any kurniasih

Guru Matematika di SMPN1 Maja, Kabupaten Majalengka. Alumni SMP tersebut dan menjadi CPNS di sekolah tersebut sejak November 1981 sampai sekarang....

Selengkapnya
Navigasi Web

SESAAT BUMI BERHENTI BERPUTAR

Awal Mei 2014, tahun kelima pernikahan saya.Suami masih segar dan penuh semangat diusianya yang ke 74, terbukti hari itu hari Minggu kami berdua hendak menghadiri acara pernikahan salah seorang saudara dari suami di desa Jaga,kecamatan Malausma. Suami menolak saat adik-adik dan keponakan mengajak berangkat bermobil konvoi sekeluarga dari Talaga, ia lebih suka beboncengan dengan saya naik Tiger kesayangannya.Adik-adik hanya tertawa saja memandangi kami.Tak tahu saya, apakah itu tawa lucu, kagum, atau meledek, tak penting buat saya.

Suami menjalankan motornya dengan santai, sehingga terpuaskan rasanya mata ini menikmati pemandangan bukit, sawah, dan kebun yang hijau nan indah.Dari Talaga melaju ke arah Barat menuju Bantarujeng kemudian berbelok ke Selatan menuju Malausma.Jalanan desa yang kecil sebagian mulus berhotmik karena ini memang jalan menuju tanah kelahiran Wakil Bupati Majalengka, selebihnya yaaa...jalan desa biasa, berbatu-batu,naik,turun berkelok-kelok, menyusuri pinggiran tebing, menuruni bukit berbibir jurang.

Tak terasa cape,karena sambil menikmati pemandangan yang hijau, sepanjang jalan suami bercerita kisah masa mudanya di daerah itu. Pertama kali dia dipromosikan sebagai kepala sekolah, dia di tugaskan di SMPN Malausma dan selama masa tugasnya,almarhumah istrinya hanya sekali pernah diajak ke tempatnya bekerja karena jalan yang masih sangat buruk.Beruntung saya sebagai istrinya sekarang masih bisa diajaknya bermotor mengelilingi daerah itu, lebih dari sekali pula dengan jalanan yang jauh lebih baik.

Senin pagi, seperti biasa saya berangkat kerja naik elf menuju Maja. Ada yang tidak biasa pada tubuh saya, saat mobil berguncang ada yang sakit di perut bagian bawah. Saya tidak terlalu menghiraukannya karena sakitnya pun tidak terlalu mengganggu. Saya mengajar seperti biasa,pulang naik elf , sampai di rumah melanjutkan aktifitas sebagai ibu rumah tangga .

Barulah besoknya rasa sakit di perut ini mulai saya perhatikan, sebab ketika berojeg dari depan kantor Kecamatan menuju Sekolah, guncangan sedikitpun memberi efek sakit juga.Ada yang tak beres nih, saya fikir akibat bermotor hari Minggu yang lalu. Ketika hal ini saya obrolkan kepada teman-teman ibu-ibu guru di sekolah, rata-rata mereka menyarankan saya untuk meminta tolong dukun urut atau dukun beranak.

Suami tampak terkejut dan cemas ketika hal ini saya sampaikan padanya,tetapi diapun keberatan kalau saya berobat ke dukun urut atau dukun beranak. Dia lebih menyarankan ke dokter kandungan saja ,hal ini sesuai juga dengan kata hati saya. Ada kengerian yang terbayang jika perut ini harus di urut-urut atau dibetulkan posisi rahimnya menurut istilah teman-teman.Tetapi konsultasi ke dokter kandunganpun tetap saja memberikan sebersit kecemasan, ketakutan itu seperti hendak muncul ke permukaan dari dasar hati yang paaaliiing..dalam.

Saya memang terlambat menikah, baru pada usia 47 tahun saya berjodoh dengan suami yang berusia 69 tahun sehingga saya berusaha ikhlas bahwa pernikahan ini tipis kemungkinan menghasilkan keturunan. Meskipun begitu saya juga harus mengimani bahwa Allah maha kuasa, sekecil apapun nilai kemungkinannya, saya bisa memiliki anak. Apalagi suami, dia selalu memberikan motivasi agar saya selalu berfikir optimis, saya sehat, keluarga saya keluarga subur dengan anak banyak, saya bisa hamil dengan sehat dan melahirkan anak yang sehat pula.

Akhirnya logika saya berkata, inilah saatnya merealisasikan arti sabar dan ikhlas, saya harus memeriksakan diri ke dokter kandungan, apapun hasil pemeriksaannya. Sayapun harus menerima kenyataan suami tidak mau mendampingi saya di ruang periksa karena malu dengan usianya.Pilihan saya jatuhkan ke dokter kandungan perempuan, Dr.Zulvayanti,S.pOG yang berpraktek di Talaga pada hari Sabtu dan Minggu.

Keluar dari ruang dokter, saya hampiri suami yang cemas menunggu di luar.Setengah berbisik saya katakan,”Ada sesuatu di rahim ibu pak”.

“ Ibu hamil ?”, saya cuma tersenyum sambil berkata dalam hati ,”Suamiku, masih tetap berharap saya hamil”.

“ Kita bicara di rumah saja pak” , kami bergandengan keluar dari klinik.

Setiba di rumah,saya segera membuka komputer, suami mengikuti dari belakang.Saya cari artikel yang saya sunting dua bulan yang lalu dari tabloid Nova yang saya gunakan untuk mengisi materi pada pertemuan Dharma Wanita di sekolah.

“ Ini pak yang ada di rahim ibu “, sambil saya tunjukan artikel tentang Mioma. Suami membaca dengan teliti artikel di layar monitor.

“ Yang ini hasil USG tadi”, saya sodorkan hasil pemeriksaan dan catatan-catatan dokter .

“Mungkin komputer di dokter tadi kurang canggih bu,periksa lagi ke dokter lain yang peralatannya lebih moderen “.

“ Iya pak “.

“ Di Majalengka kan banyak dokter kandungan yang namanya sudah dikenal, secepatnya bu , untuk second opinion”, suami terus mendesak .

“ Iya pak, ibu cari tahu dulu jam prakteknya “.

Yang terpikir kemudian, saya harus mencari klinik dokter kandungan yang posisinya di pinggir jalan raya agar saya bisa berangkat sendiri naik mobil umum. Saya pilih jam praktek pagi agar tak merepotkan pula, tak perlu antar jemput. Saya tak ingin terlalu tergantung pada orang lain, sayapun tak tega mengingat usia suami yang sudah tua sehingga saya putuskan untuk berangkat sendiri menghadapi ponis apapun yang saya terima.

Besoknya saya telpon teman guru piket untuk permisi tidak masuk hari itu, saya pilih klinik An Nisa di Munjul Majalengka miliknya Dr.Wing yang posisinya di pinggir jalan raya antara Kadipaten Majalengka, tepatnya di Munjul.Akhirnya ponis itu saya dengar juga,setelah melakukan serangkaian pemeriksaan termasuk USG. Kami duduk bersebrangan meja,dokter laki-laki yang ramah bertutur dengan lembut dan hati-hati.

” Ibu,...Dr.Zulfa benar,bahkan mioma ini diameternya sudah bertambah. Tidak ada jalan lain bu, harus dioperasi dan agar tidak ada efek lanjutan, rahim ibupun akan saya angkat juga”.

Nyessss...tiba-tiba segalanya seperti berhenti ! angin, detak jarum jam di dinding ,senyaaappp...sekali ! saya serasa berada di atas bumi yang berhenti sesaat, saya masih duduk tegak di depan Dr.Wing, tapi segalanya seperti tiba-tiba tak ada, saya tidak pingsan, tidak pula menangis, suara dokter masih terdengar sayup-sayup,

“ Usia ibu sudah 52, meskipun ibu belum pernah hamil,secara medis tak mungkin pula ibu untuk hamil, ibu tak perlu kecil hati dan menyesal dan...bla..bla..bla.............”.Suara dokter itu masih cukup jelas saya dengar, tapi saya tak mau perduli, saya biarkan seluruh rasa dan raga saya menikmati sensasi berhenti ! berhenti !! serasa semua terhimpun di titik nol.

Ya dokter, organ yang ada di dalam perut saya ini, penanda saya adalah perempuan, memang tidak ada manfaatnya ! keberadaannya sungguh tak berguna ! saya rela dokter membuangnya ! Saya tidak ingin mendengar apa-apa lagi , saya sudah mengerti sebelum dijelaskan dokterpun. Saya tidak sedih, tidak menyesal,tidak pula mendendam.Entah seperti apa ekspresi saya saat menerima amplop yang di sodorkan dokter, “ Buuu... ini surat pengantar dari saya, jika ibu sudah tenang dan sudah berunding dengan suami , lalu ibu sudah siap,datanglah ke rumah sakit, berikan surat ini, saya yang akan menangani ibu”.

Tanpa menoleh lagi, saya tinggalkan klinik An Nisa, saya tak perlu berbasa-basi dengan suster yang memandang penuh iba, atau para pasien di ruang tunggu yang menatap heran.Saya hanya ingin segera berlalu dari situ, menelusuri trotoar dari Munjul ke Majalengka.Saya perlu berdialog dengan diri sendiri.Saya harus menata hati, fikiran dan perasaan ini sebelum sampai di rumah. Ya, dialog ini harus saya tuntaskan sebelum saya sampai di rumah, sebelum sampai di pangkuan suami, sebelum saya sunggingkan senyum penuh semangat ;

” Paaak...ibu adalah perempuan istimewa, istri terpilih. Ibu peroleh jodoh yang baik,menikah, langsung punya anak,menantu dan cucu sekaligus, tanpa perlu merasa tersiksa karena ngidam, tak perlu berberat-berat menanggung perut membuncit karena hamil, tak ada pula rasa sakit karena melahirkan . Alhamdulillah...maha besar Allah, ...maka... ,nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ? ... maka... ,nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ? ...maka... ,nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?”,

“Fabi’ayyi alaaa’i rabbikuma tukazzibaan....”

***Talaga22Desember 2017***

***persembahanuntukparaibuindonesia***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ibu... teruslah berdo'a dan usaha. Karna famili saya ada yang usianya 55 tahun melahirkan normal. Tapi sekarang anaknya sudah meninggal di usia 20 tahun. Yakinlah banyak nikmat dan berkah yang akan tercurah bu. Salam literasi.

23 Dec
Balas

Luar biasa ibu...

23 Dec
Balas

terimakasih ibu...sekarang saya hidup bahagia tanpa rahim, banyak anak yang saya miliki tanpa saya lahirkan.

23 Dec
Balas

Alhamdulillah...mudah mudahan kata ini tidak lepas dari hati dan mulut saya , aaamiiiin.

23 Dec
Balas

terimakasih bu Hermin,saya pemula,masih belajar

23 Dec
Balas

Maa syaa Allaah. Bu Ani, saya menyukai tulisan-tulisan Ibu.

23 Dec
Balas



search

New Post