Asep Saefur

Menulis adalah berkomunikasi dengan rasa. Menulis adalah ungkapan rasa tak bertepi. Tak ada batas ruang. Tak ada batas waktu. Menulis adalah berkomunikasi a...

Selengkapnya
Navigasi Web

Dari Ruang Tunggu Pasien

Pagi saat orang-orang berebut jalan menuju tempat tugas, aku turut memacu motorku menyelinap di tiap celah kendaraan yang padat saling menghimpit. Rumah sakit, tempat paling dibenci namun nyatanya paling diburu adalah tujuanku. Harus pagi sekali jika ingin mengejar angka rendah nomor antrian pendaftaran. Jika tidak angka besar yang diraih dan harus bersiap nantinya duduk lama termanggu menunggu giliran.

Pagi buta antrian sudah panjang, dan entah kapan nanti mendapat pelayanan bertatap muka mengeluhkan penyakit yang diderita di depan dokter. Masuk Antrian ternyata tak cukup sekali. Pertama mengambil nomor, kemudian mendaftar, barulah memasuki ruang poli mengantri menanti giliranan untuk panggilan.

Jam sebelas lewat sebelas, panggilan baru terdengar setelah lelah duduk empat jam di ruang tunggu. Empat jam dalam ruang penuh wajah muram, tak ada kata yang segar pembawa tawa pengantar senang. Wajar, tak ada yang ingin tertawa di ruang ini. Lelucon segar yang di kirim teman lewat grup WA-pun enggan rasanya untuk kubaca.

Lama menunggu sebentar bertemu. Ungkapan pedih dari sakit yang menjepit, ditanggapi sebagai diagnosa untuk bisa tuliskan resep obat yang harus dibeli. Dokter tak ingin mendengar keluh kesah, dia hanya ingin memastikan penyakit apa yang diderita pasiennya agar bisa membuat resep obat dengan tepat. Dokter hanya memberi sedikit nasihat basi yang sering didengar namun memang jarang dilakukan. Hidup sehat, jaga makanan, olah raga, jangan banyak pikiran, bla-bla-bla.

Empat jam menunggu, sebentar bertemu, kini harus duduk menunggu di antrian baru. Beli obat di apotik. Pengantri berjubel dari berbagi poli. Wajah kusam semakin muram. Beberapa orang berbincang usir kejenuhan. Obrolan ringan sekedar alihkan perhatian mengusir suntuk dari jenuhnya menunggu. Hujan rintik di luar membawa dinggin. Dari pada panas pikirku, gerah malah membawa gusar menambah jenuh yang kiat pekat.

Jam tiga sore sampai di rumah. Lelah bercampur lapar yang telah terlewat, membuatku duduk menunjang. Menghela napas panjang. Untuk kembali sehat itu ternyata mahal dan melelahkan. Dan nasihat dokter yang basi itu terngiang kembali, hidup sehat, jaga makanan, olah raga, jangan banyak pikiran, bla-bla-bla. Senyum simpul pun tersungging di ujung bibir. Jika nanti nasihat itu kan tetap terlupakan ketika sehat telah kembali, maka kenapa pula kita harus mengeluh ketika sakit dan betapa sulitnya saat berobat?

Cibabat - Cimahi, 16 Oktober 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post