Suara Resah Seorang Ayah
Aku selalu jaga untukmu, menatap kamu menapaki setiap langkah, kumaknai setiap helaan napasnya, dalam gundah dalam resah dalam pasrah penuh ikhlas, aku ingat bekas tapak kakiku dahulu, kuku kaki bekas luka, tapi tiba di kilometer ini, sebuah wilayah abu-abu di antara fakta dan harapan. Semua merasa, perasaan yang sama, sama dukanya sama bahagianya, sama takutnya, sama beraninya, seperti kita, seperti kamu. Kamu bukan yang istimewa, saat duka saat bahagia, ia juga mampir pada hati setiap orang, kita berada dalam ruang kebiasaan, jalan hidup setiap orang. Kaupandang kagum orang di depan atau di sebelah, lalu kau kasihani diri sendiri, padahal kamu dan mereka tiada beda, hatimulah kuncinya, matamulah pintu masuknya, rasakan kesegaran yang segera akan datang, bila kautahu bahwa semua berpangkal pada sikap penerimaanmu. @salam dari Asep Nurjamin di bumi Guntur Melati
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Moga segera temukan pengusir gundah dan resah. Ok...salam kompk,Pak.
Orang tua selalu menginginkan kebaikan pada anaknya. Itulah sumber resahnya. Terima kasih ata kehadiran dan komentarnya. Salam kompak kembali, WA Sutanto
Mantap puisinya pak Asep. Sehat dan sukses terus.
Alhamdulillah, terima kasih atas kehadiran dan komentar dari Nurmalia Siregar