Anitya Wahdini

Anitya Wahdini lahir di Jakarta. Lulus dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, tahun 2005. Bekerja sebagai jurnalis di salah satu med...

Selengkapnya
Navigasi Web
Masih Ingat Kampanye Stay At Home?
Infographic by perupadata

Masih Ingat Kampanye Stay At Home?

Saya paham betul, belakangan ini untuk menjalani kampanye #StayAtHome pasti sulit. Setiap dari kita ada yang harus pergi keluar rumah untuk bekerja atau mengurus berbagai keperluan, seperti berbelanja, pergi ke bank, bertemu dengan klien, dan seribu satu urusan lainnya. Pun terkadang kita pergi keluar rumah untuk mengunjungi kerabat atau orang tua.

Sebenarnya bagi saya, hal itu sah saja. Terpenting adalah memperhatikan prioritas dan urgensinya. Kita keluar rumah karena memang ada kepentingan yang jelas dan sulit ditinggalkan, plus tetap mengedepankan protokol kesehatan dalam pelaksanaannya. Secara ketat.

Kalau yang pergi keluar rumah untuk rekreasi bagaimana?

Menurut saya, rekreasi itu penting untuk menjaga kesehatan, baik tubuh maupun mental. Hanya saja, di situasi pandemi seperti sekarang ini ada baiknya rekreasi disesuaikan. Pilihannya antara lain; rekreasi virtual, rekreasi dengan jumlah orang yang dibatasi (keluarga inti atau kerabat dekat saja), sampai pemilihan lokasi yang sedapat mungkin merupakan tempat terbuka, serta waktu kunjungan yang tidak ramai.

Hindari kerumunan dan perketat protokol kesehatan. Keduanya penting dan tak dapat ditawar.

Lalu, tiba-tiba kemarin kita mendengar pemerintah mengumumkan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jawa dan Bali kembali diberlakukan. Seolah semuanya mengulang kembali dari nol. Apa pasal?

Nah, ini sih menyangkut banyak faktor. Melonjaknya angka yang terinfeksi hinga menyentuh delapan ribu orang dalam satu hari tentu menjadi salah satu pemicunya. Tapi mari kita lihat dari dua faktor, yaitu pemerintah dan masyarakat.

Pertama, pemerintah sedari awal tidak cepat tanggap maupun punya konsep yang mapan mengenai penanganan pandemi ini. Kedua, mau tidak mau kita harus mengakui ada bagian dari masyarakat Indonesia yang tetap saya ngeyel dan bandel. Masih ada lho, yang menyepelekan, cuek pakai banget, bahkan memilih untuk tidak peduli.

Pernah lihat kan, orang yang keluar rumah tidak pakai masker? Mereka adalah salah satu contohnya!

Hmmm, ada lagi yang membuat saya ngeri. Mereka yang mengira covid-19 ini hanyalah sekedar hoax. Atau mereka yang lucunya menganggap covid-19 ini sebagai tabu dan kemudian menstigma para penderitanya. Bahkan pada beberapa jejaring sosial media, saya membaca ada yang sampai mengucilkan tetangganya yang terkena covid-19.

Kemudian ada mereka yang mengira bahwa covid-19 ini adalah azab dari Allah dan mereka terlalu suci sehingga yakin tidak akan terinfeksi. Aneh plus ngeri kan? Azab bisa jadi iya, akan tetapi siapakah kita merasa diri begitu suci dan menstigma para penderitanya? Allah pun tetap mewajibkan umatNya untuk berikhtiar di kala pandemi, bukan?

Masih ada lagi yang mengerikan, yaitu mereka yang demi gengsi semata, membuat hajatan besar!

Yah, bikin hajatan memang tidak salah, tetapi pemikiran saya sama seperti perkara rekreasi tadi. Perhatikan urgensi, peserta dibatasi, tempat dibuat seterbuka mungkin, dan protokol kesehatan wajib dijalankan secara ketat. Soalnya, tak dapat dipungkiri memang ada hajatan atau kegiatan yang tidak bisa ditunda atau dibatalkan. Pernikahan, misalnya.

Jadi, poin penting di sini adalah jangan hanya membuat hajatan karena gengsi atau sekadar prestise biar dipandang kaya atau keren. Tidak akan ada gunanya. Bahaya! Keselamatan kita bersama jadi taruhannya.

Lalu, masih ada lagi yang tak kalah bikin merinding. Ini yang sering saya temui, baik di sosial media maupun dari selentingan sana-sini.

"Ah, pasrah saja. Engga bakal kena. Tuh, buktinya gue jalan-jalan dan bikin acara besar bersama rombongan, aman saja. Tidak sakit."

Aduh, ngeri ya yang punya pemikiran seperti itu? Saya cuma bisa menjawab (dalam hati), "Iya, bersyukurlah kamu sehat karena daya tahan tubuhmu kuat. Akan tetapi, tanpa kita sadari, kita bisa jadi carrier dan menularkan virus ke orang lain yang daya tahan tubuhnya lebih lemah, lho!"

Semua itu bisa terjadi tanpa disadari. Kalau sudah begitu, apa bukan berbuat dzalim namanya?

Intinya, di masa pandemi ini semua harus saling mendukung dan menguatkan. Akal sehat dan hati nurani untuk berempati jangan lupa dipakai! Protokol kesehatan harus selalu dijalankan secara ketat, seaneh apa pun orang berpikir tentang kita yang berusaha disiplin ini.

Semoga kita selalu diberikan kesehatan, keselamatan, kesabaran, dan kekuatan dalam menghadapi pandemi ini. Tetap semangat untuk semua! Dan ya, kalau bisa jangan lupakan kampanye #StayAtHome ya...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa ulasannya Bu..terima kasih

07 Jan
Balas

Terimankasih, pak. Salam :)

07 Jan



search

New Post