Artha Kristanti

Mengajar di SMPN 5 Yogyakarta, salah satu keberuntunganku. Ditengah tengah siswa cerdas, membuat aku tidak boleh berhenti belajar dan berinovasi. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ancaman Jeruji Besi

Ancaman Jeruji Besi

“Jangan”, teriak Bu Tri sahabatku. Dia merebut mikrofon yang sudah aku pegang. Aku berusaha mempertahankan. Kami berebutan sampai Pak Edy melerai kami. Air mataku tumpah, aku peluk Bu Tri erat sekali. Kami bertangis tangisan. Beberapa teman bergabung, semua berusaha saling menguatkan. Oh, cinta teman-temanku sudah memenuhi hatiku, tidak ada lagi yang aku takutkan. Pagi itu kami akan mengikuti upacara bendera. Menjadi istimewa karena diliput oleh kameramen yang disewa salah satu orang tua siswaku. Suasana begitu mencekam, semua menunggu aku bicara di podium. Ya...aku harus minta maaf kepada salah satu siswaku karena aku memarahinya di kelas

Saat bel mulai pelajaran berbunyi, ada mahasiswa Fakultas Psikologi UGM yang mohon ijin untuk mengamati proses pembelajaran di kelasku.Saat itu kami akan melakukan eksperimen di laboratorium Fisika. Aku ijinkan karena bukan hal yang baru kelasku dikunjungi tamu. Tidak perlu kuatir siswaku akan terganggu karena sudah terbiasa ada tamu yang mengamati mereka belajar. Sebelum pelajaran dimulai, aku mengingatkan Galih salah satu siswaku untuk tidak banyak mengadu kepada Ayah tentang sikap dan perlakuan gurunya di kelas. Intinya aku minta Galih membedakan mana yang bisa dilaporkan ke ayahnya dan mana yang harus disimpan.

Seperti biasa pembelajaan saat itu berlangsung dengan lancar, semua siswa aktif terlibat. Aku puas. Seusai pembelajaran, aku merefleksi pembelajaran dengan mahasiswa UGM yang sudah mengamati. Dia melihat pembalajaran saat itu dapat melibatkan selurih siswa. Mereka aktif dalam eksperimen dan dalam diskusi di masing-masing kelompok. Bahkan secara pribadi dia bisa memahami apa yang dipelajari saat itu, jauh berbeda dengan pembelajaran yang dia alami kala SMP. Aku sangat senang dengan penilaiannya. Saat dia berjanji akan datang kembali mengamati kelasku yang lain, aku tidak keberatan.

Pagi-pagi aku dipanggil Kepala Sekolah. Tidak seperti biasanya.Perasaanku tidak enak. Segera aku menemuinya. “ Bu, apa yang terjadi di kelas 8C kemarin,”katanya membuka pembicaraan. Aku lihat wajahnya muram, seperti menyimpan kemarahan. Aku mulai cemas, apa kesalahan yang aku buat. Kembali aku ingat-ingat semua kejadian dengan kelas 8C di laboratorium Fisika. Semua apa yang aku lakukan, apa yang aku ucapkan tiba-tiba muncul di kepalaku. Tidak ada yang salah, semua baik baik saja. “ Ayahnya Galih marah karena Ibu sudah memarahi anaknya di depan kelas,” lanjutnya dengan tegas. Sekarang Galih setres karena mengalami kekerasan verbal. Kekerasan verbal, aku tidak merasa melakukan separah itu. Aku memarahi anak itu seperti biasanya aku memarahi siswaku yang lain. Aku tidak bisa biarkan jika ada siswaku yang aku anggap melakukan kesalahan. Intinya aku ingin mendidik semua siswaku agar bisa bertindak sopan dan bijaksana. Tidak merugikan orang lain. Jika ada kekerasan verbal saat itu, pasti kelas tidak akan kondusif. Mahasiswa Psikologi UGM pasti akan memberi komentar. Semua yang aku ingat aku sampaikan ke Kepala Sekolah. Jika tidak percaya bisa menanyakan ke siswaku yang lain, atau memanggil mahasiswa Psikologi tersebut.

“Bu, Ayahnya Galih akan melaporkan Ibu ke polisi,katanya lagi. Deg, hatiku berdebar lebih keras. Aku tak percaya mendengarnya. “Maaf, Apa Pak,”tanyaku. Dengan nada tinggi, kepala sekolah menjelaskan keinginan ayahnya Galih. Aku berpikir Galih saat ini sedang dirawat di RS Grasia karena jiwanya tergunjang. Tetapi aku kembali tidak percaya, apakah betul kata-kataku sudah menggoncang jiwanya. Saat menuju ruang guru ada serombongan siswa kelas 8C berjalan menuju lapangan olah raga. Mereka bercanda dan saling menggoda satu dengan yang lain. Suara tawanya sangat keras,sampai siswa yang ada didalam kelas di sepanjang lorong menengok. Aku kaget kerena ada Galih dalam rombongan itu, saat berpapasan aku jabat tangannya dan aku tanya kesehatannya. Dengan masih tertawa dia menjawab kondisinya sehat. Lega hatiku. Tetapi kenapa aku akan dilaporkan ke polisi. Goncangan jiwa yang seperti apa yang dialami Galih. Aku sama sekali tidak memahami.

Sore itu suamiku mengumpulkan keluarga dan beberapa sahabat kami yang tahu masalah hukum. Ternyata dia ingin mendiskusikan kemungkinan jika aku benar benar dilaporkan ke polisi. Kebetulan salah satu adikku berprofesi sebagai jaksa. Pasti paham seberapa kuat bukti yang bisa membuat seseorang diadili. Salah satu sahabat kami kebetulan aktifis hukum di LBH. Dari sepak terjangnya membela orang yang lemah membuat kami yakin dia bisa membelaku. Mereka dengan sengan hati akan membantu kami dalam masalah ini. Aku dan keluargaku sangat siap jika ayah Galih benar-benar akan melapokan ke polisi dan kemudian mengadiliku. Saat mereka menanyakan begaimana kesiapanku. Tiba-tiba aku sadar, siap aku ini. Aku sesaat lupa bahwa aku adalah ibu Galih di sekolah. Aku menangis saat menyadarinya. “Nak, apa yang akan Ibu dapatkan jika memenangkan kasus ini,”kataku lirih pada diriku sendiri.”Aku tidak akan merasa menang walau sudah mengalahkanmu, karena aku tetap ibumu di sekolah”, kembali aku berbisik. Suamiku ternyata mendengar. Dia peluk aku erat sekali. Pecahlah tangisku. Saat itu aku diingatkan imanku yang mengajarkan manusia tidak punya hak menghakimi, hanya Tuhan YME yang memiliki hak itu. Dengan mantap aku putuskan untuk tidak akan melawan Galih di pengadilan.

Bebeberapa hari kemudian aku kembali di panggil Kepala Sekolah. Ada apa lagi ini, pikirku. Dengan malas aku berjalan menemuinya. “Bu, ternyata Ayahnya Galih memberi opsi,”katanya. Opsi apalagi?. Aku mulai jengkel. Apalagi saat Kepala Sekolaku meminta aku datang ke rumah Galih untuk meminta maaf. Aku sedih mengapa Kepala Sekolah belum juga memahami duduk persolaannya, dan meninggalkan aku sendirian. Kemana lagi aku harus meminta perlindungan. Dia kembali menjelaskan opsi yang ditawarkan untukku. Ayahnya Galih tidak akan lapor ke polisi jika aku mau meminta maaf kepada anaknya di depan peserta upacara besuk Senin. Jika aku tidak mau, maka aku akan tetap dilaporkan ke polisi. “Apakah Ibu bersedia,?” tanya Kepala Sekolahku. Sebagai orang beriman aku sudah terbiasa meminta maaf jika merasa melakukan kesalahan. Kepada siapapun , tidak terkecuali “ Bapak, saya bersedia meminta maaf,”jawabku mantap. Bukan masalah aku takut dipolisikan, tetapi aku hanya ingin memberi contoh kepada semua siswaku termasuk Galih agar mau meminta maaf jika dianggap sudah melakukan kesalahan.

“Bu, kami mewakili orang tua kelas 8.6. memohon agar jangan meminta maaf kepada Galih,” kata ibunya Yosua dari ponselku. Mereka ternyata sudah saling berkomunikasi dan sepakat tidak setuju dengan keputusanku. Aku menjadi makin sedih, karena tidak banyak yang tahu tujuan dari keputusanku. Aku tidak bergeming dan tetap akan meminta maaf kepada Galih. Harapanku suatu saat Galih memahami bahwa meminta maaf tidak berarti kalah atau dikalahkan. Meminta maaf membuat kita menang terhadap diri sendiri.

Faktanya aku memang tidak jadi meminta maaf kepada Galih. Kepala Sekolah akhirnya mewakiliku berbicara di podium. Aku sudah dibelanya, aku sudah dilindungi, aku tidak sendirian lagi. Banyak hikmah yang dipetik dari peristiwa yang memilukan itu. Kami sesama guru makin kompak , saling melindungi satu dengan yang lain. Itu yang membuat kami makin kuat dalam menghadapi permasalahan di sekolah. Beberapa waktu kemudia aku mendengar Ayah Galih mendapat masalah hukum. Aku tidak peduli detailnya. Benar ternyata, hanya Tuhan yang berhak menghakimi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

pertamax

18 Dec
Balas



search

New Post