Puisi dalam Hujan
Aku duduk pada bangku kayu, membaca puisimu, membaca langkahmu, membaca kata-katamu, membaca sikapmu padaku. Aku duduk menunggu suara angin yang kaukirim sejak kemarin, jejak pembicaraan kita telah kauhapus diam-diam, tapi aku masih bisa membacanya perlahan lahan di dalam hati, tanpa suara. Kamu masih di situ kan? Asyik memandang air kolam yang dimainkan rintik hujan. Tapi gerimis telah membasahi hati dan matamu sore itu. Apakah aku harus kasihan padamu? Begitu pertanyaanku saat itu. Tapi kita punya kisah yang berbeda. Tapi kau hanya menjawab dengan mata yang basah. Hujan itu, katamu sambil menunjuk ke arahku. Aku akan tetap mengenangmu. Bisiku setelah selesai membaca sebait puisimu itu. Tapi air hujan kian tak berirama. Ingatan padamu kian samar ditelan hujan yang tak kunjung reda. @salam dari Asep Nurjamin di Bumi Guntur Melati
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wah puisi yang luar biasa. Salah kenal dan salam literasi.
Alhamdulillah. Salam kenal kembali Pak Mulya. Kita jaga terus semangat untuk berliterasi
Alhamdulillah. Salam kenal kembali Pak Mulya. Kita jaga terus semangat untuk berliterasi
Salam literasi dari Bumi Serumpun Sebalai, Pak Asep...
Salam literasi. Kita jaga terus semangat berliterasi, Bu Dian
Essiiiiiiip.......pak...salam literasi
Alhamdulillah, salam literasi Bu Inayatul. Terima kasih atas kehadiran dan komentarnya