Amilia Rahma Sania

Saya adalah seorang ibu dari dua amanah yang luar biasa.Kedua anak saya adalah permata hati yang sangat luar biasa.Yang pertama cerdas matematika.Yang kedua cer...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kartini Indonesia Harus Waspada pada Narkoba

Kartini Indonesia Harus Waspada pada Narkoba

Seorang penyanyi dangdut yang sangat populer telah mengagetkan khalayak. Tertangkap tangan membawa narkoba. Suaranya yang lembut mendayu, sikapnya yang santun, membuat kita tidak percaya. Benarkah dia pemakai narkoba? Sang ibu seakan tidak percaya karena anaknya pamit keluar untuk nonton di bioskop. Biarlah proses itu berlanjut. Serahkan pada pihak yang berwenang untuk menanganinya. Yang menjadi pembahasan adalah alasan penyanyi tersebut adalah agar kuat bergadang untuk bekerja.

Berita penangkapan itu bukan yang pertama. Menjadi seorang pesohor tidaklah mudah. Banyak tahapan menuju sukses yang harus dilalui. Apalagi yang mempunyai karya seni berkualitas. Tentunya mereka bukan orang bodoh. Apakah mereka tidak tahu tentang bahaya penggunaan narkoba? Akibatnya beberapa dari mereka terlihat lebih tua dari umurnya. Saat berjaya, meminta tanda tangan terasa sangat sulit, karena deadline waktu untuk segera berpindah job. Tapi dengan narkoba, seluruh hasil kerja keras telah rusak. Entah janji manis apa yang terlihat oleh mereka, saat melihatnya.

Sebenarnya narkoba telah menjalar ke semua kalangan masyarakat. Terutama pada orang yang tidak mempunyai karakter pendidikan yang kuat. Banyak uang tetapi bingung menggunakannya, atau lingkungan dan teman yang tidak baik. Dari sistem pendidikan yang terbukti berhasil di seluruh dunia, citra diri ternyata lebih penting dari materi pelajaran [Gordan Dryden].

Mahatma Gandhi telah mengingatkan tentang salah satu dari tujuh kesalahan fatal dalam pendidikan adalah “education without character”[pendidikan tanpa karakter]. Begitu pula, Dr Martin Luther King yang pernah berkata: Kecerdasan plus karakter, itu adalah tujuan akhir dari pendidikan sebenarnya. Theodore Roosevelt yang mengatakan: Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak bukan aspek moral, adalah ancaman marabahaya kepada masyarakat. Sejalan juga dengan cipta, rasa dan karsa yang telah diramu oleh Ki Hajar Dewantara.

Karakter secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yaitu Kharaseein yang awalnya mengandung arti mengukir tanda di kertas atau lilin yang berfungsi sebagai pembeda [Bohlin,2005]. Dengan demikian karakter dapat juga menunjukkan sekumpulan kualitas atau karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan seseorang dengan yang lain [Timple,2007]. Menurut Dr.M.Ghazali Bagus Ani Putra,Psi: seseorang itu dikatakan berkarakter moral yang baik apabila: Kesatu Berkepribadian teguh atau berintegritas, apabila tidak mudah goyah terhadap pengaruh sosial bila berlawanan dengan nilai diri. Kedua Kepekaan sosial tinggi, mengutamakan orang lain.Ketiga Mampu mengatasi konflik dilematis antara pengaruh sosial dengan integritas pribadi yang tidak sesuai.

Keluarga adalah institusi paling penting pada pembentukan karakter anak [Kochanska dkk, 2004]. Peran ibu dalam keluarga menurut Adil Fathi Abdullah dalam bukunya Menjadi Ibu Ideal yakni: Ibu sebagai pribadi ideal yang mampu membaca persoalan anak dan problem yang dihadapi, tahu cara berinteraksi dengan mereka, cara mendidik dan mengajarkn masalah agama serta pendidikan dan mengetahui sarana pendidikan modern dan cara menggunakannya. Ibu sebagai kartini modern adalah peran yang sangat krusial di Indonesia.

Ibu adalah guru pertama anak. Dia akan memilihkan sekolah terbaik bagi anaknya. Sekolah sangat penting, untuk pendidikan lanjutan anak. Sehingga sekolah juga membentuk karakter anak. Menurut Fauzil Adzim pada salah satu sesi parenting, sistem pendidikan kita cenderung berkiblat pada prinsip Amerika. “Pembelajaran harus menyenangkan” sehingga guru harus berpikir bagaimana cara mengajar yang menyenangkan. Agar murid suka belajar. Memang hal ini sangat berarti. Akan tetapi akibatnya, siswa akan tergantung pada guru. Belajar agar dapat nilai bagus. Saling berlomba mengejar nilai bagus. Berkompetisi antar teman. Lebih bangga dengan nilai yang didapat, bukan proses untuk mendapatkan nilai. Padahal pendidik di Amerika sekarang juga kebingungan merumuskan formula tepat untuk remaja. Menurut hasil survey terakhir [1999 Global Sex Survey] Amerika termasuk salah satu negara yang sedang bergelut dengan sex bebas. Menurunnya kepercayaan pada institusi pernikahan. Padahal pernikahan adalah dasar terbentuknya sebuah keluarga. Keluarga yang terdiri dari ayah, sebagai kepala sekolah, ibu sebagai guru utama, serta anak sebagai muridnya.

Sering kita mendengarkan pada sesi parenting, tentang larangan menggunakan kata “jangan”. Sedangkan di dalam Alquran QS Luqman 13-19 yang bercerita tentang Luqman yang bertausiyah terhadap anaknya menggunakan kalimat yang didahului kata : Wahai anakku jangan engkau menyekutukan Allah...

Sudah kita ketahui bersama, perdagangan di Indonesia banyak dikuasai produk China dan Jepang. Sistem pendidikan mereka sangat khas. Menjunjung tinggi rasa hormat pada guru. Perbandingan guru dan siswa 1:60. Belajar untuk mencari ilmu. Dimanapun membaca. Membaca adalah jendela dunia. Serial Toto Chan yang sangat melegenda adalah bukti kecerdasan seorang guru. Menggugah minat belajar anak. Tetapi terkadang kita lupa bahwa ibu Toto Chan lah yang mengenalkan sekolah luar biasa itu pada anaknya.

Sangat banyak siswa Indonesia yang pandai. Orang pandai yang bekerja sebagai ahli pada bidangnya. Banyak pula yang bekerja di luar negeri dan mendapat tempat terhormat di negeri asing. Enggan kembali ke Indonesia. Bahkan juga para atlit pesepak bola, baru-baru ini masuk pada timnas asing, yang juga enggan memperkuat timnas negeri sendiri.

Apa yang terjadi pada para remaja ini? Rasa cinta tanah air yang kurang kuat, atau tidak adanya wadah bagi mereka untuk mengaktualkan diri. Seyogyanya kita harus mulai berbenah, Ibu harus lebih memperhatikan anaknya, para pendidik juga jangan disibukkan untuk mengejar target sertifikasi. Tetapi mendidik dengan hati. Kita sebagai masyarakat Indonesia harus cemburu pada narkoba yang telah menghancurkan beberapa anak bangsa terbaik, menghancurkan ikatan kekeluargaan. Kartini Indonesia harus waspada pada narkoba, agar generasi penerus bangsa tidak hancur olehnya

Momen penangkapan artis dangdut ini seyogyanya menjadi titik balik bagi masyarakat Indonesia. Maukah peradaban bangsa kita hancur oleh narkoba? Kartini Indonesia sebagai ibu bangsa dibantu guru sebagai pelaku pendidikan harus menjadi garda depan untuk memerangi degradasi moral bangsa.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post