telah menerapkan program membaca buku jauh hari sebelum program literasi didengungkan. Seperti mendengarkan cerita pada “Rabu Membaca”, serta mengunjungi perpustakaan setiap bulan untuk siswa Taman Kanak-kanak, Membaca buku cerita dan membuat sinopsis 1 buku cerita tiap semester untuk siswa Sekolah Dasar, membaca 3 Novel dan menulis sinopsis novel yang dibaca setiap 1 semester. Sedangkan untuk siswa SMA, tiap mata pelajaran diwajibkan mengadakan kunjungan perpustakaan dan membaca buku-buku yang sesuai dengan materi yang akan dibahas. Namun kegiatan ini bukan tanpa kendala, Koleksi buku-buku yang tersedia terkadang tidak sesuai dengan materi yang dibahas. Selain itu, kebijakan yang dicanangkan penentu kebijakan belum dijadikan peraturan tertulis, belum ada sanksi yang dikenakan bagi yang tidak menjalankan kegiatan literasi sekolah, sehingga kegiatan literasi hanya dijadikan sekadar menggugurkan kewajiban saja.

Peraturan lain yang dijalankan setengah hati adalah pelarangan/pembatasan penggunaan HP bagi siswa. Antara peraturan, guru-guru, dan keinginan orang tua tidak sejalan, sehingga menyebabkan peraturan ini tidak dapat berjalan sesuai keinginan. Pengawasan penggunaan internet dan HP pada siswa perlu pengawasan yang melekat, karena segala yang berbau negatif dapat begitu saja muncul di layar komputer/HP. Termasuk mencegah siswa melakukan tindakan ‘Plagiat”, menyalin pekerjaan orang lain, kemudian mengakuinya sebagai karya sendiri (copy paste).

Harapan penulis dalam upaya meningkatkan budaya literasi bukan hanya ditujukan pada siswa, akan tetapi guru dan pimpinan sekolah juga harus mampu memahami apa yang harus dilakukan, guru-guru harus dibekali dengan keterampilan menulis sebelum mengajarkan pada siswa, guru-guru dan pimpinan harus memiliki kebiasaan membaca, agar dapat ditiru oleh seluruh warga sekolah.

Peraturan sekolah harus dijalankan dengan serius, bukan sekadar program tertulis, koleksi buku-buku diitambah, pengawasan terhadap internet dan HP siswa diperketat, bekerja sama dengan seluruh warga sekolah dan orang tua murid. Kebiasaan membaca dapat dimulai dari kecil, dari rumah, dengan membentuk perpustakaan kecil di rumah, berlangganan koran/majalah, orang tua memberi contoh membaca buku di rumah, membacakan cerita sebelum tidur, dan mengajak anak-anak ke toko buku/perpustakaan sebagai rekreasi keluarga. Jika seluruh sekolah /seluruh rumah tangga yang ada di Indonesia menerapkan hal tersebut, kita tidak akan tertinggal dari bangsa lain dalam urutan ‘membaca buku’. Kita dapat meningkatkan ‘Literacy rates for Selected Countries’, seperti yang tertera pada halaman 351, Worid Book Encyclopedia, 88% penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun lebih, dapat membaca dan menulis. Masih jauh tertinggal dari Thailand (96%), Singapura (93%), Vietnam (93%). Dengan tumbuhnya kesadaran membaca dan menulis pada siswa, akan timbul kecintaan membaca dan menulis, sehingga dapat diharapkan akan tumbuh budaya literasi pada siswa di seluruh Indonesia. Semoga.

DAFTAR PUSTAKA

ACDP Indonesia (2016). “Latih Pengajar untuk Kembangkan Literasi Siswa.”http://acdpindonesia.wordpress.com/2016/07/27/latih-pengajar-untuk-kembangkan-literasi-siswa/ (diakses 19 November 2016)

Artini. “Feature Writing cara untuk berbagi dengan orang lain.” Jakarta: Antara, 2000

“Encyclopedia Americana.” Philippines: Americana Corporation, 1972.

“Glorier Encyclopedia of Knowledge.” Academic America Encyclopedia, 199.

Harian Semarang.com (2016). “Dukung Implementasi Perbup Literasi, Pemkab Semarang Siap Gelontorkan Dana.” https://hariansemarang.com/berita/2016/09/30/dukung-implementasi-perbub-literasi-pemkab-semarang-siap-gelontorkan-dana/ (diakses 19 November 2016).

KantorBahasabanten (2016). “Gerakan Nasional Literasi Bangsa.” http://kantorbahasa banten.org/laman/index.php (Diaksek 19-11 2016).

SuaraTangsel.com(2016). “Peluncuran Gerakan Literasi; Raih Identitas Budaya Tangerang Raya.”https://suaratangsel.com/peluncuran-gerakan-literasi-raih-identitas-budaya-tangerang-raya/(diakses 19 November 2016)

TIM Program Pascasarjana. “Buku Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi.” Jakarta: Penerbit Pascasarjana, 2012

Wikipedia. “Gawai” https://id.wikipedia.org/wiki/Gawai(Diakses: 19-11-2016)

Wikipedia. “internet.” https://id.wikipedia.org/wiki/Internet(Diakses: 19-11-2016)

“World Book Encyclopedia.” Chicago: Scott Fetzer Company,2006.

------------------------------

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Yang ini nggak akan aku share ke mana-mana..

30 May
Balas



search

New Post