ARIEF WAHYU WIBOWO,M.Pd

Lulusan S-2 Jurusan Dikdas Pasca Sarjana Universitas Negeri Malang tahun 2010. Mulai menjadi PNS tahun 2005 ...

Selengkapnya
Navigasi Web

ZONASI MERUPAKAN SALAH SATU STRATEGI PERCEPATAN PEMERATAAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS

ZONASI MERUPAKAN SALAH SATU STRATEGI PERCEPATAN PEMERATAAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS

Kebijakan zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2017/2018, sebagai implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) 17/2017 tentang PPDB, merupakan bentuk komitmen pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam mendorong terwujudnya pemerataan kualitas sekolah.

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Hamid Muhammad, dalam diskusi media yang diselenggarakan Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM), Jakarta, Selasa (11/7/2017). “Pada PPDB tahun ini, urutan zona lebih diprioritaskan daripada nilai hasil ujian. Sistem zonasi diharap dapat mempermudah akses pada layanan pendidikan, juga mendorong pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan,” katanya.

Dengan menerapkan sistem zonasi, sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90 persen dari total jumlah peserta didik yang diterima.

Radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi di daerah tersebut. "Sebanyak 20 persen dari kuota 90 persen tadi diperuntukkan bagi siswa yang berasal dari kalangan tidak mampu. Agar jangan sampai karena alasan transportasi maka anak itu putus sekolah," tutur Dirjen Hamid.

Kemudian, kuota sebanyak 10 persen dari total jumlah peserta didik yang dapat diterima sekolah dibagi menjadi dua kriteria, yaitu lima persen untuk jalur prestasi, dan lima persen untuk alasan khusus, misalnya peserta didik yang mengalami perpindahan domisili.

Ketentuan jumlah peserta didik dalam suatu rombongan belajar (rombel) dan jumlah rombel pada suatu sekolah diberlakukan hanya untuk peserta didik baru kelas 1 (pada Sekolah Dasar), kelas 7 (pada Sekolah Menengah Pertama), dan kelas 10 (pada Sekolah Menengat Atas/Kejuruan).

Bilamana di dalam analisis kebutuhan sekolah pada provinsi/kabupaten/kota menyatakan belum dapat menampung peserta didik tersedia sesuai ketentuan zonasi, jumlah peserta didik dalam suatu rombel dan juga ketentuan tentang jumlah rombel pada suatu sekolah, maka ketentuan tersebut dilakukan secara bertahap.

Disebutkan juga pada edaran tersebut, sekolah yang telah melakukan penerimaan peserta didik baru sebelum terbitnya Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 dapat meneruskan proses penerimaan peserta didik baru sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan sebelum terbitnya Permendikbud.

Tujuan diterapkannya sistem zonasi dalam PPDB ini adalah untuk meratakan pendidikan yang berkualitas. Yakni, agar tidak ada lagi istilah sekolah favorit dan tidak favorit. Dengan kata lain, pemerintah ingin semua peserta didik mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Semua sekolah didorong untuk terus meningkatkan mutu pendidikan melalui penguatan peran pemangku kepentingan, di antaranya, seperti Komite Sekolah, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), serta Kelompok Kerja Guru (KKG).

Sistem Zonasi, Fakta di Lapangan

Penetapan radius atau domisili peserta didik dilakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan pada alamat yang tercantum pada Kartu Keluarga (KK). Pada prakteknya, penerapan aturan ini tidaklah mudah. Kasus yang terjadi di Tangerang, misalnya. Dalam PPDB tahun ini, kota Tangerang telah menetapkan sistem zonasi berdasarkan RW. SMPN 23 berada di RW 05 yang berbatasan langsung dengan RW 04. Karena anak-anak mereka tidak bisa masuk ke SMPN 23, puluhan warga RW 04 tidak bisa menerima keputusan itu. Karena itulah, mereka menahan Kepals Dinas Pendidikan Tangerang, Abduh Surahman, usai dilakukannya mediasi (katakota.com, 09/07/18).

Kelemahan lainnya adalah tidak seimbangnya daya tampung sekolah dengan jumlah pendaftar, sehingga menimbulkan praktik kecurangan. Misalnya, muncul PPDB jalur mandiri di Lampung, jalur SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) di Jawa Tengah, jalur masyarakat prasejahtera di Jawa Barat, dan lain-lain. Karena itulah, FSGI, menurut Sekretaris Jenderalnya, Heru Purnomo, menyarakan dilakukannya revisi terhadap peraturan tersebut (Pikiran Rakyat.com, 10/07/18).

Sebagai upaya untuk mewujudkan “pemerataan kualitas pendidikan”, sistem zonasi mengasumsikan terpenuhi beberapa faktor terlebih dahulu. Selain kecukupan sekolah negeri di sebuah wilayah, pemerataan sarana dan prasarana sekolah yang baik adalah beberapa faktor di antaranya.

Tanpa terpenuhinya faktor-faktor awal itu, sistem zonasi dalam PPDB hanya bisa mewujudkan pemerataan jumlah siswa di sekolah, tanpa jaminan pemerataan kualitas layanan pendidikan.

faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Misalnya, tersedianya sarana dan prasarana yang baik di semua sekolah, baik di desa maupun di kota. Sarana ini meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku, dan sumber belajar lainnya.

Sedangkan prasarana meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, bengkel kerja, unit produksi, kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan sebagainya (bsnp-indonesia.org).

Faktanya, masih banyak sekolah yang sarana dan prasarananya yang kurang memadai. Misalnya, data dari Kemendikbud tahun 2017/2018 menunjukkan bahwa jumlah ruang kelas yang rusak total di jenjang SD, SMP, dan SMA tercatat sebanyak 151.509 ruang kelas. Sedangkan yang rusak sedang sebanyak 118.599 ruang kelas (www.pressreader.com, 22/05/18).

Disamping sarana dan prasarana, kualitas pendidikan juga ditentukan oleh kualitas guru. Untuk meningkatkan kualitas guru, pemerintah telah melakukan program sertifikasi guru. Sertifikasi guru ini bertujuan untuk memberikan sertifikat pendidik sebagai salah satu syarat menjadi guru profesional. pemerintah telah menjalankan 3 program untuk sertifikasi guru. Tiga program itu adalah: portofolio, PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru), serta PPG (Pendidikan Profesi Guru).

Portofolio dan PLPG dianggap gagal, sehingga tidak dijalankan lagi. Saat ini, tinggal program PPG yang dijalankan oleh pemerintah. Meskipun sertifikasi guru sudah dijalankan, hal ini belum berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kualitas guru. Data dari Kemendikbud, jumlah guru yang telah tersertifikasi adalah 2.294.191. Sedangkan yang belum, berjumlah 721.124. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia, tidak ada perbedaan antara guru yang telah tersertifikasi dengan yang belum (Republika.co.id, 26/11/18).

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post