ARY ARIEQ

Membaca adalah Hobby ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kenapa Orang Senang Memprovokasi

Kenapa Orang Senang Memprovokasi

Ada kan salah satu diantara banyaknya teman kita yang senang menceritakan keburukan orang lain. Bahkan menceritakan gosip murahan kepada kita.

Misalnya : “eh si anu itu bilang katanya si A menggelapkan uang di sekolahnya loh”. katanya. Tadinya sih cuek saja, tapi lama-kelamaan bisa marah juga karena si A adalah salah satu sahabat baik. Begitu kita tanya dan telusuri kepastiannya ternyata si A hanya difitnah saja agar nama baiknya jelek dan tidak bisa naik jabatan. Hampir saja ikut-ikutan terpancing untuk membenci dan tidak mau berteman lagi dengan si A. Padahal si A seorang yang cerdas dan banyak ilmunya, serta senang berbagi ilmu kepada siapa saja.

Belakangan baru ketahuan kalau ada pihak tertentu yang sengaja ingin menyulut emosi kita. Sayangnya hubungan kita dan sahabat baik-baik saja. Coba kalau kita terpancing provokasinya bisa jadi hubungan yang baik akan rusak dan menjadi renggang—nyesel banget kan! Sst... hal ini nggak bakal terjadi, tuh, kalau kita mengenali ciri-ciri provokator. Ini penulis kutip dari sumber :

https://www.femina.co.id/health-diet/3-alasan-seseorang-senang-memprovokasi-

Provokator memang pintar mengubah kesalahan kecil jadi bencana besar. Lihat aja unjuk rasa yang berakhir rusuh atau konflik berbau SARA di daerah biasanya ulah para provokator. Menurut Ceti Prameshwari, Psi., provokator selalu punya keinginan memengaruhi emosi orang lain.

“Tujuan provokasi yaitu untuk kepentingan kelompok tertentu dengan cara memaksa. Berbeda dengan persuasi yang bertujuan mencari win win solution—agar kedua pihak sama-sama untung,” ujar Ceti.

Ceti melanjutkan bahwa provokasi awalnya hanya bertujuan sekadar 'menyemangati' orang. Namun kenyataannya—terutama di era modern seperti sekarang—provokasi justru digunakan untuk menjatuhkan orang lain dengan berbagai cara. Mulai dari menyebar gosip hingga menciptakan suasana nggak aman.

“Provokator cenderung nggak mikirin efeknya, yang penting dia mendapatkan keinginannya. Dia nggak akan tertarik cara positif seperti negosiasi atau diskusi,” tambah Ceti.

Contoh gampangnya, nih, demi naik jabatan kita tega memfitnah rekan kerja mengambil uang perusahaan dan 'mengadukannya' kepada atasan. Jika atasan terpengaruh, pastinya kita bebas saingan, kan?

Doyan memprovokasi juga muncul akibat iri dan dendam berlebihan karena nggak ingin melihat orang lain lebih berhasil dari kita. Sayangnya rasa ini nggak memacu kita untuk jadi lebih baik, tapi justru berusaha untuk menjatuhkan lawan. Berhubung nggak pede menghadapinya sendirian, kita langsung cari dukungan orang lain.

“Provokator sebenarnya nggak pede dengan kemampuannya sendiri. Nggak berani mengambil risiko, makanya menggunakan orang lain sebagai tameng. Kalau sportif, nggak perlu menghasut orang lain, yakin aja dengan diri sendiri,” kata Ceti.

Provokator bisa ada di mana saja, termasuk di lingkungan sekitar kita. Tapi nggak berarti kita nggak bisa menghindari 'kata-kata manisnya'. Provokator nggak bakal berani menghasut kita yang berwawasan luas dan punya pendirian.

“Agar nggak mudah dihasut, kita harus berpikir logis sehingga kita bisa objektif menanggapi gosipnya. Misalnya kita nggak langsung ngomel saat teman mengatakan si dia selingkuh, tapi buktikan dulu kebenarannya. Pintar-pintar memilah informasi yang didapat, apalagi berita negatif,” kata Ceti.

Keberanian kita untuk mengungkapkan pendapat juga nggak kalah penting. Jangan keseringan memendamnya karena bikin kita berasumsi sendiri. Akibatnya, begitu ada yang mencoba memengaruhi, kita ikut terhasut, deh. Jika masalah yang kita pendam berhubungan dengan orang lain bakal jadi dendam kesumat, tuh!

“Tambah rasa pede dengan mengeksplorasi kelebihan kita. Lewat kelebihan ini kita bisa menunjukkan eksistensi diri dan nggak malu untuk bertukar pikiran dengan orang lain—termasuk berdiskusi dengan orang yang bermasalah dengan kita. Perbanyak pergaulan untuk lebih mengenal bermacam karakter orang sehingga nggak mudah terjebak provokasi,” kata Ceti.

Kalau kita yang hobi ngomporin orang? Mending coba, deh, mengevaluasi diri sendiri. Memangnya kita mendapat keuntungan tertentu dengan membuat orang lain bertengkar? Justru bikin kita nggak nyaman sendiri, kok, karena bawaannya takut ketahuan terus.

“Lebih peka lagi dengan suara hati nurani kita karena dia bisa protes kalau kita berbuat buruk. Minta pula pendapat orang lain untuk introspeksi diri,” saran Ceti.

Ceti juga menambahkan kalau kelebihan kita memprovokasi orang lain dapat disalurkan untuk hal positif. Contohnya yang dilakukan motivator ulung, konsultan karier, dan psikiater lewat kata-kata mereka yang justru menginspirasi banyak orang.

“Provokasi positif seperti Mario Teguh jelas lebih menguntungkan karena efeknya lebih lama. Provokasi negatif hanya menimbulkan kemarahan dan penyesalan. Dijamin orang lain bakal lebih berterima kasih jika kata-kata kita menginspirasinya,” kata Ceti.

Nah sebaiknya kita wajib berhati-hati dengan orang seperti ini. Lebih baik menghindar dan tidak menelan mentah-mentah apa yang dibicarakan. Telusuri kebenaran berita yang disampaikan dulu sebelum mengakui kebenaran yang dia sampaikan.

Cikeas Hilir, 20 Januari 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post