Kebenaran bisa datang kapan saja. Kedatangannya biasanya bersamaan dengan datangnya hidayah. Disadari atau tidak, hidayah itu datang setelah atau seiring dengan kesadaran adanya kebenaran dalam sebuah peristiwa atau hal tertentu. Saat itu hati akan merasa takut penuh penyesalan.

Sebagai seorang hamba yang tiada berdaya, kita hanya bisa menangis meratapi kesalahan demi kesalahan yang telah terjadi. Tentunya tidak cukup berhenti sampai di situ. Sebagai bukti keseriusan kita menyesali sebuah kesalahan, kita harus bangkit. Kita harus berbenah. Kita harus melanjutkan perjalanan dengan memilih di jalan yang sudah ditunjukkan. Di sanalah acap kali muncul pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tak perlu dipertanyakan.

Mengapa begini, mengapa begitu, kok bisa begini, kok bisa begitu, dan lain-lain. Serangkaian pertanyaan itu hanya akan membuat kita kurang ikhlas atas segala sesuatu yang telah terjadi. Bisa jadi itu adalah cobaan dan ujian yang harus kita hadapi saat kita sudah mendapatkan hidayah kebenaran. Bukankah sebenarnya kita juga hanya mengikuti alur perjalanan hidup saja? Kalau memang harus begini atau begitu, memang apa kaitannya dengan kita sebelumnya?

Perlu disadari bahwa sebelum kita mendapatkan kebenaran dan hidayah, hidup kita pasti tak terarah. Tidak menutup kemungkinan langkah kita bisa terjungkal, terpuruk, terperosok, bahkan jungkir balik menentang dunia. Itu manusiawi. Tidak ada manusia yang sempurna. Tetapi ketika kebenaran dan hidayah itu datang, apakah pantas jika kita menanyakan hal-hal yang tak perlu dipertanyakan, yang semuanya justru akan membebani kita.

Nikmati saja kebenaran dan hidayah yang sudah datang dengan penuh syukur. Kuatkan hati, luruskan niat, mohon perlindungan kepada Allah SWT. Kita tidak harus berselisih atas kebenaran yang kita cari. Kita cukup menikmati saja kebenaran yang kita sudah ada di dalamnya..#

#Nganjuk18122020

#tantanganharike-329