Jumat sore 4 Pebruari, cuaca gerimis. Hujan rintik mengguyur sepanjang Jakarta Depok. Sesampai di rumah, hujan bertambah keras, namun tak lebat hebat. Hujan belum berhenti hingga waktu sholat isya' tiba. Saya menengok gawai saya. Waduh ada apa ini, kok panjang sekali chat menyampaikan doa duka cita. Innalillahi wa inna ilayhi rojiun, salah satu sahabat terbaik kami wafat. 😭

Namanya Pak Husnin, seorang guru matematika di salah satu SMP Negeri di Jakarta Selatan. Beliau meninggalkan dua orang anak yang masih kecil-kecil dan istri yang sedang hamil muda. Usia almarhum belumlah 40 tahun. Mengidap hipertensi yang menyebabkan stroke dan jantung, sebagai jalan wafatnya. Ya Rabb. Almarhum belumlah lagi menjadi PNS, masih KKI (Kontrak Kerja Individual seperti Honor yang dibayar pemerintah daerah).

Belum selesai ucapan doa yang mengalir, tiba-tiba hadir lagi kabar duka. Seorang sahabat wafat setelah operasi pengangkatan indung telur akibat perlengketan dengan usus. Ibu Sugiarti, mengalami infeksi hingga harus dirawat di ICU. Senin hingga Sabtu subuh proses yang beliau lalui ternyata menjadi jalan pertemuan dengan Rabb nya.

Saya dan almarhumah pernah sama-sama melahirkan di tahun 2001 dan anak kami wafat di hari yang sama. Bayi saya hanya berusia 2 jam. Bayi bu sugi berusia 3 bulan. Kami sama-sama mendatangi jasa pemandian jenazah yang sama waktu itu. Ternyata kain kafan yang tersedia hanya satu. Keluarga saya datang hanya beberapa saat lebih dulu. Akhirnya kain kafan diberikan untuk anak saya.

Di pagi tadi pun saya menerima berita dari guru anak saya. Qodarullah, anak saya positif covid di Solo. Tepat satu tahun dari covid yang dia alami tahun 2021. Pihak sekolah langsung menindaklanjuti hasil ini dengan mengisolasi semua siswa yang sakit. Memberikan penanganan yang berkualitas dan menenangkan para orang tua. Syafakallah mas zhofar, semoga cepat sembuh. Doaku dari jauh.

Semua menjadi pelajaran dalam hidup. Semua peristiwa selalu memberikan hikmah bagi manusia. Tuntun kami selalu ya Allah..