Asep Dhani Gandani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Cerita Cinta Sang Primadona Desa

Hawa dingin masih enggan menjauh dari kulit Jessica ketika matahari masih berona merah di pagi hari ini. Sekolah masih terselimut embun dan menyisakan butiran basah.

Sepagi ini Jessica sudah berada di sekolah setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan dari rumah tempat tinggalnya yang nun jauh berada tiga kilometer dari sekolah.

Dengan perjalanan jauh dari rumah ke sekolah dengan berjalan kaki melewati jalan yang sebagian besar hanya ditonton oleh tanaman perkebunan dan hutan dengan hanya menenteng bekal nasi lauk ikan yang disiapkan ibu di rumahnya yang hanya berdinding gedek beratap rumbia berlantai tanah karena ibunya bukan orang berada namun penggarap tanah yang tidak seberapa, motivasi Jessica sangat kuat bersekolah. Hari-harinya selalu dipenuhi mimpi seorang dokter dengan terus membaca, belajar dan bersekolah. Ia sangat cinta sekolah dengan seluruh kegiatan belajarnya.

Kuning langsat kulitnya dengan tatapan mata yang indah dihiasi wajah cantiknya yang seharusnya banyak wanita muda seusianya malah bermain tak membuatnya tergoda untuk larut dalam pergaulan bebas remaja. Ia seorang wsnita yang istiqomah dalam berprinsip sesuai pesan ibunya setelah ayahnya meninggal dunia untuk menjadi orang berguna bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya.

Ketika bel sudah berbunyi, ia masuk mengikuti teman-temannya ke kelas. Seperti biasa, ia selalu aktif di bertanya dan menjawab pertanyaan guru sehingga ia selalu menjadi primadona kelas tempat bertanya teman-temannya yang masih bingung dengan pelajaran di kelas. Dengan ramah ia selalu membimbing teman-temannya dengan tulus. Bukan hanya cantik tapi ia juga pintar sehingga banyak disukai oleh teman-teman dan gurunya. Ia yang berasal dari desa dengan penuh kemiskinan dan populer di kalangan teman-temannya menjadi primadona desa.

Ketika ia sedang asyik belajar tiba-tiba pintu diketuk dan sebuah suara memanggil Jessica. Iapun keluar kelas mengikuti guru yang memanggilnya. Di ruangan kantor, ia menerima sebuah keputusan sekolah yang sangat berat dipenuhinya. Ia harus membayar semua tunggakan sekolahnya kalau tidak mau dikeluarkan. Iapun tercenung tak berdaya memikirkan nasibnya darimana ia membayar semua itu padahal ibunya hanya bekerja serabutan sehingga tak cukup membayar biaya sekolah ditbah dengan kondisi ibunya yang sakit-sakitan.

Iapun terduduk lemas tak berdaya tak tahu apa yang mesti diperbuat. Akhirnya ia berlinangan air mata ketika keputusannya adalah ia harus keliar sekolah.

Waktupun berlalu ia hanya duduk di rumah membantu ibunya bekerja menyekolahkan adik-adiknya yang masih kecil. Setiap hari ia berjualan es yang dibawanya melalui termos. Sesekali ia menengok sekolahnya dulu. Ia kelas 12 ketika dikeluarkan dari sekolah dan sekarang sudah 3 bulan ia keluar (bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post