Pernahkah engkau rasakan sakitnya rindu? Diredam tak padam, diluapkan tak berkurang. Selalu ada hasrat untuk berbincang, sekedar mendengarkan suaranya ketika belum sanggup bersua. Saat paling syahdu bagi rindu yang bergemuruh adalah bincang berdua.

Tetapi engkau tak akan pernah merasakan nikmatnya perjumpaan jika rindu itu tak pernah hadir dalam hidupmu. Betapa banyak orang yang sudah menikah, tetapi tak ada saling rindu di antara mereka. Betapa banyak pula anak yang sulit merasakan nikmatnya perjumpaan dengan orangtua. Bertemu gelisah tak betah, berpisah tak menimbulkan keinginan untuk berjumpa. Rindu itu padam karena saat kecil tak pernah merasakan kehadiran orangtua secara bermakna. Orangtua ada, tetapi mereka layaknya donatur panti asuhan untuk anaknya.

Tetapi jika engkau merasakan arti rindu, memajukan penerbangan hanya agar dapat bersua lebih awal dari jadwal sebelumnya merupakan nikmat luar biasa. Memang harus keluar biaya, tetapi itu tak seberapa dibandingkan nikmatnya berjumpa. Hanya berjumpa.

Maka benarlah, nikmat surga yang paling tinggi bukanlah bantal-bantal yang tersusun rapi. Bukan. Bukan pula hidangan yang disajikan oleh pelayan-pelayan yang belia. Tetapi nikmat yang tertinggi adalah perjumpaan dengan Allah 'Azza wa Jalla.

Adakah kita kelak yang termasuk memperoleh nikmat ini? Adakah rindu itu menggelegak dalam hati? Duhai, alangkah indahnya perjumpaan, tetapi alangkah sering tak merasakan kerinduan bertemu dengan-Nya. Padahal inilah sebaik-baik kerinduan selama di dunia. Maka kepada Allah Ta'ala kita selayaknya berdo'a: "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu (di surga), (dan aku memohon kepada-Mu karuniai) kerinduan bertemu dengan-Mu (selama di dunia) tanpa penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan."(HR. Nasai).