Anne M. Anwar

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Biar Kutunggu diPintu

Biarku Tunggu DiPintu

Sekarang jam berapa sih jay? Aku ngantuk nech. Semalaman aku gadang. Aku senang sekali dapat gadang bareng kakak laki-lakiku. Saat disuruh tidur sama bunda, aku bilang bahwa aku masih pengen menggambar. Lalu bunda pun faham dan bilang padaku, setelah selesai menggambarnya aku harus segera tidur biar ga kesiangan. Aku ikuti perintah bunda sambil kukatakan siap! Aku pasti akan tidur segera ya bun!

Besok ada latihan silat. Aku dan kawan-kawan diperintahkan ibu guru untuk datang dan berlatih dengan baik. ‘Selain silat akupun suka bernyanyi mulai dari nyanyian anak-anak sampai nyanyian orang tua, hehe aku suka bernyanyi’. Sibocah manis mulai bertutur pada kakaknya yang terpaut umur tidak lebih dari 5 tahun.

Di sekolahku ada beberapa guru. Mereka baik dan begitu perhatian pada murid-muridnya. Kalau saja dari kami ada yang berantem, pasti ibu dapak guru itu datang, menemani kami dan memeluk kami seperti keluarga kami dirumah. Ah aku sayang sama ibu bapak guruku disekolah. Aku lihat ada satu guru yang berbeda dari guru-guru lainnya. Dia bernama ibu Fata Rania putri. Kami biasa memanggilnya bu Rani. Diantara beberapa guru yang ada, Ibu guru Rani selalu bersiap menemani Arya. Perhatiannya pada anak itu begitu tinggi. Ya memang salah satu tugas guru adalah membantu, melayani siswa-siswanya tatkala sedang mengalami sebuah masalah. Seperti yang dialami Arya, dua hari yang lalu. Arya menangis tiba-tiba. Peristiwanya berawal ketika jam pulang tiba, tak ditemuinya sang penjemput.

Ibu guru Rani hendak akan mengambil buku cerita yang tertinggal dikelas, mendapati seorang siswa yang amat dikasihinya menyendiri dikolong meja kelas. ‘loh... Arya lagi apa?’, disekitar kelas itu tak tampak murid lainnya karena memang saat itu sudah waktunya pulang. Sambil menghampiri dan membungkukan badannya, Bu Rani menyapa hangat anak itu. sedikitpun, Arya tak menggubris ucapan sang guru tadi. Tingkah Arya tambah aneh, dalam diam diapun pasang wajah memelas saat waktu tepat menunjukan pukul dua belas siang. Rani sang guru Taman Kanak-kanak yang jelita, penyayang tetap sabar dan berusaha menyapa Aria dengan sentuhan lembut sebagai orang tua. Ibu Rani berbisik, Arya sayang ada apa? Adakah yang sudah menyakitimu? Ayo nak, bicara ke ibu. adakah yang bisa ibu lakukan untukmu? Ibu Rani ini sahabatmu Arya. Ibu Ranimu ini teman baik orang tuamu. Ayolah bercerita sama ibu. Sayang! Ceritakan semua tentang kesedihanmu saat ini. Ibu sayang kamu Arya. Pasti ibu bersedia membantumu, Arya sayang, semua sayang kamu.

Apakah yang menyebabkan kesedihanmu. Mengapa kamu sampai tidak mau bicara sama ibu? Kamu berselisih dengan kawan-kawanmu tadi? Tak ada yang akan menyakitimu Arya. Lihatlah Doni sahabatmu selalu menunggumu saat antri mainan, Salwa selalu menjagamu dari gangguan dira, sopi dan winapun setiap hari selalu mengajakmu pergi bersama kesekolah agar tidak kesiangankan? Ibu, bapak guru disekolah ini dan semuanya sayang Arya.

Kabar kepergian Rani sahabat Arya, dari rumah neneknya sampai juga ke sekolah. Pagi itu, ibu dan bapak guru mengajak seluruh siswa untuk membaca doa bersama. Mengapa Rani pergi meninggalakan rumah tanpa sepengetahuan orang tuanya? Ternyata, hal sepele saja. Karena dia merasa kecewa, dia tidak pernah mendapat uang jajan yang sama dengan saudara-saudaranya. Rani berpikir neneknya telah memperlakukan dia dengan tidak adil. Dia selalu pilih. Dia merasa sendiri, tidak mendapat kasih sayang yang sama dengan saudara-saudaranya. Rani merasa hidupnya tidak beruntung. Orang tua yang semestinya bisa mengayomi anak-anaknya, yang terjadi malah sebaliknya Hampir separuh dari kehidupan Rani dipenuhi berbagai kesulitan hidup.. Itu sepenggal pengakuan Rani yang selama ini berhasil diinventarisir oleh, sahabatnya.

Diusianya yang relatif masih kanak-kanak, Rani terlihat lebih dewasa dalam tingkah kesehariannya dibanding kawan-kawan sebayanya.tak heran jika kematangan jiwanya tumbuh lebih cepat. Rani kecil tidak termasuk sosok anak yang manja. Dia dijuluki ‘kakak bersama’ oleh teman-teman dan ibu bapak gurunya disekolah. Anak itu berperangai baik, tidak banyak bicara, peduli, senang bekerja sama, mandiri, dan humoris. Dialah sahabat terdekat Arya.

Dalam beberapa kesempatan Arya ditolong Rani. Diantara mereka terjalin persahabatan yang begitu kental. Teringat dalam benak siapa pun yang sempat mengenal mereka. Suatu ketika dalam sebuah perjalanan pulang. Arya kembali mengalami hal serupa. Dia terabaikan dari pantauan keluarga sang ibu. Alhasil saat pulang sekolah, dia terlupakan dari ingatan keluarga. Dihari yang naas itu tak dijumpai satu orangpun yang bersedia pulang searah dengan Arya. Ibu guru telah mengusahakan agar Arya dititipkan saja pada orang tua siswa yang rumahnya berdekatan.

Namun hampir semua siswa yang hadir disekolah hari itu, rumahnya tidak berdekatan, melainkan berlawanan arah. Akhirnya Aryapun pulang ke rumah dengan hanya ditemani Rani sang sahabat. Sesampainya di depan rumah, dia tidak langsung masuk halaman dan menuju ruang bagian dalam rumahnya, melainkan dia hanya berdiri didepan pintu. Beberapa ketukan pintu diberikan Rani, namun si pemilik rumah tiada bergeming. Sampai akhirnya Rani dan kakaknya berpamitan pada Arya untuk pulang, anak itu tetap tidak mau masuk rumah sebelum ada tuan rumah membukakan pintu dan mempersilakan masuk. Arya kecil bertahan, sambil berkata lirih ‘biarku menunggu dipintu’.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post