Anni Manalu

Menjadi "Oase dan Dian" di salah satu sekolah YPK-Don Bosco, Medan - Sumatera Utara, Berasal dari keluarga Guru, dan mendedikasikan hidupku sebagai Guru. Saya b...

Selengkapnya
Navigasi Web
Berkarya di Ujung Senja
Foto: AR

Berkarya di Ujung Senja

Lomba Menulis Juni 2023

Berkarya di Ujung Senja

Suatu karya yang tercipta dari hati, dan dengan cinta yang besar, hasilnya luar biasa. Bahagia lahir dan batin. Terkait nilai suatu karya bagi setiap individu tidak akan selalu sama. Bagi individu yang minim karya, akan sedikit memberi apresiasi dan boleh jadi hanya sebatas pemberi kritik. Bagaimana dengan Anda yang senang berkarya? Boleh jadi apresiasinya jauh berbeda. Sejatinya pembuat karya adalah pencinta karya. Sekecil apa pun karya yang diciptakan orang lain, baginya itu bernilai. Apalagi jika karya yang diciptakan oleh diri sendiri. Wow. Ada kenikmatan tersendiri.

Menyandang status guru selama 20 tahun bukanlah waktu yang singkat. Selama itu pula, saya sudah berkarya mengajar dan mendidik anak-anak bangsa. Kini, di pengujung senja, karya saya dipertanyakan oleh diri saya sendiri. Seberapa banyak karya yang saya torehkan demi anak negeri ini? Saya refleksi diri, dan sadar diri. Apa yang saya karyakan masih sangat jauh dari kata sempurna. Karya saya belum apa-apa. Saya pun bukan siapa-siapa di antara mereka yang hidupnya penuh karya.

Satu tahun pertama menjadi guru, rasa senangnya luar biasa. Senang karena sudah mengajar sebelum wisuda. Saking semangatnya mengajar, saya siap mengampu tiga mata pelajaran sekaligus. Saya adalah guru PPKn, guru Antropologi, dan guru Sosiologi. Hampir di setiap minggu, saya jungkir balik membagi waktu dan pikiran agar tetap seimbang. Huh. Nggak terbayangkan bagaimana repotnya mengajar tiga mata pelajaran sekaligus di hari yang sama. Semuanya saya nikmati.

Waktu bergulir, dan kurikulum berganti. Pemerintah menggalakkan pentingnya ekstrakurikuler di sekolah. Selanjutnya, sekolah tempat saya mengabdi membuka kegiatan ekstrakurikuler. Sebagai pembina ekskul Marching Band, membawa tim ikut lomba dan mendapatkan piala adalah kebanggaan tersendiri. Ada rasa bahagia, senang, bangga dengan tim, dan keinginan berkompetisi di kesempatan berikutnya. Awalnya mengajar sebatas kelas, akhirnya ke luar kelas yakni kompetisi antar corps Marching Band. Mengabdi dan berkarya rasanya sesuatu banget.

Masih mau berkarya? Sudah pasti. Sejak pertengahan Mei 2020, saya mengenal Media Guru Indonesia dan blog Gurusiana. Saya pun bergabung saat kesempitan dalam kesempatan. Pandemi yang merambah ke seluruh negeri memberi saya hidayah. Sekolah ditutup tapi bukan berarti otak saya drastis langsung tutup. Sialnya saya, waktu itu begitu berani menulis receh di blog Gurusiana. Tulisan tak bermakna tapi saya begitu menghargainya.

Tiga tahun bergabung di Media Guru Indonesia, banyak pelajaran dan pengalaman yang saya dapatkan. Saya termotivasi belajar dan belajar menulis. Yang awalnya begitu sulit menuliskan satu kalimat, lama kelamaan jadi habituasi. Menulis itu seperti dopamin. Saya ikut tantangan guru menulis di blog Gurusiana. Babak tantangan pertama gagal. Saya coba lagi. Pada babak tantangan kedua, gagal lagi di tangga 174. Saya coba lagi, dan lagi hingga berhasil. Saya lolos tantangan menulis tanpa jeda 365 hari. Wow. Perasaan senang melambung ke langit. Tapi sayang, setelahnya saya sudah remidi 5 kali. Lagi nggak mujur.

Memiliki karya tentulah menyenangkan. Setelah punya satu buku, efeknya jadi ingin dan ingin lagi buku-buku berikutnya. Jika ada lomba bulanan di Mediaguru Indonesia, sebisa mungkin saya ikut demi antologi. Untuk mengasah kemampuan menulis, hingga detik ini, saya tetap setia di No Baper. Komunitas pegiat literasi di bawah bimbingan mentor inspiratif Mas Eko Prasetyo (Pemred Mediaguru). Memiliki 3 buku solo, 25 antologi bersama No Baper dan komunitas lainnya, nyatanya belum cukup. Tak ada kamus untuk berhenti menulis. Saya memang bukan penulis populer, tapi passion saya saat ini ialah menulis.

Jika pemilik semesta mengizinkan, pengalaman saya di Program Pendidikan Calon Guru Penggerak, nantinya jadi buku. Jika Anda bertanya Mengapa saya menulis? Jawabnya sederhana. Terapi hidup. Dengan menulis maka otak, hati, jiwa, dan pikiran pulih kembali. Menulis menjadikan hidup lebih bermakna. Usia senja sudah menyapa, tapi dengan berkarya hidup jadi lebih baru. Darah tetap muda walau raga menua. Terima kasih. Salam Literasi.

Profil Penulis

Anni Manalu, lahir di Dano Julu, 29 November 1977. Lulusan S1 Unimed tahun 2002. Pecinta sastra, marching band, dan senang menulis puisi. Aktif menulis di blog Gurusiana, serta tercatat sebagai anggota dari Media Guru Indonesia (MGI) dan Perkumpulan Pendidik Penulis Sumatera Utara (PPPSU). Karya yang dihasilkan: Novel My Diary (2018), Hru Mehter Ryu (2021), Kumpulan Puisi: Percaya, Harapan, dan Cinta (2022), dan puluhan buku antologi: No Baper. Penulis dapat dihubungi melalui WA: 082160388805. Email: [email protected].

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya, Bunda. Smg kita tetap semangat menulis dan berkarya. Sukses selalu

09 Jun
Balas

Amin. Terima kasih ya Bu. Semangat yang sama buat Ibu.

10 Jun

mantap

09 Jun
Balas

Terima kasih Bu. Salam sukses selalu buat Ibu.

10 Jun

Terima kasih...

08 Jun
Balas

Kereen...sukses selalu Bu Anni.

08 Jun
Balas

Terima kasih Bu. Salam Sehat Selalu ya.

09 Jun

Luar biasa

08 Jun
Balas

Terima kasih... Salam Literasi Pak.

09 Jun



search

New Post