Anny Faiz

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
NOKTAH MERAH DIBALIK LOMBA

NOKTAH MERAH DIBALIK LOMBA

Romantika kehidupan bagai siklus tidak seperti yang kita harapkan selalu manis dan indah. Ada kalanya ritme yang pahit yang harus kita rasakan sebagai noktah merah dalam kehidupan.

Ajang bergengsi yang dilaksanakan setiap tahun di tingkat Sekolah Dasar adalah lomba-lomba. Piala yang gemerlap dan hadiah menarik dipersiapkan jauh hari. Usaha mengikuti lomba untuk menjadi yang terbaik menjadi animo besar semua peserta. Sportifitas, sebagai simbol suci yang kita agungkan semoga tidak hanya slogan belaka.

Contoh yang tak dapat dipungkiri, ketika menjelang berbagai lomba di sekokah dasar, para guru super sibuk membimbibg siswa dengan seluruh kemampuannya dan mencarikan perlengkapan yang diperlukan untuk lomba agar menjadi yang terbaik/dapat juara, terkadang harus menunda ibadah, melupakan keluarga, lembur disekolah sampai sore demi lomba. Tenaga dan dana yang dibutuhkan tidak menjadi masalah. Apapun diusahakan secara maksimal. Bahkan tujuan lomba terabaikan. Citra lomba jadi ternoda. Naif bukan?

Tertutup oleh keambisian segala cara dilakukan. Curangnya yuri yang saling berpihak semakin mencoreng kesucian nilai lomba. Pencarian bakat yang berpotensi harusnya menjadi opsi lomba. Tapi, dapatkah itu murni? Enol besaar.

Terkadang peserta yang kurang pantas sebagai pemenang justru jadi juara, karena ada pihak-pihak yang egoisnya tinggi, ambisinya memuncak ingin mendapat citra baik sebagai juara. Dengan kondisi itu hanya melobi yuri yang bisa mereka harapkan untuk mereka kelabuhi memenuhi ambisinya agar menang. Sebagai yuri harus menjaga sportifitas setinggi-tingginya. Rupanya itu terabaikan. Mental para yuri masih sangat berpihak di salah satu peserta otomatis nilai sportifitas hilang berganti kecurangan. Naif sekali!!! Entah kemana nurani yuri bisa diperbudak oleh ambisi. Jadi tak punya harga diri.

Satu contoh siang itu ketika aku mendampingi peserta didikku di salah satu lomba menyanyi tunggal di tingkat kecamatan Sawahagung. Panitia mengumumkan hasil lomba. Juara satu SD A dan juara dua SD B dan seterusnya. Begitu nyaring kudengar jelas sang juara dibacakan. Banyak mata melihat dan telinga mendengar ketika salah satu peserta tampil menyanyikan lagunya ada kesalahan fatal karena terdiam sejenak kurang hafal lirik lagunya, kualitas suaranya biasa saja tapi mengapa justru menjadi juara? Kejadian itu sudah dua kali dalam dua tahun.

Dengan kecewa kuajak pulang peserta didikku karena tidak masuk nominasi juara. Terlihat wajah pucat pada peserta didikku, kulihat air mata mengalir dipipinya. Kupeluk dengan lembut sambil kuberi semangat agar tidak kecewa. Tetapi justru semakin keras dia menengis semakin erat memelukku. Butir airmataku ikut bersimbah. Kubiarkan dia menangis dalam pelukanku agar dia lega mencurahkan kecewanya.

Kusadari betapa kecewa sekali karena sudah berlatih berhari-hari dengan penuh semangat. Aku bisa merasakan betapa sangat kecewa hatinya. Dalam hatiku juga heran kenapa tidak masuk nominnasi sang juara padahal kualitas suaranya bagus dan tampilan juga maksimal. Justru menurut penilaianku dia bisa menjadi juara satu, tetapi aku tak tahu bagaimana yuri menilai????

Bukan aku kecewa karena peserta didikku kalah, tapi karena yang menjadi juara tidak berkualitas. Dimanakah letak sportifitasnya??? Apakah pada uang? Dengan nilai nominal berapakah kejujuran dijual? Apakah pada kekuasaan? Apakah karena takut dengan intimidasi? Yang jelas sang juara adalah sang ambisi, dan ambisi meninggikan harga diri untuk dipuji !! Hanya itu yang dapat aku simpulkan.

Contoh yang kedua dalam lomba cipta puisi yang jelas-jelas hasil bisa dilihat. Menurutku jauh lebih bagus hasil ciptaan puisi dari peserta didikku. Baik dari kaidah bahasa, Bunyi, diksi, imajinasi, rima, keefektifan bahasa, estetik dan tulisan menurutku sangat tidak pantas sebagai juara. Namun aku sudah bisa menebak disetiap lomba yang menjadi yuri sebut saja nama samaran adalah mbok lenthis, yang menang pasti sekolahnya sendiri. Itu sudah menjadi ciri khas dari kinerjanya.

Yang sangat aku heran, mengapa yuri seperti itu selalu,dan selalu dipakai. Apakah tidak ada yang lebih profesional dari dia ? Alangkah naifnya keprofesionalan, kejujuran tergadai hanya karena ambisi ingin juara dengan cara kotor. Aku katakan kotor karena menginjak yang harusnya menang terdepak dan terlempar jauh.

Kebanggaan sang juara dan para pembinanya tampak berbinar –binar, sorak sorai penonton riuh ketika sang juara dipanggil namanya untuk menerima piala dan piagam. Dengan bangga berfoto ria dengan piala yang mereka dapat dengan berbagai pose yang dishare diberbagi media sosial. Ucapan selamat mereka terima dari berbagai pihak dengan senyum kebanggaan.

Apakah keberhasilan dan kesuksesan itu harus diukur dengan menangnya kejuaraan? Diukur dengan banyaknya piala yang kita pajang atau setumpuk piagam penghargaan??? Naif sekali, Hanya sia-sia dibalik bangganya piala ternyata banyak dusta.

Tidak hanya lomba dikalangan peserta didik yang punya catatan merah! Bagi kalangan guru mungkin tidak asing lagi adanya guru berprestasi yang layak disebut Gupres. Pada lomba gupres yang pernah kuikuti hampir sama dengan lomba peserta didik. Sebagai peserta lomba yang mewakili kecamatan Sawahagung di tingkat kabupaten Sawahadem merupakan beban berat. Segala persiapan kulakukan dengan maksimal. Dari persiapan akademik sampai non akademik dan semua sarana pendukung yang berupa bukti fisik aku buat dengan maksimal. Pembuatan potofolio yang sangat membutuhkan kerja keras kulalui dengan lembur hampir setiap hari.

Dengan bantuan dan suport suamiku semua terasa nikmat. Rasa lelah dan kantuk kubuang demi terselesaikannya portofolio yang sebagai syarat mutlak gupres. Kupelajari semua soal-soal dari berbagai sumber. Kubuat strategi pembelajaran berbasis produk dengan didukung media pembelajaran berupa kincir air bertenaga angin. Pembuatan media membutuhkan waktu empat hari. Bahan kuperoleh dari limbah kipas angin yang sudah rusak. Berkat bantuan suamiku saat ngeprint, membuat media, mencetak portofolio, dan semua yang berkaitan gupres dapat terselesaikan dalam kemudahan.

Sebelum subuh dengan mesra suamiku membangunkanku. Segera kami bergegas kemasjid untuk menumpahkan seluruh rasa pada sang khalik yang Maha Agung, tempat kami bergantung.

Karena jarak tempat lomba dengan rumahku membutuhkan waktu satu jam, kuberangkat lebih awal agar tidak terlambat. Media pembelajaran yang kubawa dan semua bukti fisik serta portofolio hampir satu mobil penuh. Dengan langkah pasti ku yakinkan diri agar tampil maksimal.

Ketika sampai tempat lomba sudah ramai peserta. Segera kuisi daftar hadir dan kuambil nomor undi. Tes tertulis kulalui. Kuanggap semua mudah karena hanya soal kompetensi guru, berbagai peraturan mentri, administrasi kelas, Penilaian Kinerja Guru, pembuatan soal dari validitas, reliabilitas adalah makananku sehari-hari dan tentang materi pelajaran kelas enam.

Tes wawancarapun kuanggap mudah karena seputar strategi pembelajaran yang kuciptakan, media pembelajaran yang kubuat dan PTK sebagai bukti fisik dari strategi dan media yang telah kubuat. Dengan detail yuri menanyakan hasil dan penerapan strategi serta media yang kubuat. “ Motivasi apa yang mendasari anda membuat strategi dan media?” Bagaimana dampaknya?” Jelaskan kelebihan dan kelemahannya! Apapkah cocok strategi dan media yang anda ciptakan untuk diterapkan pada semua kelas dan semua pelajaran?” Itulah sederet pertanyaan dari yuri yang selalu kuingat.

Semua ku jawab dengan mantap dan kubuktikan melalui power point. Melihat tampilan bukti fisik yang kuperlihatkan yuri bertanya. “Wow luar biasa. Dimana anda lakukan pembelajarannya” Dilingkungan sekitar sekolah kami, peserta didik kami ajak belajar diluar kelas. Disana ada pabrik tahu, ada budidaya benih lele, pembuatan telur asin, usaha mebel, dan peternakan bebek”.Bagaimana hasil produknya?” Kutampilkan semua produk buatan peserta didikku yang apa adanya. Yuri terheran-heran, “luar biasa”, itu komentarnya. Tampilanku juga apa adanya tanpa ada rekayasa sedikitpun. Dalam hatiku berfikir kalau aku dapat prestasi ya karena bukan hasil dari kebiri tapi murni. Sehingga barokah. Itulah seputar tes lisan yang kualami.

Selesai tes lisan, pemeriksaan bukti fisik. Satu persatu diperiksa yuri. Dari Semua peserta tidak ada yang membawa bukti fisik, menurut mereka sudah difoto. Hanya aku yang paling banyak membawa bukti fisik. Aku semakin mantap dapat mencapai hasil maksimal agar tidak memalukan kecamatan yang mengirimku.

Kriiit! Bunyi pintu berderit saat ruang yuri ada yang masuk. Terlihat beberapa wanita bos-bos yang menurutku adalah atasan para peserta gupres. Beberapa peserta ada yang berkomentar, “lihatlah yang menang pasti yang bosnya masuk ruang isolasi”. Aku membantahnya, “Jangan begitu” Ruang isolasi adalah ruang yuri untuk menghitung nilai peserta. Siapapun tidak boleh masuk. Tapi aku tak tahu kok ada juga petinggi yang masuk. Semoga tidak menjadi virus, itu fikirku. Aku tak tahu apa yang dilakukannya didalam.

Hampir setengah enam sore yuri belum selesai merekap nilai. Peserta diperbolehkan pulang. “Hasil pengumuman diumumkan dua hari lagi melalui telfon dan kepala dinas masing-masing”. Itulah pengumuman dari panitia. Sebelum pulang sempat kutanyakan pada salah satu yuri . “Saya gimana pak?” Oh portofolionya tertinggi, aku sampe cape melihat banyaknya bukti fisik anda”. Aku yakin dengan tes teretulis, tes lisan, dan bukti fisik yang terangkum pada portofolio pasti tidak memalukan daerah yang kuwakili. Walaupun tidak masuk juara setidaknya tidak pada rangking bawah Itu fikirku.

Menjelang pulang beberapa peserta sempat berkelakar “Kalau jujur harusnya anda yang menang” sambil menunjukku. Aku jawab “Kok begitu” Iya dari ijasah sudah S2, tampilan portofolio sudah tampak tebal dan berisi, bukti fisik oke, media pembelajaran yang dibawa juga banyak .” Itu menurut teman-teman peserta.

Aku pulang dengan harap-harap cemas. Ditengah perjalanan suamiku berkata” sertifikasi bapak cair yank, ibuk ingin apa ”. Aku bahagia sekali mendengarnya. Tapi belum terfikir mau minta apa. Tak lama berselang telfon suamiku berdering, ada suara tangisan dari penelfon. Ternyata dari adik iparku bahwa ibu mertuaku harus dioperasi. Dana yang dibutuhkan sebesar duabelas juta. Kami putar balik menuju rumah sakit. Dengan agak kecewa suamiku berkata “Maaf ya sayang gimana kalau dana sertifikasi itu kita gunakan untuk ibu dulu?” Dengan mantap kujawab” Iya, tidak apa-apa, itu sangat bermanfaat”

Operasi berjalan lancar, suamiku seperti kecewa tidak jadi membelikan sesuatu untukku. Kami pamit pulang karena ada kakak dan adik yang menunggu. Sampai dirumah kuhibur dia” alhamdullillaah uang kita dalam kebarokahan”. Itulah tabungan kita yang sesungguhnya yang benar-benar berkah. Kalau toh uang itu masih, kita tidak tahu untuk apa, pasti untuk macam-macam yang mubadzir. Jangan kecewa untuk ibu, karena air susunya saja kita tidak bisa menghitung berapa juta seandainya kita beli dengan perbandingan susu instan. Dengan doanya kita bisa seperti ini. Ikhlaslah! Suamiku tersenyum sambil menciumku“ Subkhanalaallah terimakasih, mulia sekali hati istriku” “ Ya semoga ibu cepat sembuh, itu doaku”.

Dua hari berlalu, pengumuman gupres tidak dipasang dipapan pengumuman. Hanya melalui kepala dinas saja yang ditelfon dan menyampaikan padaku. Keberuntungan belum berpihak padaku. Juara tiga, juara empat, bagiku tidak sepadan dengan proses yang kujalani menjelang persiapan lomba. Yang kuheran justru sang juara pertama adalah gaptek, mengoprasikan leptop saat presentasi saja dengan bantuan yuri. Bukti fisik tidak membawa, portofolio tipis sekali. Tetapi kenapa justru itu yang menang? Kita dikebiri! Naif bukan! Itulah noktah merah.

Tetesan airmataku mengalir ketika suamiku menanyakan, “Juara berapa sayang?” Ku jawab dengan menunduk, maaf sayang, ibuk sudah melibatkan bapak dalam perjuangan yang melelahkan tapi belum berhasil. Dia bertanya lagi “Masuk tiga besar?” Iya tapi itu belum sepadan dengan apa yang kita lakukan setiap hari. Lelah tidak dirasakan, ngantuk ditahan, lapar diabaikan. Lembur dan terus lembur. Dengan bijak dia menjawab. Prestasi ibuk super hebat luar biasa bagi bapak, telah ikhlas materi untuk oprasi orang tua kita.

Lihat anak-anak kita, mereka tanpa disuruh selalu berjamaah, tanpa dibangunkan, mereka solat malam, tanpa kita bersuara mereka sudah dzuha, tanpa kita memberi tahu, mereka senin kamis berpuasa, tanpa kita perintah, Tiap hari Al Qur’an sudah mereka baca. Itu karena keteladanan ibuk yang mereka tiru. Itulah prestasi ibuk yang super hebat.

Orang tua yang sukses dan hebat bukan karena anaknya jadi dokter atau jendral, tapi bisa menjadikan anak-anaknya taat beragama, itu prestasi luar biasa. Jangan mencari angka dalam kejuaraan atau prestasi. Prestasi itu bisa dicapai ketika kita bisa bermanfaat bagi orang lain. Itulah prestasi yang abadi. Hatiku menjadi tenang. Walaupun menangis dalam pelangi kehidupan. Kupeluk dan kucium suamiku dengan erat sebagai penenang jiwaku agar tidak larut dalam kekecewaan yang hampa.

Karena beberapa hari peserta didikku kutinggal, pagi itu mereka berlarian menyambutku ketika aku datang. Kujabat tangan mungil satu persatu dengan senyum. Mereka seakan kangen padaku. Tangan kiri dan tangan kananku mereka pegang masuk keruang kelas. Ketika ku baru duduk, mereka menggelendot saling berebut ingin dekat denganku.

Aku bergumam sendiri, oh inilah prestasiku yang tidak dimiliki orang lain. Kehadiranku dirindukan, Kedatanganku ditunggu, mereka punya rasa kangen yang dalam. Semoga ilmuku bermanfaat bagimu nak. Itulah doaku.

Kusimpulkan sendiri apa makna prestasi. Prestasi adalah yang dapat dirasakan oleh lingkungan sekitar kita. Baik tenaga, fikiran, atau perilaku kita menjadi teladan orang lain merupakan prestasi yang super hebat.

Tidak harus juara dengan perolehan piala dan piagam kita mencapai prestasi. Tapi kualitas diri untuk ikhlas berbagi dan rela memberi. Mari kita berlomba menjawab pertanyaan. Sudahkah hari ini kita bisa berbuat baik untuk sesama? kebaikan apa yang sudah saya lakukan hari ini??? Mari kita tempel pertanyaan itu difikiran kita agar dapat menjawab dengan langkah nyata. Itulah prestasi kita yang sejati.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

luar biasa. Terus menulis dan berbagi. Banyak cerita dalam kehidupan kita dan semuanya menjadi hikmah bagi kita semua.

25 Mar
Balas

Hebat Bu, baca sampai bisa ikut menitikkan air mata

25 Mar
Balas

Terimakasih, ini semua berkat kompor panjenengan...sangat memotivasiku menjadi kaya inspirasi. Hebatnya....seseorang ketika mau berbagi ilmu dengan yang lain...Mas murman...hebaaat

25 Mar
Balas

Terima kasih...kehebatan itu milik anda yg membaca...anda adalah motivator sy terbesar...semoga tidak bosan baca karya saya...trmksh.

25 Mar
Balas



search

New Post