Ondel-ondel Kong Sanib
Ondel-Ondel Kong Sanib
Oleh: Ari Susanah, S.Pd.
(Part 1)
Seperti biasa Usin dan abangnya, Asan, berangkat sekolah bebarengan. Jalan yang mereka selusuri telah sangat jauh berbeda dari tahun ke tahun. Sekitar 2 tahun yang lalu, ketika Usin masih kelas satu SD, dan baru sekali kenal dunia sekolah, mereka masih bisa melewati jalan pinggiran sawah memotong lurus sebagai jalan pintas. Dan ketika itu Asan telah menginjak kelas 5 SD, jalan pintas itu mereka lalui untuk menuju ke sekolah setiap harinya.
Namun jalan-jalan yang biasa mereka lalui itu, kini sudah berubah menjadi perumahan. Pemukiman penduduk yang dibatasi dengan pagar tembok yang tinggi. Ada sebagian yang berpagar sebatas pinggang, namun tubuh kecil kami tak mampu menerobos atau melompati pagar-pagar itu. Nyali mereka juga tak cukup berani. Lain halnya dengan anak-anak SMP, sekolah yang komplek perumahannya dekat dengan SD. Mereka dengan mudah lari melompat, bahkan ketika ada security atau satpam, dengan cepat anak-anak SMP dapat menghindar melarikan diri.
Sekarang perjalanan menuju sekolah menjadi semakin jauh. Kakak beradik itu harus berputar terlebih dahulu mengitari perumahan dan beberapa bangunan baru.
"Bang! Tungguin Usin donk? rengek Usin kepada abangnya, suatu hari ketika berangkat sekolah terburu-buru karena agak kesiangan. Mereka jadi sering terlambat. Baju yang mereka pakaipun terlihat seadanya, dan buku di tas mereka juga yang itu-itu saja.
"Buruan, nih udah kesiangan, kita bakalan terlambat, Abang tar kena marah lagi!" Jawab Asan kepada adiknya sambil terengah-engah setengah berlari.
Asan berjalan makin jauh mendahului adiknya. Terengah-engah nafas mereka. Sepatu butut Usin yang kegedean pun seakan pengin lari sendiri dari kakinya. Penampilan kakak beradik itu sangat memperihatinkan untuk ukuran anak jaman sekarang. Namun kakak beradik itu seperti tidak dapat dipisahkan, mereka begitu saling menyayangi dan saling membutuhkan.
Oh ya, teman-teman, perkenalkan namaku Usin, nama sebenarnya Ahmad Husein. Dan nama abangku Asan, nama lengkapnya Ahmad Hasan. Kami tinggal bertiga dengan ayah kami seorang asli Bekasi. Nama ayahku Sapri. Orang-orang biasa memanggilnya Bang Sapri. Ayahku, kami biasa memanggilnya Baba adalah seoarang pekerja serabutan. Kadang Baba bekerja sebagai buruh tani, buruh bangunan, pesuruh para juragan. Bahkan ketika tidak ada pekerjaan, kadang Baba tak sungkan untuk memulung.
Apalagi sekarang ini sudah tidak ada sawah lagi di kampung kami. Baba lebih sering bekerja membantu Koh Acong, juragan Toko Kelontong dekat tempat tinggal kami. Jika Toko Koh Acong sepi, Baba ikut temannya kerja sebagai kuli bangunan atau memulung.
(Bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wihhh...nama2 tokohnya klasik banget. Asyik dibacanya.
Aku follow ya Bucan Ari..
Mantul ceritanya. Haru. Sukses selalu dan barakallahu fiik
terimakasih Bu Dr, Aamiin ya rabbal'alamiin...