Arif R. Saleh

Pekerjaan yang tidak membosankan adalah menulis.......

Selengkapnya
Navigasi Web
Ketika Seorang Ayah Menangis di Depan Guru
Sumber : kisahhikmah.com

Ketika Seorang Ayah Menangis di Depan Guru

Sehari sebelum penerimaan Raport, penulis menerima dua lembar catatan dari Staf Tata Usaha. Sebagai Wali Kelas 8A, ku cermati betul isi dua lembar catatan tersebut. Lembar pertama tentang tunggakan uang angsuran seragam sekolah. Sedangkan lembar kedua berisi tunggakan angsuran tabungan wisata siswa.

Di lembar pertama, ada seorang siswi yang cukup banyak belum membayar angsuran seragam sekolah. Angsuran yang seharusnya sudah terlunasi di Kelas 7. Segera penulis memberi tanda lingkaran untuk lebih mudah mengidentifikasi. Kejutan ada di lembar kedua. Atas nama siswi yang sama terdapat cukup besar tabungan wisata siswa belum terbayarkan. Jumlah seluruh tanggungan angsuran dan tabungan mencapai 760 ribu rupiah. Jumlah yang tidak sedikit.

Berdasarkan temuan di atas, penulis mendatangi siswi berinisial “C”. Badannya kurus dan mungil. Tetapi sigap tatkala berjalan. Kuajak “C” duduk berdua di bawah pohon mangga. Bukan ada maksud lain, agar tidak malu didengar yang lain (cukup semut merah yang boleh tahu dan nguping pembicaraan empat mata ini). Dari hati ke hati kusampaikan temuan tadi.

Rupanya “C” tak dapat membendung air mata yang mulai meleleh. Dia menceritakan keadaan keluarganya. Sedang aku menjadi pendengar yang baik dan mencatat di dalam hati terdalam. Anak nomor dua dari tujuh bersaudara. Ayahnya bekerja sebagai kuli bangunan. Sedangkan ibunya membuka warung makanan ringan untuk anak-anak di sekitar lingkungan tempat tinggalnya.

Aku membayangkan susahnya mencukupi kebutuhan keluarga besar ini. Sebab aku juga dilahirkan dengan lima bersaudara dari keluarga yang hanya dengan penghasilan cukup untuk makan sehari-hari. Bahkan harus tutup lubang buka lubang. Untuk biaya sekolah dan lain-lain, sangat susah rasanya. Bahkan aku pernah putus sekolah satu tahun setelah lulus SMP (Sekolah Menengah Pertama). Memberikan kesempatan kepada orang tua untuk menuntaskan pendidikan dua kakakku.

Kata-kata penyemangat kusampaikan ke “C”. Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Tetap semangat belajar hingga tuntas. Setidaknya setingkat SMA atau yang sederajat. Aku hanya menyampaikan agar besok pagi sebisa mungkin ayahnya menemuiku. Setelahnya, kupersilahkan “C” kembali berkumpul dengan teman-temannya. Sedang aku terus memutar otak. Mencari jalan terbaik untuk sebisa mungkin mengurangi beban hidup salah satu siswaku ini.

Tanpa sepengetahuan “C”, kucoba menelusuri keadaan keluarganya lewat teman guru. Kebetulan ada dua teman guru yang tinggal cukup dekat dan paham betul kondisi ekonomi keluarga “C”. Bahkan temanku sumbang saran sebaiknya mencari donatur untuk menyelesaikan masalah ini. Aku setuju dengan pendapatnya. Lewat lobby personal, ada lima teman guru yang siap membantu biaya pendidikan “C”.

Tidak cukup dari informasi beberapa teman guru. Tanpa sepengetahuan “C” aku datangi rumahnya. Informasi yang kudapat benar adanya. Empat saudara “C” masih kecil-kecil. Keadaan rumah cukup kumuh, tak ada biaya untuk memperbaiki sebagian plafon yang rusak. Meskipun mendapat bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sebelum pamit ke ibu “C”, kusampaikan sekali lagi agar ayahnya dapat menemuiku di sekolah.

Keesokan harinya, ayah “C” menemuiku. Di ruang tamu sekolah, kembali kusampaikan temuan permasalahan kemarin. Ayah “C” diam tertunduk cukup lama. Saat tengadah air matanya jatuh perlahan diantara pipinya yang legam menantang matahari. Terbata-bata menyampaikan keprihatinan terdalam. Bagaimana susahnya mencukupi kebutuhan keluarga hanya dengan mengandalkan penghasilan dari upah kuli bangunan. Sedangkan usaha istrinya hanya sekedar tambal sulam uang jajan adik “C” yang masih kecil-kecil.

Setelah cukup lama ngobrol. Ayah “C” berjanji bulan depan akan membayar sebagian tanggungan yang ada. Itupun dengan akan mengandalkan hutang ke salah satu bank. Aku hanya mendengarkan dan mempersilahkan ikhtiarnya. Tetapi belum akan membuka rencana beberapa teman guru yang siap menjadi donatur. Langkah ini dilakukan untuk menguji komitmen ayah “C” dapat tetap semangat membiayai sekolah putra-putrinya sebagai bentuk tanggung jawab kepala rumah tangga. Juga mempertimbangkan sebagian uang donatur yang terkumpul dari beberapa teman guru untuk menutupi biaya pendidikan “C” di Kelas 9. Juga mempersiapkan uang saku wisata yang cukup memadai nantinya.

Hingga tulisan ini aku posting di Gurusiana, ayah “C” belum menepati janjinya. Aku hanya berdo’a, semoga ikhtiarnya dilancarkan Allah SWT. Sehingga ada rejeki lebih untuk meringankan tanggungan seragam dan tabungan wisata “C”. Andaipun “janjinya tidak dapat ditepati”, kami sangat memaklumi dan siap menjadi penyangga kebutuhan biaya pendidikan “C”. Tetap semangat sekolah “C”.

Ujung Akar Bromo, 21.01.2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terharu... Mengingatkan pada perjalanan hidupku yang hampir sama dengan si C, semoga si C tetap semangat, sukses, bisa sedikit membantu beban orang tua nantinya

22 Jan
Balas

Aamiin ya Allah....

23 Jan

Makin berisi dan berbobot tulisannya Pak Arif, lanjutkan

22 Jan
Balas

Berkat dorongan MediaGuru dan pak Syaihu....terima kasih....

22 Jan

Ada banyak kasus seperti "C" yang kita hadapi, Pak Guru. Saya juga sering "gak tega" dengan permasalahan ini. Di sekolah kami, juga ada infak pengajian guru-guru ysng dikhususkan untuk solusi seperti kasus di atas. Tetapi, tentu saja tidak bisa kita andalkan terus menerus. Apalagi jumlah siswa sedemikian jumlahnya lumayan banyak. Mudah-mudahan ada suatu saat, pendidikan di negeri kita benar-benar "gratis". Aamiin ya robbal alaamiin. Salam sehat dan sukses selalu, Pak Guru. Barakallah.

22 Jan
Balas

Butuh kepedulian ekstra. Semoga amal baik kita dicatat sebagai ibadah semata-mata karena Allah SWT.... Barakallah....

22 Jan

Semoga dilancarkan rejekinya ya pak C... aamiin.... semangat pak Arif..semoga kepedulian membawa keberuntungan wat bapak ibu guru di sana .. aamiin

22 Jan
Balas

Aamiin ya Allah, terima kasih do'anya bu guru....

22 Jan



search

New Post