TerimaKasih Ibu

Arda baru saja bangun dari lelapnya tidur. Dia terlena dengan mimpi-mimpi indah malam tadi. Program televisi telah membuyarkan rencana-rencana yang ada dalam pikirannya. Sebuah siaran langsung yang sangat menarik hati Arda telah ditampilkan. Derbi dari kedua tim favouritenya bertanding tangguh malam itu. Bagaimana tidak? ditengah liburan semester ini, sebuah benda berukuran besar yang dulu dianggap ajaib telah di sewa Arda jauh-jauh hari dengan uang tebusan hasil tabungan yang berhasil dikumpulkannya selama satu tahun.

Seorang perempuan paruhbaya, bergegas masuk ke sebuah kamar yang berukuran tidak terlalu besar. Ruangan itu terletak disebelah kanan ruang tamu. Ya, itulah kamarnya Arda sang buah hati. Di tempat itu sang anak sanggup berdiam diri sampai berhari-hari tanpa seorang teman jika apa yang diinginkannya tak jua terkabulkan. Perempuan tadi tiada lain ialah ibunya Arda. Dia berperawakan tinggi semampai, berkulit putih bersih, dengan mata berukuran besar, dan rambut hitam legam segera mendekati sebuah pintu kamar. Sambil mengucapkan salam, diapun berkata.

“Sayang, kamu sudah bangun?” panggilan sang ibu tak berbalas. Sunyi senyaplah ya bu Yuli tuai dari usahanya yang pertama. Lalu, “Arda shaleh kamu sudah bangun, dan segera shalatlah!, Tengoklah petanda waktu dihadapanmu, ayo segera lakukan kewajibanmu hari ini!”, “Ibu tidak mau peristiwa yang sama terulang lagi, Arda! Ingat itu!”. tetap saja, sang anak nampak tidak bergeming sedikitpun. “astagfirulloh Arda kamu dengar ibu, nak?” “baik , ibu hitung mundur sampai 5, kalau saja masih begini ibu dobrak kamarmu!”. Rasa geram sang ibu mulai memuncak, membuncahkan energi dan fokus pikirannya pagi itu. namun tak urung, sang anak tetap saja asyiik dengan dunia malasnya. Peristiwa serupa sering dialami bu Yuli. Tampak jelas betapa telah bersahabatnya sang ibu dengan peristiwa demikian, akibat kelakuan sang anak.

Ibu Yuli berprofesi sebagai pengajar disalah satu sekolah taman kanak-kanak dikampung itu. Selain mengajar, diapun piawai dalam dunia manjahit. Hasil jahitanyanya banyak disukai orang. Kualitas kerja bu Yuli dalam menjait sampai juga ke telinga para pejabat dikota kecamatan. Maka tak heran disetiap tahunnya, dia selalu kebanjiran pesanan dari para pelanggan setianya. Tidak hanya mereka yang berduit yang bu yuli layani dalam hal menjahit, bahkan siapapun yang berkenan dengan kualitas jaitan bu Yuli tidak akan ditolaknya.

Dengan kerendahan hatinya bu Yuli sering membantu mereka yang mengalami kesulitan hidup. Beberapa orang tetangga yang kebetulan memerlukan pekerjaan sering dilibatkan langsung dalam menyelesaikan pekerjaanya sebagai seorang penjahit. Sang guru yang juga penjahit itu pun, tak jarang memberikan potongan harga sebagai harga damai dalam menentukan upah jaitannya. Jika memang pelanggan tersebut mengatakan tidak memiliki cukup uang untuk membayar upah jaitan secara penuh.

Setelah bercerai dari suaminya, ibunda Arda lebih sering menyibukan diri dengan berbagai kegiatan yang menguntungkan pundi-pundi perekonomian keluarga. Peristiwa perceraian ini berawal dari sebuah perselingkuhan kejam yang dilakukan sang suami. Namun hal ini tidak menggentarkan hati bu Yuli. Ya, sebagai seorang ibu yang juga berperan sebagai ayah sang pencari nafkah, bu Yuli rela mengabdikan dirinya sepenuh hati demi masa depan sang buah cinta mereka. Benarlah adanya, pasca perceraian yang dialaminya, sang bunda menemukan perubahan hidup yang melesat hebat jauh melebihi kondisi ketika masih berkumpul dengan mantan suaminya. roda perekonomian keluarganyapun terbilang lebih mapan.