Asep Saefur

Menulis adalah berkomunikasi dengan rasa. Menulis adalah ungkapan rasa tak bertepi. Tak ada batas ruang. Tak ada batas waktu. Menulis adalah berkomunikasi a...

Selengkapnya
Navigasi Web
MARAH

MARAH

Energi terbesar yang akan dikeluarkan oleh seseorang adalah ketika marah. Mungkin pandangan ini masih perlu diuji. Namun setidaknya itulah yang bisa kita lihat.

Ketika marah keberanian seseorang muncul. Tak pandang siapa yang dihadapi, tak takut bahaya di depan mata. Saat marah nyawapun seakan tak memiliki arti, hingga hal burukpun akan terjalani. Ketika marah pikiran tak lagi berfungsi dengan baik, hati tertutup kabut tebal, yang muncul emosi tanpa kendali.

Saya terkesan pada seorang ibu yang jika marah rumah pasti akan menjadi rapih dan bersih. Karena beliau selalu menyalurkan energi amarahnya dengan mencuci semua yang mungkin dibilas. Beliau sibukkan fisiknya dengan pekerjaan yang menguras tenaga. Dan ketika lelah menghampiri, marahnya pun reda sudah.

Ketika marah seseorang bersumpah serapah sekenanya. Dia banting tulang untuk menunjukkan pada semua orang bahwa dia tidak seperti yang orang sangka. Karena marah, seseorang terkadang mampu melewati rintangan yang selama ini dipandang mustahil. Katakanlah, dia sakit hati oleh ejekan temannya karena dia dipandang sebelah mata. Nilainya selalu jelek. Dengan kemarahannya dia banting tulang menggunakan segala cara untuk menunjukkan bahwa sebenarnya dia bisa. Belajar hingga larut malam. Les ke sana sini walau harus menguras uang jajan. Dan alhasil, dia sukses melampaui apa yang orang bahkan dia sendiri bayangkan.

Marah adalah energi besar yang dimiliki setiap orang. Terbayang jika energi itu mampu dikeluarkan tanpa harus marah. Mungkinkah semua itu akan terjadi?

Di halaman sekolah tampak anak-anak tengah bermain bola basket. Dipantul-pantulkannya bola ke lantai, dibawa lari dan akhirnya dilempar dimasukkan pada ring. Perhatianku tertuju pada bola yang dipantulkan. Ya, dipantulkan. Bukankah bola itu memantul bukan saja karena ada dorongan dari tangan si pemain itu? Bola memantul juga karena lantainya keras. Ada tiga karakter yang berperan, tenaga anak yang mendorong bola, elastisitas bola hingga bisa memantul, kekerasan lantai yang memberikan efek tolakan.

Bukankah ketika marah seseorang akan sepenuh hati memusatkan seluruh energinya pada kegiatan yang lakukan atas dasar kemarahannya itu? Energi besar itupun tentu didukung oleh potensi kemampuan fisik secara optimal. Kesungguhan (totalitas) orang marah tentunya dan terpusat. Dan lingkungan sadar ataupun tidak turut mendukungnya. Tentunya semua atas kehendak, izin dan bantuan Allah. Bukankah Allah akan mengabulkan doa orang yang bersungguh-sungguh dan ikhlas?

Jika demikian adanya, haruskah kita marah terlebih dahulu untuk bisa mengeluarkan energi terbesar kita?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa. Mantap pak. Tapi jangan sampai karena marah. Emosi tidak terbendung lantas mengancam jiwa seseorang. Hehe.......Marahlah dan salurkanlah dengan tepat. Kalau marah yang sopan yaa.......☺☺☺

30 Mar
Balas

Ha ha ha ... Bisa aja Pa Husni. Makasih telah mampir. Salam kenal.

30 Mar



search

New Post