Sampai hari ini, saat saya menulis tema adaptasi, masih ingat dan terbayang jelas susana awal jadi mahasiswa. Merasakan untuk yang pertama kali, bagaimana hidup jadi anak kost, yang tentunya jauh dari orang tua. Tidak terbayang, ternyata hidup jauh dari orang tua, semuanya harus diusahakan sendiri. Padahal sebelum kost, di rumah seperti raja. Mungkin karena anak terakhir atau bontotan, walaupun sudah besar, masih diperlakukan seperti saat masih kecil.

Waktu awal-awal menjadi mahasiswa, ada kuliah sore, kebetulan datang lebih awal dari jadwal yang sudah ditetapkan oleh dosen. Baru ada beberapa teman di ruang kuliah. Karakter saya itu, tidak mudah memulai ngobrol, tetapi kalau sudah nyambung obrolannya, lawan ngobrol harus siap menyediakan waktu untuk berlama-lama. Sehingga sayapun duduk menyendiri di tepi jendela. Kebetulan saat itu, ruang kuliah di lantai 4. Saya dapat leluasa melihat pemandangan kota dan hamparan rumah-rumah disekitar kampus. Tidak terasa air mata meleleh setetes demi setetes, karena ingat ayah ibu di rumah.

Ternyata memang berat, berpisah dengan orang tua. Sekelas mahasiswa saja masih dapat menangis, saat berpisah. Apalagi masih anak-anak setingkat Madrasah Tsanawiyah. Mengapa saya kuat dapat bertahan saat masa adaptasi?, sebab orang tua tidak pernah menengok dan telepon. Setiap pekan niatnya pulang. Setelah sampai di rumah ditanya, ada kepentingan apa pulang?. Pertanyaan tersebut, sangat berdampak untuk serius belajar di kampus, tanpa sering memikirkan rumah. Jadi para pembaca yang berbahagia, satu kata kunci sukses dimasa adaptasi adalah, kekuatan mental dan keyakinan. Yang akan menjawab adalah waktu.