Amir

Silahkan kunjungi http://amirdikdas.blogspot.co.id/ ...

Selengkapnya
Navigasi Web

PENERAPAN JANJI SISWA UNTUK MENCEGAH KEKERASAN DI SEKOLAH

PENERAPAN JANJI SISWA UNTUK MENCEGAH KEKERASAN DI SEKOLAH

Pengantar

Sekolah adalah wahana tempat anak dibimbing dan dikembangkan secara lebih terstruktur dan sistematis. Di tempat inilah kita bisa melihat anak mencapai prestasi yang tinggi di bidang akademik karena akan dibimbing untuk mengenal beberapa konsep ilmu pengetahuan (Djaja, 2011). Untuk menguasai ilmu pengetahuan, ada proses yang harus dilalui oleh para siswa dalam menuju keberhasilan pendidikan. Salah satu penentu keberhasilan pendidikan adalah keadaan sekolah itu sendiri yaitu lingkungan yang strategis dan mendukung terlaksananya pendidikan yang kondusif (Zanwir, 2016).

Lingkungan sekolah ikut berperan di dalam menentukan kepribadian siswa dalam hal berfikir, bersikap maupun berperilaku yang jauh dari kekerasan. Kekerasan terhadap anak menurut pasal 13 UU Perlindungan Anak adalah perlakuan: diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya. Bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan di sekolah berupa memukul dengan tangan kosong atau dengan benda tumpul seperti penggaris, melempar dengan penghapus, mencubit, menampar, mencekik, berlari mengelilingi lapangan, menjemur murid di lapangan sambil menghormat bendera merah putih, pelecehan seksual, serangan seksual, dan lain-lain (Ritola, 2007).

Ciri sekolah yang dapat menyebabkan perilaku kekerasan pada siswa adalah adanya sekolah dengan penerapan disiplin yang kaku, sekolah yang kurang memberikan harapan terhadap siswa serta kurang mampu mengembangkan kepribadian siswa (Wong, 2003) dalam (Yunere, 2015). Kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah (bullying) ini dapat berbentuk tiga hal yaitu:

Secara fisik: memukul, menendang, mengambil milik orang lain Secara verbal: mengolok-olok nama siswa lain, menghina, mengucapkan kata-kata yang menyinggung. Secara tidak langsung: menyebarkan cerita bohong, mengucilkan, menjadikan siswa tertentu sebagai target humor yang menyakitkan, mengirim pesan pendek atau surat yang keji (Zanwir, 2016). Agar kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah ini tidak terjadi maka perlu dibuat aturan sekolah untuk melindungi siswa korban kekerasan. Tindakan pencegahan dan strategi mengelola kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah ini juga perlu dibuat untuk melindungi korban agar tindakan kekerasan tidak berlangsung terus-menerus (Ritola, 2007).

Latar Belakang Masalah

Dari hasil survei terhadap para orang tua dan guru, bahwa generasi sekarang cenderung mengalami keterlantaran emosi, yang pada akhirnya merupakan cikal bakal terjadinya perilaku-perilaku antisosial, seperti perkelahian antar pelajar, tawuran, narkoba, penganiayaan, asusila, dan tindakan-tindakan kekerasan (Sugiyatno, 2012). Kasus-kasus kekerasan terhadap anak sering terjadi di sekolah disebabkan karena pihak sekolah yaitu pengurus sekolah, kepala sekolah, maupun guru menganggap bahwa masalah kekerasan yang terjadi pada anak merupakan tindak pidana yang menjadi tugas dari pihak kepolisian untuk menyelesaikannya, maka pihak sekolah merasa kasus tersebut sudah selesai dan tugas sekolah hanya mengajar anak didik. (Ariyulinda, 2014). Sehingga dalam hal ini pihak sekolah berusaha menyusun, mengumumkan dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) berisi langkah-langkah wajib warga sekolah untuk mencegah tindak kekerasan (Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015). Hal inilah yang membuat janji siswa di sekolah dapat diperkenalkan sebagai salah satu upaya untuk pencegahan kekerasan yang ada di lingkungan sekolah.

Janji siswa selalu diucapkan oleh siswa setiap hari Senin, ketika melaksanakan upacara bendera. Janji siswa diperlukan untuk mengubah perilaku siswa terhadap lingkungan dan diri sendiri serta menjadikan tempat terbaik bagi setiap warga sekolah. Masalahnya kemudian adalah bagaimanakah peranan janji siswa agar mencegah kekerasan (bullying) di sekolah?

Pembahasan dan Solusi

Penerapan janji siswa dalam mencegah kekerasan di sekolah khususnya yang dilakukan oleh siswa maka kita terlebih dahulu harus mengetahui apa fungsi dari janji siswa yaitu suatu ucapan yang dilakukan dan disepakati serta harus dipatuhi dengan penuh rasa ikhlas demi membangun manusia-manusia yang secara etis berilmu, beraklak mulia dan menjadikan diri siswa berkarakter dan berperilaku yang menunjukkan nilai-nilai yang berlaku sebagai bagian dari masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pencegahan kekerasan di sekolah yang harus disiapkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kalimat yang di ucapkan dalam janji siswa. Janji siswa diterapkan selain di luar ruangan kelas yang hanya diucapkan setiap hari Senin, tetapi juga diucapkan setiap akan melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas. Masalahnya di lapangan adalah bagaimana mencari format janji siswa untuk menerapkan dan mencegah kekerasan di sekolah?. Solusi yang diberikan terkait penerapan janji siswa untuk mencegah kekerasan di sekolah yaitu:

Pertama, Janji siswa berorientasi pada lingkungan sekolah setempat. Efek yang diharapkan dari penerapan ini adalah siswa mampu mengendalikan emosi bagi siswa setidaknya selama mengikuti pembelajaran, karena pembelajarannya pun dirancang berbeda dari pembelajaran sebelumnya.

Kedua, janji siswa yang dibuat sekolah harus terbuka mengenai isu kekerasan terhadap siswa melalui kegiatan observasi lapangan. dimana siswa, orang tua, guru dan masyarakat serta kepolisan sebagai laporan ikut bertanggung jawab. Keikutsertaan komponen tersebut dalam permasalahan kekerasan di sekolah bertujuan untuk menjaga stabilitas keamanan sekolah (Suyantiningsih,2011). Dengan dilibatkannya siswa dalam pembuatan janji siswa, maka ketika melaksanakannya anak tidak merasa bahwa itu sebuah paksaan dari orang tua, orang dewasa maupun guru, melainkan karena kesadaran dirinya sendiri sebagai makhluk sosial (Aulina, 2013). Janji siswa juga dirancang untuk mendorong pemikiran kritis dari siswa, yang nantinya diharapkan akan memunculkan komitmen dari siswa untuk berperan serta dalam proses transformasi kehidupan ke arah yang lebih baik dan juga berperan dalam membangun disiplin dan tanggung jawab. Komitmen itu bisa saja pada tingkat personal tetapi juga bisa mencakup pada lingkungan yang lebih luas.

Ketiga, Janji siswanya pun harus mutakhir. Kemutakhiran janji siswa itu ditunjukkan oleh kesesuaian dengan perkembangan zaman dan tidak terlepas Amanat Pembentukan Sekolah Ramah Anak (Pasal 28, 29, dan 31 KHA) yaitu (1) pendidikan berpusat pada anak, penegakan disiplin utama dengan non kekerasan, memperhatikan martabat dan harga diri anak, dan pengembangan kapasitas anak; (2) pengembangan keterampilan, pembelajaran, kemampuan lainnya, martabat manusia, harga diri, dan kepercayaan diri; (3) pengembangan kepribadian, bakat, dan kemampuan untuk hidup dalam kehidupan di masyarakat; (4) hak anak untuk pendidikan tidak hanya masalah akses, tetapi konten; dan (5) hak anak untuk pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya. Menurut Madyawati (2016), bila masing-masing individu yang terkait dengan pendidikan selalu mengusahakan ramah terhadap anak, maka masyarakatpun akan sadar dan peduli terhadap anak.

Keempat, Langkah alternatif yang bisa ditempuh untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dalam lembaga pendidikan adalah dengan mencari sumber akar masalah terjadinya kekerasan, yaitu meninjau kembali fungsi dan peran pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat ikut bertanggung jawab (Sugiyatno, 2012). Tindakan Preventif dapat dilakukan sistem pencegahan atau penanggulangan yaitu meminta Kepolisian untuk sosialisasi dan penyuluhan-penyuluhan ke seluruh siswa dilaksanakan sekali dalam setahun.

Kelima, Menyiapkan siswa agar bisa menangani sendiri jika terjadi kekerasan pada yang bersangkutan. Jika siswa ternyata tidak mampu mengatasinya, sekolah harus campur tangan untuk menyelesaikan. Jika tidak ada perubahan sikap dari pelaku bullying, maka sekolah melibatkan orang tua. Harus ada sanksi bertingkat yang diterapkan terhadap pelaku, dengan sanksi terberat dikeluarkan dari sekolah dan diserahkan ke penegak hukum. (Ritola, 2007)

Keenam, Menurut Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Sekolah yaitu

1. Wajib memasang papan informasi tindak kekerasan di serambi sekolah yang mudah dilihat dan memuat informasi untuk pelaporan serta permintaan bantuan;

2. Guru/kepsek wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali jika ada dugaan/gejala kekerasan;

3. Membentuk tim pencegahan kekerasan: dari unsur guru, siswa dan orangtua;

4. Bekerjasama dengan lembaga psikologi, pakar pendidikan dan organisasi keagamaan untuk kegiatan yang bersifat edukatif.

Kesimpulan dan Harapan Penulis

Kesimpulan

Penerapan janji siswa menjadi yang sangatlah utama di dalam pencegahan kekerasan di sekolah. Para siswa dituntut untuk bisa bertanggung jawab terhadap apa yang telah mereka ucapkan. Janji siswa sangat tergantung dari peran seorang guru, orang tua dan masyarakat serta dapat menjadi cerminan siswa yang sangat menentukan karakter dan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai yang berlaku.

Kesulitan sekolah dalam mencari format yang tepat untuk mempromosikan dan menanamkan pencegahan kekerasan di sekolah melalui penerapan janji siswa yaitu dengan beberapa solusi diantaranya yaitu: (1) Janji siswa berorientasi pada lingkungan sekolah setempat; (2) Janji siswa yang dibuat sekolah harus terbuka mengenai isu kekerasan terhadap siswa melalui kegiatan observasi lapangan. dimana siswa, orang tua, guru dan masyarakat serta kepolisan sebagai laporan ikut bertanggung jawab; (3) Janji siswanya pun harus mutakhir; (4) Mencari sumber akar masalah terjadinya kekerasan; (5) Menyiapkan siswa agar bisa menangani sendiri jika terjadi kekerasan pada yang bersangkutan; (6) Wajib memasang papan informasi; (7) Guru/kepsek wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali jika ada dugaan/gejala kekerasan; (8) Membentuk tim pencegahan kekerasan: dari unsur guru, siswa dan orangtua; (9) Bekerjasama dengan lembaga psikologi, pakar pendidikan dan organisasi keagamaan untuk kegiatan yang bersifat edukatif; dan (10) menyusun, mengumumkan dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) berisi langkah-langkah wajib warga sekolah untuk mencegah tindak kekerasan.

Harapan

Pertama, sekolah, orang tua, masyarakat serta kepolisian berkerjasama dalam perumusan janji siswa, jadi tidak hanya dilaksanakan oleh sekolah saja.

Kedua, sekolah harus mensosialisasikan janji siswa yang sudah dibuat, melalui papan informasi yang mudah terlihat oleh masyarakat umum.

Daftar Pustaka

Ariyulinda, Nita. 2014. Penanganan Kekerasan Terhadap Anak Melalui UU tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU tentang Perlindungan Anak. RechtsVinding (Jurnal online): 1-5

Aulina, C N. 2013. Penanaman Disiplin pada Anak Usia Dini. Pedagogia 2(1): 36-49.

Djaja, Wahjudi. 2011. Membentuk Generasi Cerdas dan Berkarakter. Maraga Borneo Tarigas: Klaten

Madyawati, Lilis. 2016. Sekolah Ramah Anak di berbagai negara dan Aplikasinya di Indonesia. Universitas Muhammadiyah Magelang Jawa Tengah. http://download.portalgaruda.org/article.php?article= 114595&val=5249. Di akses 7 Nopember 2016.

Permendikbud. 2015. Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahandan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan: Kemendikbud

Ritola, Wien. 2007. Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta: Jakarta.

Sugiyatno. 2012. Peran Pendidikan Sosial-Emosional dalam Mencegah Tindak Kekerasan Siswa di Sekolah (Disampaikan pada Pelatihan Guru dengan Tema Mengenal Kepribadian Siswa di SMK Muhammadiyah 2 Moyudan Yogyakarta). Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta:Yogyakarta.

Suyantiningsih. 2011. Peran Lembaga Pendidikan dalam Mengintervensi Permasalahan Kekerasan di Sekolah. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta:Yogyakarta.

Yunere, F. 2015. Pengaruh Pelaksanaan Manajemen Marah terhadap Perilaku Kekerasan pada Siswa Smk Negeri 1 Bukittinggi. (Tesis). Fakultas Keperawatan: Padang.

Zanwir. 2016. Upaya Menciptakan Sekolah yang Aman, Nyaman dan Efektif dalam Pembelajaran. http://bdkpadang.kemenag.go.id/ index.php?option=com_content&view=article&id=608:zanwirfebruari&catid=41:top-headlines&Itemid=158. Diakses 02 Nopember 2016.

Pengantar

Sekolah adalah wahana tempat anak dibimbing dan dikembangkan secara lebih terstruktur dan sistematis. Di tempat inilah kita bisa melihat anak mencapai prestasi yang tinggi di bidang akademik karena akan dibimbing untuk mengenal beberapa konsep ilmu pengetahuan (Djaja, 2011). Untuk menguasai ilmu pengetahuan, ada proses yang harus dilalui oleh para siswa dalam menuju keberhasilan pendidikan. Salah satu penentu keberhasilan pendidikan adalah keadaan sekolah itu sendiri yaitu lingkungan yang strategis dan mendukung terlaksananya pendidikan yang kondusif (Zanwir, 2016).

Lingkungan sekolah ikut berperan di dalam menentukan kepribadian siswa dalam hal berfikir, bersikap maupun berperilaku yang jauh dari kekerasan. Kekerasan terhadap anak menurut pasal 13 UU Perlindungan Anak adalah perlakuan: diskriminasi; eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya. Bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan di sekolah berupa memukul dengan tangan kosong atau dengan benda tumpul seperti penggaris, melempar dengan penghapus, mencubit, menampar, mencekik, berlari mengelilingi lapangan, menjemur murid di lapangan sambil menghormat bendera merah putih, pelecehan seksual, serangan seksual, dan lain-lain (Ritola, 2007).

Ciri sekolah yang dapat menyebabkan perilaku kekerasan pada siswa adalah adanya sekolah dengan penerapan disiplin yang kaku, sekolah yang kurang memberikan harapan terhadap siswa serta kurang mampu mengembangkan kepribadian siswa (Wong, 2003) dalam (Yunere, 2015). Kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah (bullying) ini dapat berbentuk tiga hal yaitu:

Secara fisik: memukul, menendang, mengambil milik orang lain Secara verbal: mengolok-olok nama siswa lain, menghina, mengucapkan kata-kata yang menyinggung. Secara tidak langsung: menyebarkan cerita bohong, mengucilkan, menjadikan siswa tertentu sebagai target humor yang menyakitkan, mengirim pesan pendek atau surat yang keji (Zanwir, 2016). Agar kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah ini tidak terjadi maka perlu dibuat aturan sekolah untuk melindungi siswa korban kekerasan. Tindakan pencegahan dan strategi mengelola kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah ini juga perlu dibuat untuk melindungi korban agar tindakan kekerasan tidak berlangsung terus-menerus (Ritola, 2007).

Latar Belakang Masalah

Dari hasil survei terhadap para orang tua dan guru, bahwa generasi sekarang cenderung mengalami keterlantaran emosi, yang pada akhirnya merupakan cikal bakal terjadinya perilaku-perilaku antisosial, seperti perkelahian antar pelajar, tawuran, narkoba, penganiayaan, asusila, dan tindakan-tindakan kekerasan (Sugiyatno, 2012). Kasus-kasus kekerasan terhadap anak sering terjadi di sekolah disebabkan karena pihak sekolah yaitu pengurus sekolah, kepala sekolah, maupun guru menganggap bahwa masalah kekerasan yang terjadi pada anak merupakan tindak pidana yang menjadi tugas dari pihak kepolisian untuk menyelesaikannya, maka pihak sekolah merasa kasus tersebut sudah selesai dan tugas sekolah hanya mengajar anak didik. (Ariyulinda, 2014). Sehingga dalam hal ini pihak sekolah berusaha menyusun, mengumumkan dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) berisi langkah-langkah wajib warga sekolah untuk mencegah tindak kekerasan (Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015). Hal inilah yang membuat janji siswa di sekolah dapat diperkenalkan sebagai salah satu upaya untuk pencegahan kekerasan yang ada di lingkungan sekolah.

Janji siswa selalu diucapkan oleh siswa setiap hari Senin, ketika melaksanakan upacara bendera. Janji siswa diperlukan untuk mengubah perilaku siswa terhadap lingkungan dan diri sendiri serta menjadikan tempat terbaik bagi setiap warga sekolah. Masalahnya kemudian adalah bagaimanakah peranan janji siswa agar mencegah kekerasan (bullying) di sekolah?

Pembahasan dan Solusi

Penerapan janji siswa dalam mencegah kekerasan di sekolah khususnya yang dilakukan oleh siswa maka kita terlebih dahulu harus mengetahui apa fungsi dari janji siswa yaitu suatu ucapan yang dilakukan dan disepakati serta harus dipatuhi dengan penuh rasa ikhlas demi membangun manusia-manusia yang secara etis berilmu, beraklak mulia dan menjadikan diri siswa berkarakter dan berperilaku yang menunjukkan nilai-nilai yang berlaku sebagai bagian dari masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pencegahan kekerasan di sekolah yang harus disiapkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan kalimat yang di ucapkan dalam janji siswa. Janji siswa diterapkan selain di luar ruangan kelas yang hanya diucapkan setiap hari Senin, tetapi juga diucapkan setiap akan melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas. Masalahnya di lapangan adalah bagaimana mencari format janji siswa untuk menerapkan dan mencegah kekerasan di sekolah?. Solusi yang diberikan terkait penerapan janji siswa untuk mencegah kekerasan di sekolah yaitu:

Pertama, Janji siswa berorientasi pada lingkungan sekolah setempat. Efek yang diharapkan dari penerapan ini adalah siswa mampu mengendalikan emosi bagi siswa setidaknya selama mengikuti pembelajaran, karena pembelajarannya pun dirancang berbeda dari pembelajaran sebelumnya.

Kedua, janji siswa yang dibuat sekolah harus terbuka mengenai isu kekerasan terhadap siswa melalui kegiatan observasi lapangan. dimana siswa, orang tua, guru dan masyarakat serta kepolisan sebagai laporan ikut bertanggung jawab. Keikutsertaan komponen tersebut dalam permasalahan kekerasan di sekolah bertujuan untuk menjaga stabilitas keamanan sekolah (Suyantiningsih,2011). Dengan dilibatkannya siswa dalam pembuatan janji siswa, maka ketika melaksanakannya anak tidak merasa bahwa itu sebuah paksaan dari orang tua, orang dewasa maupun guru, melainkan karena kesadaran dirinya sendiri sebagai makhluk sosial (Aulina, 2013). Janji siswa juga dirancang untuk mendorong pemikiran kritis dari siswa, yang nantinya diharapkan akan memunculkan komitmen dari siswa untuk berperan serta dalam proses transformasi kehidupan ke arah yang lebih baik dan juga berperan dalam membangun disiplin dan tanggung jawab. Komitmen itu bisa saja pada tingkat personal tetapi juga bisa mencakup pada lingkungan yang lebih luas.

Ketiga, Janji siswanya pun harus mutakhir. Kemutakhiran janji siswa itu ditunjukkan oleh kesesuaian dengan perkembangan zaman dan tidak terlepas Amanat Pembentukan Sekolah Ramah Anak (Pasal 28, 29, dan 31 KHA) yaitu (1) pendidikan berpusat pada anak, penegakan disiplin utama dengan non kekerasan, memperhatikan martabat dan harga diri anak, dan pengembangan kapasitas anak; (2) pengembangan keterampilan, pembelajaran, kemampuan lainnya, martabat manusia, harga diri, dan kepercayaan diri; (3) pengembangan kepribadian, bakat, dan kemampuan untuk hidup dalam kehidupan di masyarakat; (4) hak anak untuk pendidikan tidak hanya masalah akses, tetapi konten; dan (5) hak anak untuk pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya. Menurut Madyawati (2016), bila masing-masing individu yang terkait dengan pendidikan selalu mengusahakan ramah terhadap anak, maka masyarakatpun akan sadar dan peduli terhadap anak.

Keempat, Langkah alternatif yang bisa ditempuh untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dalam lembaga pendidikan adalah dengan mencari sumber akar masalah terjadinya kekerasan, yaitu meninjau kembali fungsi dan peran pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat ikut bertanggung jawab (Sugiyatno, 2012). Tindakan Preventif dapat dilakukan sistem pencegahan atau penanggulangan yaitu meminta Kepolisian untuk sosialisasi dan penyuluhan-penyuluhan ke seluruh siswa dilaksanakan sekali dalam setahun.

Kelima, Menyiapkan siswa agar bisa menangani sendiri jika terjadi kekerasan pada yang bersangkutan. Jika siswa ternyata tidak mampu mengatasinya, sekolah harus campur tangan untuk menyelesaikan. Jika tidak ada perubahan sikap dari pelaku bullying, maka sekolah melibatkan orang tua. Harus ada sanksi bertingkat yang diterapkan terhadap pelaku, dengan sanksi terberat dikeluarkan dari sekolah dan diserahkan ke penegak hukum. (Ritola, 2007)

Keenam, Menurut Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Sekolah yaitu

1. Wajib memasang papan informasi tindak kekerasan di serambi sekolah yang mudah dilihat dan memuat informasi untuk pelaporan serta permintaan bantuan;

2. Guru/kepsek wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali jika ada dugaan/gejala kekerasan;

3. Membentuk tim pencegahan kekerasan: dari unsur guru, siswa dan orangtua;

4. Bekerjasama dengan lembaga psikologi, pakar pendidikan dan organisasi keagamaan untuk kegiatan yang bersifat edukatif.

Kesimpulan dan Harapan Penulis

Kesimpulan

Penerapan janji siswa menjadi yang sangatlah utama di dalam pencegahan kekerasan di sekolah. Para siswa dituntut untuk bisa bertanggung jawab terhadap apa yang telah mereka ucapkan. Janji siswa sangat tergantung dari peran seorang guru, orang tua dan masyarakat serta dapat menjadi cerminan siswa yang sangat menentukan karakter dan perilaku yang menunjukkan nilai-nilai yang berlaku.

Kesulitan sekolah dalam mencari format yang tepat untuk mempromosikan dan menanamkan pencegahan kekerasan di sekolah melalui penerapan janji siswa yaitu dengan beberapa solusi diantaranya yaitu: (1) Janji siswa berorientasi pada lingkungan sekolah setempat; (2) Janji siswa yang dibuat sekolah harus terbuka mengenai isu kekerasan terhadap siswa melalui kegiatan observasi lapangan. dimana siswa, orang tua, guru dan masyarakat serta kepolisan sebagai laporan ikut bertanggung jawab; (3) Janji siswanya pun harus mutakhir; (4) Mencari sumber akar masalah terjadinya kekerasan; (5) Menyiapkan siswa agar bisa menangani sendiri jika terjadi kekerasan pada yang bersangkutan; (6) Wajib memasang papan informasi; (7) Guru/kepsek wajib segera melaporkan kepada orangtua/wali jika ada dugaan/gejala kekerasan; (8) Membentuk tim pencegahan kekerasan: dari unsur guru, siswa dan orangtua; (9) Bekerjasama dengan lembaga psikologi, pakar pendidikan dan organisasi keagamaan untuk kegiatan yang bersifat edukatif; dan (10) menyusun, mengumumkan dan menerapkan Prosedur Operasi Standar (POS) berisi langkah-langkah wajib warga sekolah untuk mencegah tindak kekerasan.

Harapan

Pertama, sekolah, orang tua, masyarakat serta kepolisian berkerjasama dalam perumusan janji siswa, jadi tidak hanya dilaksanakan oleh sekolah saja.

Kedua, sekolah harus mensosialisasikan janji siswa yang sudah dibuat, melalui papan informasi yang mudah terlihat oleh masyarakat umum.

Daftar Pustaka

Ariyulinda, Nita. 2014. Penanganan Kekerasan Terhadap Anak Melalui UU tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU tentang Perlindungan Anak. RechtsVinding (Jurnal online): 1-5

Aulina, C N. 2013. Penanaman Disiplin pada Anak Usia Dini. Pedagogia 2(1): 36-49.

Djaja, Wahjudi. 2011. Membentuk Generasi Cerdas dan Berkarakter. Maraga Borneo Tarigas: Klaten

Madyawati, Lilis. 2016. Sekolah Ramah Anak di berbagai negara dan Aplikasinya di Indonesia. Universitas Muhammadiyah Magelang Jawa Tengah. http://download.portalgaruda.org/article.php?article= 114595&val=5249. Di akses 7 Nopember 2016.

Permendikbud. 2015. Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahandan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan: Kemendikbud

Ritola, Wien. 2007. Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi DKI Jakarta: Jakarta.

Sugiyatno. 2012. Peran Pendidikan Sosial-Emosional dalam Mencegah Tindak Kekerasan Siswa di Sekolah (Disampaikan pada Pelatihan Guru dengan Tema Mengenal Kepribadian Siswa di SMK Muhammadiyah 2 Moyudan Yogyakarta). Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta:Yogyakarta.

Suyantiningsih. 2011. Peran Lembaga Pendidikan dalam Mengintervensi Permasalahan Kekerasan di Sekolah. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta:Yogyakarta.

Yunere, F. 2015. Pengaruh Pelaksanaan Manajemen Marah terhadap Perilaku Kekerasan pada Siswa Smk Negeri 1 Bukittinggi. (Tesis). Fakultas Keperawatan: Padang.

Zanwir. 2016. Upaya Menciptakan Sekolah yang Aman, Nyaman dan Efektif dalam Pembelajaran. http://bdkpadang.kemenag.go.id/ index.php?option=com_content&view=article&id=608:zanwirfebruari&catid=41:top-headlines&Itemid=158. Diakses 02 Nopember 2016.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post