ARIFIN

Arifin terlahir di Jepara pada tahun 1973 Dia anak kampung Untuk menyelesaikan pendidikan di tingkat SD dia rela tidak memakai sepatu hingga dia duduk di kel

Selengkapnya
Navigasi Web
PIYE CARANE ?

PIYE CARANE ?

Piye carane ?, Bagaimana caranya? menjadi sebuah mantera bagi para pengejar mimpi. Seorang anak yang tinggal bersama ayahnya yang miskin, sementara ibunya telah tiada sejak dia kecil, tidak mau patah semangat. Dia ingin tetap melanjutkan sekolah selepas lulus SMP, padahal dia tahu bahwa ayahnya tidak mungkin mampu membiayai sekolahnya. Lalu dia bertanya pada dirinya sendiri, "piye carane?". Dengan pertanyaan yang ditujukan kepada dirinya sendiri itu ia membangun harapan sekaligus jalan meraih harapan dan mimpi-mimpinya.

Dengan mantra "piye carane" lahirlah beberapa kemungkinan, beberapa alternatif, salah satunya adalah alternatif sekolah sambil berjualan agar tetap memperoleh uang untuk membayar sekolah. Maka di belakang sepedanya dia pasangi keronjot, keranjang yang diisi berbagai macam makanan untuk dijual. Dia berjualan sepanjang jalan menuju ke dan pulang dari sekolah. Jarak yang jauh dari rumah ke sekolah bukan lagi hambatan. Tidak ada alasan untuk mengeluh. Mimpinya untuk tetap bisa menuntut ilmu mengalahkan segalanya, lelah, malu, gengsi, dan panasnya terik matahari serta dinginnya air hujan. Akhirnya dia mampu membiayai sekolahnya di sebuah sekolah menengah atas (SMA).

Dia masih menyimpan banyak mimpi. Dan itu artinya pertanyaan berbau mantra "piye carane" harus terus menerus didengungkan di dalam hatinya. Dia tidak boleh berhenti. Berhenti bergerak berarti hilang semua mimpinya. Dia sangat meresapi apa yang difirmankan oleh Allah SWT, "Innallaaha laa yughayyiruma biqaumin hattaa yughayyiruu maa bianfusihim " (Ar Ra'du :11). Allah SWT tidak akan merubah nasib diri seseorang, nasib sebuah masyarakat, jika mereka tidak mau bergerak untuk merubah keadaan dirinya sendiri.

Banyak orang yang berhenti sebelum melangkah. Mereka kalah sebelum mencoba maju perang. Seorang guru senior (tua) , misalnya, mengatakan pada dirinya sendiri "aku sudah tua, untuk apa belajar lagi". Begitupun guru muda, dia mengatakan, "waktu masih panjang, aku bisa belajar lagi nanti." Yang tua putus asa, yang muda suka menunda. Satu contoh, suatu ketika sebuah sekolah menerima surat tentang pengumuman perekrutan guru untuk menjadi salah satu peserta pertukaran guru ke luar negeri. Surat dibacakan oleh kepala sekolah di hadapan semua guru. Maka satu persatu guru mengeluarkan aneka komentar. Ada yang mengatakan. "aku tak mampu", "aku sudah terlalu tua", "aku tidak bisa bahasa Inggris", "aku...aku...aku", dan lain sebagainya. Mereka kalah dengan anak muda belia dalam kisah di atas tadi yang menggelorakan mantra, "Piye Carane".

Semoga kita mampu untuk mencoba. Piye carane....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post