Andri You

Sejak 2007 mulai aktif mengajar, saat ini menjadi mentor dan coach juga fasilitator beberapa sekolah penggerak, sekolah berbasis alam dan komunitas pendidi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sekolah Ramah Mitra Rumah

Sekolah Ramah Mitra Rumah

Sekolah Ramah Mitra Rumah

Kunjungan kami ke maestro sebelumnya adalah ke tokoh Wonderfull Family beliau seorang penulis produktif khususnya dalam bagaimana membangun rumah tangga dan pengasuhan yang harmonis. Beliau adalah Pak Cahyadi Takariawan, dai dan founder Balai Belajar Masyarakat di daerah Bantul Yogyakarta. Kehadiran kami disambut di masjid dekat kediaman beliau usai sholat shubuh berjamaah.

Setelah dipersilahkan bebersih dan sarapan bersama kami mendengarkan sharing beliau dan berdiskusi tentang fenomena saat ini yang melanda Indonesia secara lokal maupun dunia secara global. Berbagai macam fenomena yang menimpa bangsa-bangsa, termasuk Indonesia menurut kesimpulan Pak Cah (selanjutnya kami memanggilnya) tidak lepas dari peran keluarga, khususnya kedua orangtua.

Pemaparan diawali dengan mengambil fenomena menarik seperti pemimpin AS saat ini yang sisi lain memiliki perilaku yang kekanak-kanakan seperti anak TK guling-guling menangis namun disisi lain menunjukan sikap garang terhadap kaum muslimin dengan secara sepihak dan melegitimasi adanya penjajahan di Negeri Palestina oleh zionis Israel.

Di tingkat lokal, kasus LGBT hampir merambah di kota-kota besar Indonesia termasuk Yogyakarta dengan fenomena PSK (Pesantren Senin Kamis) yang tidak lain adalah tempat khusus berkumpulnya para transgender.

Seperti studi Lengton di AS misalkan dalam pengaruh orangtua dalam pilihan dan sikap politik, menyimpulkan bahwa pilihan anak terhadap afiliasi partai tertentu sangat dominan dipengaruhi oleh sang Ibu. Sementara, dalam perilaku politik sangat dipengaruhi oleh sang Ayah. Walaupun hasil studi ini tidak bisa secara mutlak di generalisasi, namun cukup menjadi gambaran bahwa segala sesuatu fenomena kemanusiaan yang muncul tidak lepas dari peran keluarga.

Perilaku para pemimpin, apakah dia menjadi sholeh, baik, bertanggungjawab, jujur dan punya integritas sangat dipengaruhi oleh sosok Ayah dalam mendidik ketika masa-masa pertumbuhan anak. Adapun untuk memilih values tertentu, misalkan dalam mengambil keputusan memilih kedua partai di AS (Republik vs Demokrat) didasarkan pada pola asuh Ibu ketika di rumah. Seperti kasus Trump presiden AS jika mengambil analisa Harlock dalam Psikologi Perkembangan ada masa keterputusan dalam tahap perkembangan yang seharusnya muncul ketika anak-anak, namun baru muncul ketika sudah tua dan menjadi pemimpin dunia. Yang justru perilakunya sangat merugikan negara dan warga dunia.

Bagaimana pemimpin kita dan public figur lainnya, cukup melihat siapa dan bagaimana orangtua mereka dalam mendidik, maka kita bisa menyimpulkan siapa mereka saat ini.

Disini sangat penting peran sekolah dalam bermitra dan membangun komunikasi bersama orangtua. Justru mengapa ada institusi sekolah dan yang sejnenisnya, termasuk pihak-pihak lain karena sesungguhnya orangtua punya banyak kelemahan dan keterbatasan dalam mendidik anak-anaknya.

Meskipun tidak bergeser, tanggungjawab pendidikan anak adalah 100% kewajiban orangtua secara mutlak. Oleh karena itu orangtua butuh partner, maka butuh sekolah dan pihak-pihak lain dalam mendidik anak-anaknya. Sekolah termasuk lingkungan memiliki peran strategis untuk menjadi mitra keluarga (orangtua) dalam mendidik anak-anak.

Pengalaman Pak Cah dalam diskusi dan riset di beberapa lembaga yang beliau terlibat didalamnya Jogja Public Center, Rumah Konseling Tangsel dan Rumah Keluarga Indonsia (RKI) ketika ada anak yang mendapat konseling dan treatment karena fenomena amoral, psikologis dan lain-lain yang destruktif, justru masalah utama sesungguhnya adalah pola asuh di rumah, justru masalah besarnya adalah di orangtua yang memiliki problem, shingga dalam banyak kasus yabg sesungguhnya perlu di konseling di treatment, dibenahi adalah orangtua atau keluarga tersebut.

Jadi, masih memisahkan peran sekolah dan rumah (orangtua)?.

Tunggu saja bermunculan fenomena yang lebih dahsyat dari yang saat ini kita khawatirkan. Kesimpulannya sekolah dan rumah harus bergandengan tangan dan kerjasama saling belajar dan terbuka dalam mendidik anak-anaknya, sehingga terwujud sekolah ramah mitra rumah.

Maka yang harus diperbaiki adalah tentang pola asuh.

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam pengasuhan orangtua terhadap anak-anak di rumah adalah terkait simbol-simbol di rumah, misalkan dalam gender, pakaian dan mainan. Kedua adalah hirarki, peran dan tugas masing-masing orangtua di dalam rumah. Dan ketiga, suasana di rumah apakah diwarnai dengan harmonis kedua orangtua atau pertikaian yang dipertontonkan kepada anak-anak.

Orangtua harus sadar betul bagaimana ketika terpaksa marah harus segera memahami tahapan marahnya.

Ada tiga tahapan marah, marah yang bisa dikondisikan, ada yang tidak bisa dikondisikan sampai mulai kecewa, dan ketiga ada intervensi fisik.

Sebagai orangtua pun harus memiliki pemahaman yang benar terhadap tahapan menyelesaikan konflik dan saling memahami antar kedua belah pihak. Minimal ada 5 level bagaimana konflik di rumah bisa diselesaikan.

1. Menghindari konflik; hit and run pada kebanyakan pria yang dominan rasional, memilih menghadapi atau kabur misalkan pada sebagian wanita yang dominan pilihan ditentukan oleh emosi atau perasaan.

2. Mencari solusi dan berdiskusi, dimana keduanya berupaya tetap berusaha mengkomunikasikan gap yang ada dalam permaslahan yang dihadapi.

3. Model kompetensi, salah satu diantara mereka mencari ide membuat formulasi penyelesaian masalah untuk menemukan solusi. Insiatif muncul bisa dari salah satu diantara mereka yang merasa paling tahu teknis penyelesaiannya.

4. Mengalah, kadang masalah yang ada hilang begitu saja ketika salah satu diantara mereka mengalah dan dibiarkan mengendap terkubur oleh kebaikan-kebaikan yang terus mereka upayakan.

5. Merelakan atau mengikhlaskan, level tingkat tinggi bagi kedua orangtua jika mengalami konflik. Mengikhlaskan adalah jalan terbaik mendapatkan keutamaan hidup dihadapan sang kholik, level ini beraifat transedental. Hanya mereka yang melakukan menemukan sensasinya.

Balai Belajar Masyarakat,

Bantul, 3 Januari 2018

Andri Yulianto (Catatan 1 hasil diskusi Tim HIACE 2 Baguru ke Maestro Guru dan Management Sekolah Alam Tangerang)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post