ARIFIN

Arifin terlahir di Jepara pada tahun 1973. Dia anak kampung. Untuk menyelesaikan pendidikan di tingkat SD, dia rela tidak memakai sepatu hingga dia duduk di kel...

Selengkapnya
Navigasi Web
DARURAT SISWA HAMIL
Taken from google.com

DARURAT SISWA HAMIL

Hamil dini pada usia sekolah menjadi masalah akut di beberapa wilayah Indonesia. Angka kehamilan dini cenderung meningkat tiap tahun. Masalah ini menjadi tanda bahaya bagi kita semua. Mengapa? Karena kehamilan dini menciptakan problem ikutan yaitu masalah pendidikan, ekonomi, kejiwaan, pengasuhan anak, dan masa depan yang terputus.

Kabupaten Gunungkidul menjadi salah satu wilayah yang panen masalah siswa hamil dini. Setiap bulan muncul berita tentang siswa yang melahirkan. Tahun 2018,misalnya, Pengadilan Tinggi Agama Kabupaten Gunungkidul mengekspos data permohonan dispensasi menikah sejumlah 79 pasangan yang masih berusia sekolah. Faktor utama yang menyebabkan mereka harus mengajukan dispensasi menikah adalah karena mengalami kehamilan di luar nikah (Kompas.com, 8 April 2019).

Masalah kehamilan dini di usia sekolah ini seharusnya menjadi perhatian serius semua pihak, baik pemerintah , keluarga, sekolah dan masyarakat. Harus ada gerakan bersama untuk mencegah berulangnya kejadian ini. Namun tampaknya belum ada konsep dan strategi komprehensif integral untuk menanggulangi kasus ini.

Jika kita bertanya kepada pihak sekolah, maka kepala sekolah dan guru akan menjawab secara sumir. Apakah sekolah memiliki road map pendidikan karakter yang di dalamnya menyentuh pencegahan kasus hamil dini siswa? Sebagian besar sekolah ragu apakah mereka sudah memilikinya dan mengimplementasikannya. Dan ketika kasus hamil dini menimpa salah satu siswanya, maka strategi terbaik yang dterapkan adalah strategi diam. Mereka menutup rapat-rapat berita kasus tersebut agar tidak tercium publik. Padahal di era digital saat ini, publik memiliki kemudahan mengakses informasi dengan cepat dan mudah.

Strategi Pencegahan

Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah kasus ini selalu terulang? Apa yang bisa kita lakukan untuk menolong para siswa kita agar tidak terputus masa depannya karena hamil sebelum masa terbaiknya?

Sekolah bisa menjadi pelopor gerakan pencegahan kehamilan dini. Pertama, sekolah mengajak siswa membangun komitmen bersama. Komitmen ini bisa diwujudkan dalam bentuk surat pernyataan bahwa para siswa akan menjaga diri dari pergaulan bebas dan tidak hamil sebelum melakukan pernikahan. Kegiatan membangun komitmen ini bisa dipandu oleh guru Bimbingan Konseling atau guru mata pelajaran lainnya yang dipandang mampu.

Kedua, sosialisasi resiko kehamilan dini. Para siswa belum banyak memahami tentang resiko di usia remaja dari aspek kesehatan dan aspek lainnya. Seperti kita ketahui, kehamilan dini beresiko memicu tekanan darah tinggi, anemia, kelahiran prematur, penyakit kelamin, depresi postpartum, ketidakstabilan ekonomi, dan kesehatan mental. Ini semua harus disosialisasikan kepada para siswa , khususnya usia SMP dan SMA.

Ada baiknya, Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) dihidupkan kembali di sekolah-sekolah. PIK KRR merupakan salah satu sub program yang dimiliki oleh BKKBN yang lebih menitikberatkan pada remaja sebagai subyek sosialisasi. PIK KRR bisa membantu siswa memahami tentang reproduksi dan resiko kehamilan dini.

Ketiga, membangun nalar moral siswa. Siswa usia SMP dan SMA memiliki kerawanan paling tinggi dalam hal kehamilan dini. Mengapa? Siswa SMP dan SMA belum memiliki kecakapan nalar karena faktor pengasuhan dan pendidikan yang salah arah. Padahal secara fisik mereka telah siap melakukan reproduksi dan nafsu seksualnya sedang tumbuh pesat. Sementara nalarnya belum terbangun secara sempurna sehingga tidak mampu membuat moral decision.

Sebenarnya, siswa usia SMP dan SMA sudah memasuki usia mukallaf, yakni mampu memiliki kecakapan berpikir matang untuk menakar dan menimbang hal baik dan buruk. Nah, kematangan nalar ini tidak datang tiba-tiba tetapi melalui proses pengasuhan dan pendidikan sehingga siswa benar-benar mampu membuat keputusan moral sebelum melakukan tindakan. Di sinilah dibutuhkan pendampingan guru dalam membangun nalar moral mereka.

Guru bisa memanfaatkan model – model pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik mendorong siswa terbiasa mengamati, berpikir ilmiah, kritis dan analitis. Siswa terbiasa mengidentfikasi masalah, merumuskan masalah, mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis data, mengambil keuputusan dan mengomunikasikan hasil kerjanya. Dengan model pembelajaran ini siswa berlatih membangun nalar dan membuat keputusan moral.

Keempat, penguatan pendidikan karakter siswa. Sekolah memiliki tanggung jawab dalam memperkuat karakter siswa. Dalam Perpres Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) disebutkan bahwa sekolah memiliki tanggung jawab memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir dan olah raga. Pelaksanaan PPK di sekolah dilakukan secara komprehensi dan integral, melalui proses pembelajaran, kultur sekolah, dan kerjasama dengan pihak keluarga dan masyarakat.

Ada lima nilai utama karakter yang menjadi prioritas PPK di sekolah yaitu nilai religius, gotong royong, integritas, mandiri dana nasional. Dalam rangka pencegahan kasus kehamilan dini, sekolah sebaiknya menguatkan nilai religius siswa melalui berbagai kegiatan, baik pembelajaran maupun pembudayaan di sekolah. Budaya religius seperti melaksanakan ibadah shalat di sekolah perlu menjadi perhatian. Maka, tidak salah jika sekolah memasukkan jadwal ibadah shalat dalam struktur jadwal pembelajaran. Tujuannya adalah membangun daya spiritual (olah hati) siswa. Diharapkan dengan olah spiritual melalui pembiasaan ibadah ini, hati siswa menjadi terbimbing dan timbul kesadaran untuk menjauhi perbuatan yang bisa merusak diri.

Kelima, co-parenting sekolah-rumah. Sekolah dan orangtua tidak mungkin bisa dipisahkan dalam kerangka pendidikan siswa. Sekolah dan orangtua harus membangun jaringan komunikasi demi kesepahaman dan kesamaan langkah dalam mendidik anak mereka. Profil siswa di sekolah dan di rumah menjadi perhatian bersama. Dengan cara demikian, segala bentuk perkembangan dan permasalahan siswa akan segera terantisipasi dan terdeteksi sejak dini.

Beberapa strategi di atas, menurut saya, bisa diadopsi oleh sekolah dalam rangka mencegah kasus kehamilan dini siswa. Sekolah memiliki tanggung jawab besar dalam hal ini karena sekolah tidak hanya berperan dalam meningkatkan aspek akademis saja namun yang lebih penting adalah menguatkan karakter siswa. Wallaahu a’lam bis shawab.

Arifin, Gunungkidul.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Biasanya dimulai dari keluarga yang pecah dan bermasalah

31 Oct
Balas

Ini baru artikel keren...

22 Oct
Balas

Ulasan yang menarik pak Arifin, siswi hamil bisa dilihat dari lingkungan keluarga dan pergaulannya, apakah mendukung untuk arah kesananya. Semoga sukses dan sehat selalu

13 Apr
Balas

Peran orang tua dalam pendidikan agama, seperti menjaga shalat, menjaga wudhu; sehingga bersentuhan sama bukan muhrim maka batal wudhu, jadi anak dibiasakan untuk menjaga wudhu..keren ulasannya

05 Dec
Balas

Ulasannya sangat bermanfaat dan menarik pak salam kenal dulu yaa

01 Nov
Balas

kita selaku pengajar di sekolah tentunya tidak bisa berbuat banyak selain terus memberikan edukasi kepada para siswi tentang betapa bahayanya dampak dari Sex di luar nikah ini,karena faktor yang paling utama tentunya peran orang tua dan pengaruh lingkungan sekitar anak anak tinggal

04 Dec
Balas



search

New Post