Anni Manalu

Menjadi "Oase dan Dian" di salah satu sekolah YPK-Don Bosco, Medan - Sumatera Utara, Berasal dari keluarga Guru, dan mendedikasikan hidupku sebagai Guru. Saya b...

Selengkapnya
Navigasi Web
Transformasi Guru Masa Kini
Foto AR: Sumber Media Guru Indonesia

Transformasi Guru Masa Kini

Transformasi Guru Masa Kini

Oleh: Anni Manalu

Sejatinya guru akan senantiasa siap berubah ke arah yang lebih baik. Transformasi dan upgrade diri. Tatkala semua tanggung jawab mengajar, mendidik, dan mencerdaskan anak bangsa terlaksana dengan hati tulus, maka kebahagiaan meliputi diri. Tidak bisa juga dimungkiri, bahwa ada kalanya rasa jenuh mengudara di kalbu. Hal ini sangat wajar sebab guru bukanlah maha guru, tetapi manusia biasa yang tidak sempurna.

Kini, ada banyak hal yang berubah dalam sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum merdeka yang menjamin setiap guru, kapan, dan di mana pun untuk siap mengajar sesuai filosofi pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara. Bukan guru sentris. Diteladani, digugu, membangkitkan semangat belajar murid, dan setia mendorong murid menggapai masa depan gemilang adalah guru sejati. Harapan besar di tahun 2045 tercipta “Generasi emas yang berciri profil pelajar Pancasila”.

Lantas, bagaimana mewujudkan generasi emas? Apakah ini hanya impian semata, atau sekadar drama panggung? Jawabnya tidak! Inilah impian besar bangsa Indonesia saat ini. Perubahan besar berawal dari perubahan kecil, dan dalam ruang lingkup yang sederhana yakni guru di sekolah. Jujur saya katakan, sebelum menjadi guru penggerak, saya merasa bahwa mengajar itu adalah beban, sebab saya bertindak sebagai guru sentris. Sejak bertransformasi di program pendidikan guru penggerak, saya adalah guru yang senantiasa tergerak, bergerak, dan menggerakkan terciptanya perubahan positif.

Murid adalah masa depan bangsa. Bagi saya, murid diibaratkan tujuan yakni rumah di masa depan. Oleh karena itu, sudah semestinya saya membangun dasar rumahnya terlebih dahulu. Memastikan setiap dasar sudah kuat, kokoh, dan tangguh. Dengan kata lain, setiap murid dibekali dasar pengetahuan, keterampilan, dan skala sikap (karakter) yang unggul.

Adapun wujud transformasi yang saya lakukan di tahun ajaran baru ini adalah sebagai berikut:

Pertama, Membuat kesepakatan kelas. Misal, saling menghormati, menjaga kebersihan kelas/sekolah, rajin dan tekun belajar, dan menggunakan gadget secara bijak. Hal ini adalah keyakinan bersama dan nantinya menjadi budaya positif sekolah.

Kedua, Memastikan setiap kelas dalam kondisi well-being, sebab mind fulness sudah tercipta. Sebelum pembelajaran berlangsung, saya mengajak murid-murid melakukan ice breaking, dan mind fulness tipis-tipis. Dengan ice breaking ini, murid-murid semakin termotivasi belajar, dan rasa bahagia belajar tercipta.

Ketiga, Menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Saya senang menerapkan ini. Mengapa? Sebab murid belajar merdeka sesuai kodrat zaman dan kodrat alamnya. Setiap murid diberi kebebasan bertanggungjawab menyelesaikan tugas belajarnya sesuai potensinya masing-masing.

Keempat, Berpikir pada aset. Menurut pendapat Green dan Haines (2002), bahwa ada tujuh aset utama atau modal utama dalam pengembangan komunitas berbasis aset, yaitu modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal finansial, modal politik, dan modal agama dan budaya. Murid (modal manusia) adalah aset utama yang wajib ditumbuhkembangkan segala potensinya sesuai kodratnya.

Kelima, Belajar coaching. Bagi saya, coaching adalah bagian transformasi diri untuk memberi manfaat bagi orang lain. Saya berharap melalui coaching saya semakin mampu untuk mengembangkan diri dan orang lain, memimpin pembelajaran, memimpin pengembangan sekolah, memimpin manajemen sekolah, dan meningkatkan kompetensi kepribadian. Dengan tantangan yang beragam saat ini, sudah semestinya guru bertransformasi meningkatkan kompetensi problem solving dan decision making.

Keenam, Literasi di kelas. Pada jam literasi, saya menuntun dan meminta murid untuk menyampaikan pokok utama dari apa yang dibaca, dilihat, dan didengar oleh murid. Tindak lanjutnya, dengan memotivasi murid ikut tantangan menulis 30 hari tanpa jeda. Dari tiga kelas, ada sepuluh murid yang mau melakukannya. Sejak awal Agustus, dua orang di antaranya menulis rutin 19 hari, dan delapan lainnya sudah mengulang (remidi) menulis. Lalu kata mereka "Bu, menulis tantangan itu berat ya, Bu". Dan saya tersenyum menjawabnya.

Saya tahu, bahwa apa yang saya lakukan masih jauh dari kata sempurna. Sejauh ini, saya konsisten melaksanakannya. Semoga titik-titik air mampu membasahi tanah gersang. Perubahan kecil yang saya lakukan, akan berbuah manis di masa depan. Tercipta generasi emas yang berciri profil pelajar Pancasila. Semoga. Terima kasih.

Pofil Penulis:

Anni Manalu, lahir di Dano Julu, 29 November 1977. Lulusan S1 Unimed tahun 2002. Pecinta sastra, marching band, traveling, dan senang menulis puisi. Anggota blog Gurusiana, serta tercatat sebagai anggota dari Media Guru Indonesia (MGI) dan Perkumpulan Pendidik Penulis Sumatera Utara (PPPSU). Karya yang dihasilkan: Novel My Diary (2018), Hru Mehter Ryu (2021), Kumpulan Puisi Percaya Harapan dan Cinta (2022), dan beberapa buku antologi: No Baper. Penulis dapat dihubungi melalui WA: 082160388805. Email: [email protected].

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren semoga menang ya bun

21 Aug
Balas



search

New Post