Armanto

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris di SMA Negeri 1 Enam Lingkung, Kecamatan Enam Lingkung, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Saya mu...

Selengkapnya
Navigasi Web

Membabi Buta (2346 kata)

Pernahkan Anda mendengar dua kata ini? Membabi dan Buta? Mungkin sebahagian Anda pernah mendengarnya bukan? Saya betul-betul terinspirasi dengan pernyataan CEO pelatih KELAS MENULIS saya, Mas Febri namanya. Dia katakan bahwa mulailah menulis dengan bebas (free writing). Lalu perkataannya itu saya tulis dengan istilah baru yaitu menulis ala “membabi buta”.

Membabi buta dalam proses menulis.

Tentu dengan perkataan ini saya harus terlebih dulu harus mengingat dasar kata “membabi buta” ini. “Membabi” kata dasarnya babi dan diberi awalan mem. Makna mem di sini berarti perbuatan. Tentu saja kata “membabi” berarti perbuatan seperti babi. Ah.. apa iya? Bisa jadi. Tetapi perbuatan yang mana yang bisa dicontohkan dalam proses menulis? Apakah perbuatan babi dalam memamah biak, makan rumput, beranak, berlari, bersembunyi, dan lain-lainnya? Tentu banyak sekali perbuatan babi. Tetapi, saya coba melihat perbuatan babi ini dalam berlari.

Babi adalah binatang hutan yang tidak berleher. Pandangannya hanya ke depan. Jalannya hanya lurus ke depan. Dia sulit untuk menoleh ke kiri dan ke kanan. Ia juga payah untuk menoleh kebelakang. Apalagi menoleh ke atas. Karena itu arah pandangannya hanya satu arah saja, yaitu arah lurus ke depan. Karena sifat babi itu hanya berpandangan lurus ke depan, tanpa memperhatikan kiri dan kanan. Dan hanya fokus pada satu arah saja , maka pernyataan membabi dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan yang hanya terfokus kepada satu arah saja. Pemikiran terfokus kepada satu titik, tanpa memperdulikan efek dan akhibat di kiri dan di kanan, atau di belakang atau di atas. Fokus lurus ini mungkin yang disebut dengan pemikiran lurus seperti membabi.

Lalu ada satu hal lagi yang terpikirkan. Yaitu kata “buta:. Buta artinya adalah tidak melihat. Setidaknya ini adalah arti dasar untuk makna “tidak melihat”. Maka frase membabi buta berarti babi yang berlari hanya lurus ke depan saja, ditambah lagi ia tidak melihat. Maka tidak bisa dipungkiri bahwa babi ini merembes dan menabrak apa saja yang ada di depannya. Meskipun ia tahu bahwa di depan ada pohon pisang yang merintangi, ia tetap menabrak pohon pisang itu. Babi buta juga akan menabrak apa saja yang ada di depannya. Lalu adakah ia punya insting? Tentu ada. Saya pikir semua binatang punya insting. Namun pada saat dia sedang lari membabi buta, tentu insting itu tidak terlalu banyak terpakai. Bagi babi buta itu, lari adalah sarat utama untuk mencpai tujuan.

Babi juga tidak pandai jalan surut ke belakang. Apalagi babi buta, jangankan untuk mundur ke belakang (He.he. kalau mundur tentu ke belakang ya?), mencoba untuk mundur saja tidak terpikir olehnya (Emangnya babi pintar mikir?). Babi hanya maunya lari ke depan saja. Apapun ditempuh untuk mencapai tujuan.

Bagaimana halnya dengan menulis? Kira-kira begitu jugalah. Bagi penulis pemula yag ingin menghilangkan dinding pembatas yang menghambat, dia seharusnya menulis “membabi buta”. Kesalahan-kesalahan yang didapat saat sedang menulis, tidak perlu dipikirkan terleih dahulu. Dia tidak boleh mundur ke belakang. Sementara waktu, Dia tidak akan merespon atas kesalahan-kesalah tulisan yang dia perbuat. Ia tidak boleh melakukan instropeksi tulisan yang tadi. Baginya yang terpenting adalah maju. Menulis. Menulis. Menulis.

Penulis yang sering menoleh ke belakang, atau mundur kepada tulisannya tadi, akan memperlambat “lari”nya. Penulis yang sering melihat kesalahannya akan mendapatkan suatu kesalahan besar dalam melatih pembiasaan menulis. Penulis pemula yang hanya mencemoohkan dirinya sendiri akan membuat tulisannya lambat sekali berkembang. Karena itu dalam pelatihan menulis, tidak dibenarkan surut kebelakang.

Jika ada yang mengatakan,”Bagaimana kalau tidak kita lakukan perbaikan. Tentu semua tulisan kita ini akan berantakan. Tentu tulisan kita ini tidak ada artinya sama sekali. Asbun alias asal bunyi. Jawab saya untuk ini tentu mudah sekali. “Yah.. nggak apa apa”. Meskipunt tulisan kita ini tidak ada maknanya, itu tidak mengapa. Ini saja namana menulis tanpa melihat. Membabi buta.

Langkah awal penulis pemula, apalagi dalam kegiatan menulis bebas ini membutuhkan kecepatan dan ketepatan waktu yang ditargetkan. Biarlah tulisan kita ini apa adanya. Biarlah semua yang ditulis salah ketik. Biarlah tanda bacanya tidak ada atau salah sama sekali. Biarkan saja semua itu terjadi dengan sendirinya. Biarkanlah ini terjadi berkali kali. Tidak mengapa. Yang terpenting adalah target kita menciptakan kata sebanyak mungkin tanpa ada yang menghalangi bunyi nada suara kita. Biarkanlah semua yang menghalangi kita akan tersingikirkan.

Seperti yang saya alami sekarang. Judul yang ditulis di sini adalah membabi buta. Nah sekiranya dalam perjalan tulisan ini, saya tidak memasukkan makna memabi buta. Itu juga tidak mengapa. Toh, kita hanya menulis untuk diri kita sendiri. Kita bertujuan untuk menghilangkan mental block yang ada pada kekuatan pikiran kita. Kita hanya menghilangkan iceberg pada gunung es besar (baca = otak pengontrol) penghalang kita menulis. Kita belajar menghilangkan pikiran-pikiran pengontrol yang selalu menghalangi tulisan kita.

Otak pengontrol dalam pikiran kita adalah otak yang selalu sadar dan senantiasa akan men-check akan apa yang kita tulis. Otak pengontrol selalu berupaya mengomentari ejaan, kata penghubung, kata ganti, tanda baca, titik, koma, tanda tanya, tanda seru. Dan tanda apa saja yang menjadi suatu ketentuan baku dalam bahasa. Itulah yang diperiksa oleh otak pengontrol.

Apa yang akan terjadi jika kita ditaklukkan oleh otak pengontrol ini?

Jika anda mengikuti apa yang dikendalikan oleh otak pengontorl ini, Anda akan terlambat dalam menulis. Jika anda mencoba mengikuti otak pengontrol ini, anda akan balik lagi ke belakang, memeriksa tulisan yang salah eja. Mencoba menghubungkan kata-kata dengan kata yang lain. Apakah tulisan ini sudah betul atau kata ini tidak ada maknanya sama sekai.

Pernahkah anda melihat orang menulis satu surat lama sekali?

Ada orang yang menulis surat berulang-ulang untuk satu surat yang sempurna. Pertama dia menggunakan otak pengontrol yang tinggi. Dia ingin perfect dan sempurna dimata orang lain. Dia ingin tidak boleh ada kesalahan satu titikpun dalam tuisannya. Dia ingin orang yang membaca suratnya terpaku dan terngaga dengan tulisannya itu. Bahkan ia ingin semua orang menyangka bahwa dia adalah orang yang perlu diperhitungkan dengan tuisannya itu.

Baiklah. Baiklah. Memang ini yang dibutuhkan orang. Memang kebaikan dan penghargaan seperti di atas itulah yang diimpikan banyak orang. Tetapi.. ini.. tetapi, maksud di atas tidak berlaku dalam penulisan bebas. Penulisan membabi buta. Penulisan yang sadar seperti penulisan surat di atas, tentu membutuhkan waktu yang banyak dalam menciptakan kata-kata yang cocok dan tepat. Tentu penulisan yang sadar itu akan membutuhkan banyak kesempatan dan pemikiran. Memang betul. Tetapi, itu jangan dilakukan dulu. Karena pemikiran sadar seperti ini akan menghalangi kamu dalam menulis.

Udah biarkan saja dulu. Abaikan saja semua yang menghambat pemikiranmu. Mulailah menulis membabi buta. Perhatian hanya untuk membuat kata demi kata. Pikirian kita hanyalah bagaimana tulisan itu terus berjalan dan berjalan. Pemikiran kita adalah. Bagaimana satu detik pun tidak kita lewatkan untuk menulis. Satu kata adalah emas. Jadi tidak boleh kita sia-siakan untuk berhenti menulis.

Ada banyak hal yang negatif dipikirkan oleh orang yang akan baru belajar menulis atau orang yang tidak pernah mulai belajar menulis?

Bagaimana mngkin dengan menulis asal asalan itu berguna untuk latihan menulis? Bagaimana mungkin dengan menulis seperti membabi buta dapat membuat orang bagus dan terbaik untuk menjadi penulis? Memang pernyataan ini akan muncul kepada orang-orang yang belum mengetahui bagaimana proses otak bekeja ketika seseorang dalam menulis.

Nah ini lebih bagus lagi. Bagaimana otak kita bekerja dalam menulis? Wah lebih akademis lagi bunyinya. Lebih keren. Pernahkah kita berpikir mengapa kita sering terhenti ketika menulis? Apakah yang menyebabkannya? Tentu semua ini tergantung kepada otak kita. Kita menulis karena kita menggunakan pikiran kita. Dan pikiran itu adalah otak kita. Karena itu, kita harus memikirkan itu dulu. Bagaimana otak bekerja ketika kita menulis. Coba perhatikan dengan baik.

Dalam hal segi bahasa, otak dalam berbahasa dapat saya bagi menjadi dua bahagian. Yaitu otak bagian sebelah kiri saya sebut left hemisphere, dan sebelah kanan adalah otak right hemisphere. He..he..he..jangan ditiru ya, ini hanyalah istilah saya sendiri. Bukan saya ambil dari sumber-sumber buku orang pintar atau dari sumber buku kedokteran. Ikuti saja. Namanya saja ini adalah latihan menulis membabi buta.

Kita lanjutkan.

Untuk otak sebelah kiri, biasanya adalah otak sadar. Yaitu otak yang selalu berpikir untuk sesuatu yang agak serius. Otak sebelah kiri digunakan orang untuk berpikir, matematika, fisika, kimia, mengukur, menghitung, hafalan, berdebat, berbicara, berpidato, atau berkata-kata. Semua bagian aktifitas ini membutuhkan suatu pemikiran yang kuat dan tidak bertele-tele. Harus serius agar semua pekerjaan dapat terlaksana dengan baik. Sedangkan otak yang sebelah kanan, atau bagian sebelah kanan adalah otak yang sering digunakan untuk otak hiburan. Eh emang begitu? Namanya saja hayalan saya saja. Otak sebelah kanan ini, biasanya dipakai untuk mengatakan hal-hal yang menyenangkan. Misalnya untuk menyanyi, untuk menari, berkelakar, tertawa, tersenyum, jatuh cinta, kata-kata puitis, suka pada perempuan, suka pada laki-laki, bahkan mengatakan ucapan jorok juga bersumber kepada belahan otak kanan ini. Seorang seniman, pelukis, pembuat drama, cerita nyelonong dan nyeleneh juga berasal dari otak kanan. Dan sekarang coba pikirkan sejenak. Apakah orang kreatif itu terletak di bagian otak sebelah kiri atau di sebelah kanan? Apakah orang kreatif itu mengunakan otaknya yang mana? Belahan otak yang mana yang sering digunakan seorang penulis drama atau penulis cerpen?

Tentu saja kedua belahan otak ini sangat penting. Kalau tidak penting, mana mungkin Sang Pencipta menciptakannya. Namun dalam segi penulisan, kedua-duanya ini harus kita manfaatkan dalam saat yang tepat.

Pernahkah melihat orang bernyanyi? Mengapa dia dengan mudah dan cepat sekali menghafal bait bait lagu? Mengapa dia jarang pernah salah menyanyikannya? Itu dikarenakan baahwa mereka menggunakan kedua belah otaknya. Atau dengan kata lain, dia menggunakan keseluruhan total otaknya.

Bisa dijelaskan?

Tentu bisa dijelaskan. Begini. Seornag penyanyi menguasai dua hal setidaknya pertama dia harus menghafal bait lagu, kata-kata lagu atau syair lagu lah namanya. Saat ini dia menggunakan otaknya yang di sebelah kiri. Di samping itu, penyanyi ini harus juga menghafal nada lagu, tempo lagu, keindahan dan cengkok lagu, tinggi rendahnya nada lagu itu. Ini digunakannya otak sebelah kanan. Dan ketika dia menyanyikan lagu ini lengkap dengan musiknya, penyanyi menggabungkan kedua belahan otaknya tadi. Belahan otak kiri dan belahan otak kanan. Kerjasama kedua otak inilah yang memperceapt penyanyi itu menguasai lagu. Ditambah lagi unsur gembira atau unsur rasa dalam lagu tersebut. Sehingga ini memudahkan dia menguasai lagu dalam beberapa detik atau dalam beberapa menit saja.

Lalu, apakah yang membuat penyanyi itu lama mengingat lagu itu? Salah satunya jawabanya adalah karena ia sering menyanyikan lagu yang sama itu. Apalgi kalau lagu yang dinyanyikannya itu sedang viral atau booming. Tentu dimana–mana dia mempunyai kesempatan yang banyak untuk menanyikan lagu itu. Kegiatan yang berulang ulang inilah yang menyebabkan otak bawah sadar bekerja. Otak bawah sadar ini menyebabkan orang tidak perlu menghafal lagi. Cukup teringat sebentar saja, per sekian detik, maka otak bawah sadar secara otomatis bekerja untuk kita. Itulah sebabnya, seorang penyanyi tidak perlu lagi mengingat syair apa yang akan dia ucapkan saat menyanyi. Semua sudah terekam di bawah alam bawah sadarnya. Secara spontan rekaman di alam bawah sadar itu muncul. Bagaikan tayangan video ber-audio, ia muncul dan ia memberikan respon reflek untuk penggunanya. Itulah yang saya sebut dengan suatu pembiasaan.

Pertanyaannya adalah? Apakah penulis pemula juga harus membangkitkan alam bawah sadarnya dalam menulis?

Saya belum bisa mengatakan jawabannya iya atau tidak. Mengapa? Karena saya belum menelitinya. Akan tetapi, kali ini saya akan membahasnya ala versi menulis membabi buta. Saya pikir bahwa menulis dengan menggunakan alam bawah sadar bagaikan suatu insting bagi setiap orang. Bagi penuls yang sudah terbiasa menulis, semua pemikiran dan opini yang berada dalam bawah sadarnya akan muncul. Instink dan kepekaannya yang dia latih berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun lamanya, telah melatih dirinya untuk berpikir secara instink.

Bagaikan seorang pesilat tangguh mandra guna, Serang pesilat memiliki mata yang banyak sekali. Orang mengatakan pesilat itu mempunyai seribu mata. Matanya ada di kaki, di tangan, di badan, di kepala, dan dimana saja. Seorang pesilat tangguh tidak perlu melihat ke belakangna untuk memberikan respon kepada lawannya untuk menendang. Itupun tendangannya akurat dan mengena sesuai dengan yang diinginkannya. Seorang pesilat tangguh tahu betul merespon gerak lawannya, apakah dia harus masuk atau apakah dia harus menghindar. Respon seperti ini membutuhkan latihan yang banyak dan teratur.

Lalu, apakah benar pesilat itu bermata seribu? Secara nyata tentu kita tidak bisa membenarkannya. Mata seribu ini mungkin adalah suatu istilah. Instinct kepekaan yang dimiliki pesilat itu. Dikarenakan kebiasaannya yang sudah tertanam lama di bawah alam sadarnya, dia tidak perlu lagi memikirkan apa yang harus dia lakukan jika musuhnya menyerangnya dari belakang, dari depan, dari samping atau dari atas. Semua gerakan reflek akan secara otomatis menangkis serangan itu dengan gerakan yang pas dan pasti. Itulah contoh dari kata instinck dan gerakan alam bawah sadar.

Penulis yang menggunakan alam bawah sadar berarti penulis yang peka akan apa yang muncul dalam pikirannya. Penulis yang peka berarti penulis yang menggunakan unsur instinc bawah sadar. Dia tidak perlu banyak berpikir akan apa yang akan dia tulis. Dia tidak perlu banyak memkirkan ini itunya dalam menulis. Karena semua itu sudah sejak lama dia kerjakan. Semua itu dilakukan secara terus menerus sehingga memmbentuk suatu pembiasaan. Dan pembiasaan itulah yang disimpan di bawah alam sadarnya. Semua keterempilan, semua ilmu pengetahuan, dan sumua strategi, semua mode, dan gaya penulisan sudah tersimpan rapi dalam alam bawah sadar. Sehingganya ketika dia menulis sesuatu, maka apa yang dia butuhkan akan muncul seketika dari alam bawah sadar. Boeh jadi dikaatakan bahwa alam bawah sadar itu terbentuk oleh suatu kebiasaan. Orang-orang sering mengatakan bahwa itu adalah instinc yang tercipta karena perbuatan yang sama secara terus-menerus. Ada pula orang mengatakan bahwa itu adalah gerakan reflek atau gerakan otomatis yang muncul pada seseorang yang menulis ketika dia ingin menulis. Memang ini membutuhkan suatu pelatihan yang terus menerus sehingga kita mencapai apa yang kita inginkan.

Nah, kesimpulannya, apakah kita mengingat kembali judul di atas? Yaitu menulis membabi bua. Baimana pula saya sampai pada tulisan alam bawah sadar.Inilah yang disebut dengan tulisan membabi buta. Tulisan yang membuat kita terlepas dari ikatan kontrol otak kita. Tidaklah mengapa, ini semua akan membawa kita pada suatu ide pembiasaan. Semua ini akan membebaskan kita dari otak pengontrol ide yang membuat kita susah menulis. Yakinkanlah diri sendiri, bahwa menulis membabi buta sangat penting untuk latihan menulis. Saya membenarkan ini semua. Keterampilan menulis pemula harus dilakukan. (Armanto)

Sebagai penutup, coac saya mengatakan bahwa seorang penulis terkemukapun harus melakukan menulis bebas /free writing setiap harinya. Agar apa? Supaya kebiasaan menulis itu sudah menjadi kebiasaan harian yang pada akhirnya berujung pada alam bawah sadar. Menulis seperti ini bagus sekali utuk kita menulis profesional dengan baik. Selamat mencoba saja. Jangan pikirkan semua yang menghalangi pikrianmy. Teruslah mengetik. Jangan pikirkan semuanya. Tenggelamlah dlam menulis. Selamat mencoba. (Armanto)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post