Asep Saefur

Menulis adalah berkomunikasi dengan rasa. Menulis adalah ungkapan rasa tak bertepi. Tak ada batas ruang. Tak ada batas waktu. Menulis adalah berkomunikasi a...

Selengkapnya
Navigasi Web

Bahagia Karena Membahagiakan

Umumnya diklat ditandai dengan padatnya materi yang disampaikan. Materi kuliah satu semester harus tersampaikan dalam hitungan jam. Mungkin benar, dalam diklat materi hanyalah penyegaran dan sedikit revisi dari materi sebelumnya atau dari materi perkuliahan dulu. Namun diklat kali ini sungguh berbeda. Hari pertama adalah hari mengasyikkan walau tetap penuh makna.

“Kami tak ingin menjejalkan ilmu,” begitu pemateri mengawali kegiatannya di sesi pertama. “Kami ingin Bapak dan Ibu bahagia dan mampu membahagiakan anak-anak kita di lapangan.” kata ini demikian terngiang. Sederhana, seakan sepele, namun sungguh setelah saya maknai luar biasa dalamnya.

Bahagia dan dapat membahagiakan adalah kata yang sungguh luar biasa. Selama ini orang berbicara tentang prestasi, kemajuan, teknologi, karier, dan lain-lain, ternyata inti semuanya adalah bahagia dan dapat membahagiakan.

Konon falsafah hidup orang Finlandia sebagaimana diungkap oleh Timothy D. Walker dalam bukunya “Teach Like Finland” mengungkapkan bahwa banyak orang mengejar prestasi namun lupa membangun kebahagiannya sendiri. Masyarakat Finlandia yang nampak santai, belajar dan bekerja secara santai, banyak istirahat dan bersenang. Ternyata mampu meraih prestasi luar biasa. Mereka hidup makmur, dengan kualitas pendidikan nomor wahid diseantero dunia. Luar biasa.

Pertemuan pertama pelatihan kali ini, kami diajak merasakan kebahagiaan. Kami diminta saling berkenalan, dan harus mencari teman sebanyak-banyaknya. Kami harus mengungkapkan apa yang paling membahagiankan, atau setidaknya yang paling menyenangkan. Ceritakan hal-hal yang membuat kita tertawa, atau menangis bahagia dalam menjalankan tugas kita sebagai guru. Kami boleh berkelompok namun tidak boleh lebih dari lima orang dalam satu kelompok, dan tidak boleh dengan orang yang saling mengenal.

Pada sesi ini ada banyak cerita terungkap, ada banyak tawa tergelakkan. Sungguh saya senang bisa berkumpul dengan teman-teman yang luar biasa. Ada yang bercerita tentang anak didiknya yang nakal. Lucu ada anak keluar kelas lewat jendela padahal pintu terbuka dan yang pasti gurunya sedang duduk di meja depan sambil dikerumuni rekan-rekannya. Kenapa harus loncat jendela, toh lewat pintu juga tetap tidak akan keliatan oleh gurunya? "Ini anak SMA loh."

“Mungkin itu syarat untuk minggat” kata seorang teman “kalau lewat pintu itu namanya bukan minggat.” lanjutnya dikuti gelak tawa.

Usai waktu untuk sesi berbagi cerita, kami kembali ke tempat duduk semula. Banyak pula yang berpindah tempat duduk. Sebetulnya obrolan kami belum selesai, tetapi apa daya waktu sudah habis. “Euh …, waktosna seep,” mungkin begitu jika pendongeng sunda harus menghairi dongengannya padahal ceritanya sedang ramai-ramainya.

Setelah tenang, pemateri melanjutkan acaranya. Beliau meminta kami satu persatu bercerita di depan. Dan beberapa orang mendapat kesempatan untuk maju mengungkapkan hasil temuannya selama sesi berbagi cerita.

“Sungguh luar biasa.” kata pemateri seusai pemapar terakhir kembali ke tempatnya. “Bapak dan Ibu semua memiliki cerita yang menyenangkan selama menjadi guru. Dan saya percaya, anak-anak Bapak dan Ibu juga mempunyai cerita yang sama walau ceritanya mungkin berbeda.”

Kata terakhir dari kesimpulan yang beliau ungkapkan sungguh membuat saya sadar akan tugas saya. Keegoan dan ketidakmautahuan saya pada kemampuan anak-anak adalah sebuah kesalah yang belum sepenuhnya saya sadari.

“Kita dan anak-anak pasti akan berbahagia, ketika melihat mereka sukses. Dan kesuksesan itu ternyata bukan karena nilai pelajaran kita yang bagus ataupun besar. Kita teramat bahagia ketika anak kita yang nakal, yang nilainya selalu jelek, tetapi ternyata mereka sukses menjadi orang. Anak yang nilai matematikanya selalu diremedial, ternyata berhasil menjadi pramugari. Sekali lagi semua kesuksesan mereka itu sering kali hampir tidak terkait dengan pelajaran yang kita ajarkan di kelas.” Pemateri berhenti sebentar memandangi kami yang tiba-tida menjadi hening. Ada beribu rasa dalam hati kami. Dari gelak tawa seusai sesi bercerita, menjadi haru tak menentu.

“Bapak dan Ibu, berilah kebahagian pada anak-anak kita maka kita akan mendapatkan bagian kebahagiaan itu. Berilah kesempatan pada mereka untuk mengekspresikan keinginan dan kemampuannya. Mengajarlah dengan ikhlas. Dan tentunya mengajarlah dengan bekal ilmu yang cukup. Hantarkan anak-anak kita meraih kesuksesannya, dengan cara-cara mereka. Tugas kita hanya mengarahkan dan membimbing.” Suasana semakin hening. Ada setetes air keluar dari ujung mataku.

“Terakhir ingin saya katakan” lanjutnya. “Banyak siswa kita yang gagal, tetapi janganlah kegagalan itu akibat kesalahan dan ketidakmampuan kita dalam mengajar dan mendidik mereka. Banyak pula siswa kita yang sukses, maka berharaplah ada bagian andil kita dalam kesuksesannya. Karena disitulah letak kebahagian kita yang sesungguhnya.”

Tetes air mata tak mampu lagi saya bendung. Ya Allah, ijinkan saya menjadi guru yang mampu membahagian anak-anak yang engkau amanahkan kepadaku. Kabahagiaan hakiki sebagaimana yang Engkau ridhoi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Biasanya kalau bersyukur itu yang membahagiakan pak. baca juga tulisan saya Menanti kebangkitan Guru yang saya posting kemarin. salam Tabrani Yunis www.potretonline.com

16 Sep
Balas

Terima kasih atas komentarnya. Bersyukur adalah cara terbaik untuk meraih sebuah kebahagiaan. Namun, bersyukur terkadang terasa lebih pribadi, menikmati apa yang ada, menikmati apa yang diberi. Membahagiakan orang lain memiliki nuansa berbeda. Kita tidak berpikir tentang saya, kita berpikir dan peduli pada orang lain. Dan ternyata kebahagiaan itu datang berlipat-lipat.

05 Oct



search

New Post