Arysepthanauly Pohan

PESERTA PELATIHAN SAGUSABU (SATU GURU SATU BUKU) DKI JAKARTA ANGKATAN VIII (2 - 3 NOVEMBER 2019)...

Selengkapnya
Navigasi Web
TANTANGAN GURUSIANA 30 HARI (HARI KE 1)
Tantangan gurusiana (hari ke 1)

TANTANGAN GURUSIANA 30 HARI (HARI KE 1)

BAHAGIAKU ADALAH DARI BAHAGIAMU…. RASA BERSYUKURKU ADALAH KARENAMU, INGATKAN AKU UNTUK SELALU BERSYUKUR KEPADA ALLAH

.

Di hari libur di bulan Desember 2019 yang lalu, tak tau apa lagi yang harus aku lakukan untuk membuat liburan ini jadi menyenangkan. Sementara anak – anak sudah pergi dengan acara mereka masing – masing. Tinggal aku dan suamiku yang ada di rumah tanpa ada acara. Akhirnya aku mencari kesibukanku dengan meneruskan pekerjaanku yang tertunda, membuat PTK untuk kenaikan golonganku dan mengetik kata demi kata untuk bisa menyelesaikan keinginanku membuat buku setelah aku mengikuti pelatihan sagusabu dki8.

Akhirnya aku larut dalam kesibukanku membuat PTK dan menyelesaikan membuat buku. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 15.15, hp yang dari pagi menggeletak di meja masih setia menemani aku bekerja, walaupun aku tidak sempat menyentuh hp karena aku ingin konsentrasi saat bekerja. Akhirnya aku istirahatkan laptopku dan aku mulai mengambil hp dan membuka isi wa, ternyata banyak sekali berita yang masuk. Saat aku memperhatikan berita – berita yang masuk tanpa membukanya, ada satu berita yang membuat aku tertarik untuk membukanya. Setelah aku membukanya, dadaku rasanya sesak, air mata mengalir tanpa terasa dari kedua mataku, makin banyak aku membacanya semakin mengalir air mataku.

    

Suatu pemberitahuan dari seorang anak, yang dengan gembiranya mengatakan bahwa dia berhasil meraih rangking 1 di kelasnya, di sebuah sekolah SMK. Luapan bahagia terlihat dari bahasanya, bahwa dia berhasil meraih prestasi yang sangat membanggakan. Mungkin bagi kita, anak kita meraih rangking I adalah hal biasa bahkan mungkin akan menjadi tuntutan kita kepada anak kita, tapi rangking I yang di peroleh anak ini adalah hal yang luar biasa bila aku kilas balik kembali dengan apa yang terjadi pada dirinya saat dia masih di SMP tempat aku mengajar.

Aku mundurkan lagi memoriku tentang anak ini, dia adalah Adjimas. Aku tidak kenal siapa anak ini karena aku tidak pernah mengajar di kelasnya dari saat dia di kelas 7 sampai dia di kelas 9. Jadi benar – benar aku tidak tau siapa dia. Tapi aku jadi tertarik dengan siapa anak ini, ketika wali kelasnya membicarakan dia dengan teman – teman di ruang guru pada saat jam istirahat. Pada awalnya aku tidak memperhatikan karena aku sedang sibuk mengetik soal, tapi ketika teman – teman makin banyak berkumpul dan membicarakan anak ini sambil berkali – kali menyebut kata kasihan, aku jadi penasaran, siapa yang sedang di bicarakan dan kenapa. Akhirnya aku menghentikan kesibukanku mengetik soal dan menghampiri teman – teman sambil bertanya, “ada apa?”

Kemudian wali kelasnya menceritakan ulang tentang anak ini yang namanya adalah Adjimas. Seorang anak yang menjadi yatim sejak dia kelas 8 di semester ganjil dan kemudian makin menderita hidupnya ketika Adjimas di kelas 9. Dia dan kakaknya yang baru lulus dari SMK tinggal di sebuah kamar kos yang kecil, mereka di tinggal pergi oleh ibu mereka tanpa tau dimana keberadaan ibunya. Sudah 8 bulan mereka tidak bisa membayar kamar kos yang mereka tempati, menanti ibu mereka pulang dengan tanpa adanya kepastian, kadang mereka makan tapi lebih sering tidak makan. Sampai akhirnya mereka di usir dari kamar kos tersebut dan akhirnya mereka di tampung di rumah kakeknya yang kecil dengan kehidupan kakeknya yang juga susah. Rumah yang tidak berani mereka datangi, karena dulu ibu mereka melarang mereka mendatangi satu – satunya keluarga yang mereka kenal tanpa mereka tau apa yang membuat ibu mereka menjauhi keluarganya. Akhirnya rumah itu jugalah yang menjadi tempat berteduh mereka tanpa rasa khawatir di usir kembali. Mereka tinggal bersama dengan kakek dan tantenya yang mempunyai 4 anak kecil. Walau tinggal bersama di sebuah rumah kecil yang banyak penghuninya, tapi membuat mereka merasa lebih nyaman. Dan kakaknya Adjimas mulai bekerja serabutan mulai dari mengojek sampai menjadi supir cadangan. Kakaknya tidak bisa bekerja di bengkel sesuai dengan pendidikan yang dijalaninya walaupun ada keinginan untuk itu, karena kendala dia tidak memiliki ijasah yang ditahan oleh sekolahnya dan tidak bisa dia ambil akibat dari dia tidak membayar uang ujian dan uang bayaran sekolahnya.

Ketika mendengar cerita tentang Adjimas ini, dadaku terasa sesak, sedih, kenapa anak sekecil itu sudah harus mengalami nasib seperti ini. Wali kelasnya bisa mengetahui kondisi Adjimas ini karena Adjimas yang sering tidak masuk sekolah. Dan ketika 3 hari berturut – turut Adjimas tidak masuk sekolah, wali kelasnya mencari tahu dimana Adjimas tinggal dan mendatangi kamar kos tempat mereka tinggal. Saat itu Adjimas sudah 3 hari tidak makan, hanya minum air saja. Akhirnya wali kelasnya bertindak, langsung membelikan makanan untuk Adjimas yang kondisinya sudah sangat lemah. Ketika mereka di usir dari kos tempat mereka tinggal, wali kelasnya pula yang mencoba mendatangi satu – satunya keluarga mereka, menceritakan tentang kondisi mereka dan meminta keluarganya untuk menampung mereka di rumahnya. Alhamdulillah keluarganya mau menerima mereka dan mau menanggung makan mereka. Tapi tantenya dan kakeknya tidak sanggup untuk memberikan biaya buat sekolah Adjimas.

Adjimas yang tau bahwa masa depannya tidak jelas apakah dia akan meneruskan sekolah ke SMA atau tidak, merasa sangat putus asa dan merasa percuma dia belajar sungguh – sungguh untuk ujian UNBK nya. Karena dia tau, dia pasti tidak akan bisa sekolah karena tidak ada biaya. Maka Adjimas kadang tidak masuk sekolah, bukan karena sakit tapi dia sudah merasa patah semangat untuk bersekolah. Segala cara wali kelasnya berusaha membangkitkan semangat Adjimas dan memaksanya untuk ke sekolah, paling hanya bertahan 2 hari setelah itu Adjimas tidak masuk kembali. Hari – hari Adjimas diwarnai dengan banyaknya absen kehadirannya, tapi dia tidak main keluar, dia tetap ada di rumah kakeknya dan ada di dalam kamarnya yang kecil, begitu selalu laporan tantenya bila ditanya oleh wali kelasnya, tentang keberadaan Adjimas. Makanya kemudian wali kelasnya akhirnya menceritakan kepada kami tentang kondisi Adjimas dan berharap ada solusi untuk dia.

Akhirnya aku memberanikan diri berbicara dengan wali kelasnya dan minta izin kepada wali kelasnya untuk aku bisa berbicara langsung dengan Adjimas hanya berdua saja. Aku bilang aku punya rencana dan aku mau coba rencana ini. Semoga dengan rencanaku ini, aku bisa membuat Adjimas mau masuk dan kembali bersemangat untuk sekolah. Wali kelasnya dengan senang hati mengizinkan aku berbicara hanya berdua saja dengan Adjimas dan katanya kebetulan Adjimas saat ini masuk sekolah. Aku kemudian keluar dari ruang guru, berjalan menuju kelasnya Adjimas, yaitu kelas 9b. Saat itu kebetulan sedang jam istirahat, dan banyak anak yang sedang keluar dari kelasnya. Aku melihat di kelas itu hanya ada beberapa anak yang sedang duduk diam dan ada juga yang sedang ngobrol dengan temannya. Akhirnya aku menghampiri mereka dan bertanya kepada anak yang sedang duduk sendiri, di bangku paling depan, “sayang, Adjimas duduknya dimana ya? Ada Adjimas ga di kelas, atau Adjimas sedang istirahat di kantin?” Anak yang aku ajak bicara menatapku agak lama, kemudian dia berkata “Adjimas itu saya bu…”.

“Ooohh” Cuma kata itu yang bisa aku ucapkan karena keterkejutanku…. Cukup lama aku terdiam, tidak menyangka kalau anak yang aku ajak bicara adalah anak yang aku cari. Sosok anak yang sangat pendiam dan raut wajahnya tidak keliatan bermasalah. Kalau saja suasana di kelas saat  itu sedang ramai dengan anak – anak di dalam kelas, ekspresi kaget aku mungkin akan terlihat lucu, tapi Alhamdulillah saat itu suasana kelas lagi kosong dan tidak ada anak lain yang memperhatikan percakapan kami. Akhirnya Adjimas aku ajak keluar dari kelas dan aku ajak bicara. Bingung juga menghadapi anak yang bersikap diam dihadapanku, terdiam menunggu kenapa dia aku panggil. Akhirnya aku beranikan diri untuk mengatakan alasan aku memanggilnya dan meminta dia menceritakan kondisinya. Awalnya Adjimas tetap diam, tapi setelah aku bujuk akhirnya dia mulai bercerita, tentang ayahnya yang dekat dengannya tapi meninggal karena sakit, tentang ibunya yang tiba – tiba pergi tanpa pamit kepada mereka, tentang rasa benci dan sakit hatinya kepada ibunya, saat Adjimas bercerita, sesekali dia menghapus air mata yang menetes di balik kacamatanya. Seorang anak yang saya tau dari dia berbicara, dia adalah anak yang cerdas, tapi mengalami nasib yang menyedihkan. Dan kesedihannya ditambah lagi dengan nasibnya yang tidak jelas. Ketika aku bertanya, “Apa Djimas mau nerusin ke SMA?”.... Lama sekali dia terdiam sambil berlinang air mata, kemudian dia menundukkan kepalanya dan menjawab dengan lirih, “Saya mau sekolah bu, tapi…” sebuah jawaban yang menggantung, tetesan air mata yang jatuh ke lantai dengan sikap kepala yang tetap menunduk berusaha menyembunyikan kesedihannya. Itu sudah cukup buatku untuk bertekad membantu dia. Seorang Adjimas yang tidak aku kenal sama sekali, tapi sudah membuat hatiku tergugah dengan keadaan dirinya. Sambil aku ikut menangis, aku bilang ke dia “... Djimas yakin ga, kalau Djimas bisa melanjutkan sekolah? Djimas yakin ga kalau ada orang yang pasti akan menolong Djimas? Djimas yakin ga kalau Allah itu maha baik, yang tidak akan memberikan ujian kepada umatnya di luar batas kemampuan umatnya? Djimas yakin ga kalau Allah pasti akan bantu Djimas untuk bisa sekolah?”

Aku tidak sadar saat aku berbicara itu volume suaraku jadi serak dan meninggi karena emosi kesedihanku. Aku sedih dengan kondisinya yang sudah patah semangat dan sangat membenci ibunya yang sudah meninggalkan mereka dan membuat mereka menderita. Aku jadi teringat dengan anak – anakku, karena usia Adjimas sama dengan usia anakku yang nomor 2. Aku membayangkan kalau kondisi Adjimas menimpa anak – anakku, bagaimana mereka… di saat itu aku bersyukur. Walaupun kondisi kehidupan kami tidaklah mewah, aku tetap ada untuk anak – anakku di saat mereka butuh pertolongan dan perlindunganku sebagai ibunya.

Lama sekali aku menunggu jawaban Adjimas atas pertanyaan – pertanyaanku tadi, kemudian aku mengulangi pertanyaanku dengan nada lebih pelan, sambil tetap menunggu jawaban dia. Akhirnya pelan sekali Adjimas menjawab, masih dengan kepala menunduk berusaha menyembunyikan tetesan air matanya dari pandanganku. “Djimas tidak yakin bu, kalau Djimas bisa melanjutkan sekolah, Djimas ga tau untuk apa Djimas harus ikut ujian karena Djimas tidak akan bisa melanjutkan sekolah. Kakek Djimas sudah tua bu, tidak bisa membiayai Djimas sekolah. Tante Djimas anaknya banyak, Djimas tidak mau menyusahkan tante Djimas. Djimas yakin Allah itu baik dan menolong Djimas, makanya Djimas sekarang tidak lagi susah untuk makan bu. Djimas yakin ayah Djimas tidak menderita lagi karena sakitnya bu, karena Allah sudah memanggil ayah Djimas bersama Allah… Djimas selalu berdoa agar ayah Djimas mendapatkan tempat yang terbaik bersama Allah. Tapi Djimas sedih kenapa mama Djimas pergi meninggalkan kita bu..” Sambil menjawab, semakin pelan dan serak suara Adjimas terdengar… sampai akhirnya hanya tetesan air matanya yang menggantikan kata – katanya.

Sesaat, aku tidak bisa berkata – kata. Kami sama – sama terdiam dan sama – sama meneteskan air mata. Kemudian aku bilang lagi ke Adjimas, “Djimas percaya ga dengan omongan bu ary? Bu Ary mau menolong Djimas, tapi Djimas juga harus bisa menolong diri Djimas sendiri. Djimas ga boleh benci mama Djimas, Djimas juga harus berdoa semoga Allah menggerakkan hati mama Djimas untuk kembali ke anak – anaknya. Djimas harus percaya kalau setelah lulus nanti Djimas masih tetap bisa melanjutkan sekolah.” Adjimas menatapku lama, dia tidak percaya dengan yang aku ucapkan barusan. Kemudian Adjimas bertanya sambil menyeka air matanya, “Bagaimana Djimas bisa sekolah bu?”. Sambil mengusap kepalanya, aku kemudian melanjutkan bicaraku, “Djimas mau sekolah kan? Bu Ary akan bantu Djimas, Bu Ary akan mencari orang yang mau menjadi orang tua asuh untuk Djimas, yang akan membiayai sekolah Djimas sampai selesai, asal Djimas punya kemauan dan sungguh – sungguh untuk belajar. Apa Djimas mau?”. Masih dengan tatapan mata tidak percaya Adjimas menjawab, “Saya mau bu… saya mau melanjutkan sekolah bu…”. Akhirnya aku berkata kembali, “Kalau gitu kita sama – sama janji ya sayang, Djimas janji untuk tidak alpa lagi, Djimas harus janji untuk masuk sekolah terus, Djimas harus janji untuk mengikuti UNBK supaya Djimas lulus, supaya Djimas bisa melanjutkan sekolah ke SMA. Dan Bu Ary janji, Bu Ary akan mencari orang yang akan menjadi orang tua asuh untuk Djimas, yang mau membiayai sekolah Djimas nanti”. Akhirnya kami sama – sama tersenyum, walaupun masih ada sisa air mata di wajah kami, tapi kami sama – sama tersenyum bahagia. Kemudian aku menyuruh Djimas masuk ke kelasnya lagi karena bel masuk sudah berbunyi.

Kemudian aku mulai menulis di semua wa grup pertemananku, untuk mencari sseorang yang mau menjadi orang tua asuh untuk Adjimas. Dua minggu berlalu, dan aku belum mendapatkan respon dari permintaanku ini… sampai akhirnya aku mendapatkan wa pribadi dari sahabatku waktu smp, dia menyatakan dirinya bersedia untuk menjadi orang tua asuh untuk Adjimas. Bahagianya hati ini akhirnya aku bisa memenuhi janjiku untuk mendapatkan orang tua asuh bagi Adjimas. Selesai aku mengajar, aku langsung menuju kelas Adjimas, tapi Adjimas yang aku cari kata teman – temannya sudah seminggu tidak masuk sekolah. Aku bertanya – tanya dalam hati, ada apa lagi dengan Djimas? Kenapa dia tidak masuk? Padahal saat itu mereka sedang melaksanakan ujian praktek.

Akhirnya aku menemui wali kelasnya, dan wali kelasnya bilang, dia akan melakukan kunjungan ke rumah Adjimas hari ini. Dia akan memberikan kepastian tentang kondisi Adjimas besok. Akhirnya aku kembali ke kelas Adjimas, dan mencari sahabat terdekatnya Adjimas, aku menitip pesan yang harus disampaikan kepada Adjimas bahwa aku menunggu Adjimas hari ini juga, tapi pulang sekolah. Aku yakin, Adjimas tidak sakit. Dan aku minta temannya untuk mengantar dan menemani Adjimas ke sekolah.

Sore hari, aku sengaja belum pulang, aku duduk di tangga masjid sekolah, menunggu Adjimas dan temannya. Lama aku menunggu dan nyaris aku pulang karena langit mulai makin gelap, aku tidak yakin Adjimas datang ke sekolah. Ada rasa kecewa, tapi aku berharap besok aku bisa menemui Adjimas di kelasnya, bahkan kalau perlu aku akan ke rumah kakeknya Adjimas untuk menemui Adjimas langsung. Akhirnya aku bangun dari dudukku di tangga masjid untuk siap – siap pulang. Baru beberapa langkah meninggalkan masjid, ada yang memanggilku. Kemudian aku mencari siapa yang memanggil, ternyata Adjimas dan temannya ada di depan gerbang sekolah… Alhamdulillah, ternyata anak ini datang juga. Akhirnya aku kembali ke arah tangga masjid dan duduk di sana menunggu mereka mendatangiku. Aku melihat raut wajah yang masih sedih dan tidak bergairah di wajah Adjimas. Kemudian aku menyuruh Adjimas duduk dan kemudian aku katakan berita gembira bahwa dia sudah mendapatkan orang tua asuh. Mendengar berita yang aku sampaikan, Adjimas Nampak sekali tidak percaya, tapi dia kelihatan sekali bahagia. Kemudian aku bilang ke dia, bahwa setelah ada orang tua asuhnya ini, Adjimas tidak boleh lagi tidak masuk dan harus sungguh – sungguh untuk mengikuti UNBK. Kali ini aku lihat wajah yang sangat cerah bahagia, dan Adjimas benar – benar bersungguh – sungguh untuk bisa mendapatkan nilai bagus di UNBK. Besoknya aku lihat Adjimas sudah masuk sekolah dan untuk seterusnya dia sudah rajin masuk sekolah. Mengerjakan Ujian Praktek Susulan, mengerjakan UCUN sekolah dan UCUN wilayah dan kemudian mengerjakan UNBK

Kebahagiaan terlihat di wajah Adjimas ketika acara pelepasan untuk anak kelas 9 dilaksanakan di halaman sekolah. Yang tidak kita sangka – sangka, ada seorang ibu yang mendampingi Adjimas, terlihat sekali Adjimas sangat dekat dengan ibu ini. Kami mengira ibu ini adalah tantenya Adjimas, tapi ternyata ibu ini adalah ibu kandung Adjimas. Ibu yang selama ini dirindukan oleh Adjimas akhirnya kembali untuk menjemput anaknya dan membawa Adjimas ke rumah kontrakannya yang baru, di daerah Tangerang.

Hasil UNBK Adjimas alhamdulillah bagus dan memenuhi syarat untuk dia memilih sekolah yang dia inginkan. Kemudian Adjimas tinggal di Tangerang. Selama liburan tidak ada komunikasi antara aku dan Adjimas. Aku pikir ibunya yang akan mengurus Adjimas untuk melanjutkan sekolah. Tapi ketika liburan hampir selesai, Adjimas tiba – tiba wa aku dan menanyakan tentang orang tua asuh yang waktu itu aku tawarkan. Aku kemudian menanyakan Adjimas sekolah di mana dan bagaimana kondisi keuangan mamanya. Setelah aku mendatangi sekolah tempat Adjimas mendaftar yaitu di sebuah SMK, akhirnya aku memutuskan menghubungi kawan yang waktu itu bersedia untuk menjadi orang tua asuh Adjimas. Tapi karena pengajuan yang aku berikan ke temanku terlalu mendadak dan ada prosesnya, sementara keperluan Adjimas untuk masuk sekolah sudah harus dibelikan, akhirnya aku memutuskan kalau aku saja yang menjadi orang tua asuh Adjimas dan aku meminta izin suami untuk bisa menjadi orang tua asuh Adjimas, Alhamdulillah suami mengizinkan,

Maka sejak tahun ajaran 2019 – 2020 akhirnya aku mendapatkan satu anak, yang akan menjadi tanggungjawabku selama dia sekolah. Ketika Adjimas tau bahwa akhirnya aku yang menjadi orang tua asuhnya, Adjimas terlihat sangat bahagia dan berjanji untuk bersungguh – sungguh belajar. Janji Adjimas itu sudah dia buktikan dengan dia mengirimkan hasil rapotnya dan mengabarkan bahwa dia memperoleh peringkat 1 di kelasnya. Bahkan kata guru di sekolahnya Adjimas yang selalu berkomunikasi dengan aku, mengatakan bahwa Adjimas prestasinya sangat bagus, menang dalam lomba bahasa Inggris.

Bangga di hatiku dengan apa yang sudah diperoleh oleh Adjimas. Suatu perubahan yang sangat besar, dari seorang anak yang sangat pendiam dan patah semangat, sekarang sudah menjadi anak yang sangat bersemangat dan berprestasi dalam belajar. Semoga engkau menjadi anak yang berhasil dan bisa membahagiakan orang lain. Aku bangga Adjimas sudah menjadi bagian dari hidupku, sudah menjadi anakku.

 

Alhamdulillah, berkat Ridho Mu… Ya Allah, hamba bisa menjadi berguna dan bisa membahagiakan orang lain. Di Bahagiaku anakku… itu adalah dari bahagiamu. Dan aku bersyukur akan kehidupanku yang sekarang ini karena kamu, anakku. Kehadiranmu yang mengingatkan aku untuk selalu bersyukur kepada Allah, bahwa aku bisa membahagiakan kamu anakku. Alhamdulillah....

 

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren sekali Bu Ari sehat n sukses selalu ,dan turut bangga dengan Adjimas

21 Jan
Balas

makasih bunda

21 Jan
Balas



search

New Post