Asep Saefur

Menulis adalah berkomunikasi dengan rasa. Menulis adalah ungkapan rasa tak bertepi. Tak ada batas ruang. Tak ada batas waktu. Menulis adalah berkomunikasi a...

Selengkapnya
Navigasi Web

Pembinaan atau Penegakkan Hukum?

Pagi ini sesampainya di sekolah, saya perhatikan sedretan anak-anak yang tengah dihukum oleh petugas kesiswaan karena datang terlambat ke sekolah. Pemandangan biasa sebenarnya, namun karena terlampau biasa inilah yang kemudian memunculkan sebuah pertanyaan, “mengapa mereka harus dihukum?” (lucu ya pertanyaannya?)

Hukuman di sekolah adalah suatu yang amat biasa. Boleh jadi satu-satunya institusi yang diperbolehkan membuat aturan dan menerapkan sistem hukuman adalah sekolah, karena hukuman adalah bagian dari metode pendidikan. (institusi lain juga memang menerapkan hukuman, namun pasti berbeda dengan sistem hukuman di sekolah karena di sekolah hukuman tidak secara langsung terkait dengan tindak pidana melainkan sebatas kenakalan dan pembentukan karakter)

Mengapa harus hukuman? Pertanyaan ini sekali lagi melintas dalam pikiran. Bukankah penegakkan hukum di sekolah lebih terkait pada upaya pembiasaan dan pembentukan karakter anak. Hampir tak ada tindak pidana di sekolah semua nyaris diartikan sebagai kenakalan belaka. Di sisi lain, betapa di era penegakkan HAM saat ini guru sering menjadi bulan-bulanan kepongahan hukum. Tak sedikit guru harus dipidanakan karena menghukum anak didiknya. Niat mulia untuk membentuk karakter anak yang baik, tangguh dan berdisiplin bermuara pada jeruji besi. Ironis sekali memang.

Mengapa harus hukuman? Tak adakah cara lain untuk menegakkan kedisiplinan anak?

Hukuman adalah cara yang selama ini dianggap efektif untuk menegakkan kedisiplinan. Benarkan menegakkan disiplin? Atau menegakkan dominasi hukum? Realitanya hukuman adalah suatu upaya untuk penegakkan hukum agar segala aturan ditaati oleh komunitasnya.

Dalam pendidikan penegakan hukum bukanlah prioritas utama. Pendidikan adalah upaya pembentukan karakter. Penegakan hukum dan aturan hanyalah bagian dari pembentukan karakter itu sendiri. Hal terpenting adalah bagaimana siswa mampu melakukan segala program pembiasaan sesuai dengan ketentuan yang ada. “Sesuai dengan ketentuan yang ada” kata inilah yang kemudian dimaknai sebagai penegakan hukum atau aturan atau dengan kata lain disiplin. Maka tidaklah mengherankan jika dalam pembinaan kesiswaan penegakan hukum dengan mengedepankan sistem hukuman menjadi unggulan tersendiri. Sekolah yang baik adalah sekolah yang siswanya taat aturan, begitu anggapan orang selama ini.

Ketaatan pada hukum atau aturan yang berlangsung secara konsisten, sadar atau tidak sadar memang akan membentuk karakter disiplin yang baik pada anak. Anak yang berangkat dari keluarga dengan aturan yang ketat akan napak dalam kehidupan anak yang juga berdisiplin, sebaliknya anak dari keluarga yang nyaris tanpa aturan yang disepakati kebebasan yang nyaris tanpa batas akan tercerminkan dalam berprilaku yang cenderung senang melanggar berbagai aturan yang ada.

Pandangan seperti ini sepenuhnya tidak bisa disalahkan, namun marilah kita tengok hasil pendidikan di Indonesia dewasa ini. Guru pada masa lalu demikian keras menerapkan disiplin. Bahkan dalam penegakan hukum guru tak segan memberi hukuman fisik, hingga -maaf- menampar siswanya. Sekarang marilah kita tengok hasilnya. Mungkin benar mereka yang pernah ditampar dimarahi gurunya kini menjadi orang sukses, namun apakah orang-orang berpendidikan, orang-orang sukses di Indonesia yang dulu dididik dengan keras dan tegas itu kini memiliki budaya disiplin yang baik? Orang dewasa yang dulu dididik dengan keras dan aturan teramat tegas itu apakah nampak sebagai pribadi-pribadi berkarakter baik?

Mohon maaf jika saya mengatakan bahwa pendidikan keras dan tegas itu ternyata kurang membekas. Disiplin waktu, disiplin berlalu-lintas, kerja keras, korupsi, dll. masihkah bisa digambarkan atau dikaitkan dengan keberhasilan pendidikan keras dan tegas dari masa lalu? Ataukah kita berdalih semua karena jaman? Lalu apa makna pendidikan jika pendidikan tidak bisa bertanggung jawab atas perubahan jaman?

Pendidikan bukanlah penegakan hukum dan aturan semata. Pendidikan adalah upaya penyadaran dan pembiasaan untuk menghasilkan karakter yang diinginkan. Poin penting yang harus disadari betul oleh para pendidik adalah upaya penyadaran. Pembiasaan harus dilakukan dengan penuh kesadaran. Sadar bahwa ini harus dilakukan, sadar bahwa ini baik untuk kehidupannya dan sadar bahwa dia bisa dan akan terbiasa melakukan semua itu.

Jadi apa yang sebaiknya dilakukan dalam pembentukan karakter kedisiplinan anak?

Mungkin ini hanyalah sebuah saran yang masih bisa dikembangkan lebih lanjut. Yang penting adalah prinsip dasar yang dipakai dan dikembangkan harus jelas dan terprogram.

Langkah pertama:

Buatlah progam pembinaan secara lengkap, operasional dan sistematis.

Hal penting dalam menyusun program dan banyak sekali terjadi kekurangtepatan atau bahkan terlewatkan adalah ketika menetapkan Tujuan, Mekanisme Kerja, Deskripsi Pembagian Kerja dan Kewenangan serta Alur Kegiatan.

Tujuan

Dalam berbagai proposal dan program kerja sering ditemukan redaksi tujuan yang terlampau ideal dan hampir tak terbayang indikasi keberhasilan yang akan dicapai, atau bahkan tidak terkait dengan program yang akan dilaksanakan. Katakanlah dalam sebuah proposal kegiatan peringatan hari besar keagamaan tercantum tujuan seperti ini: “meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa”. Apakah dalam satu kegiatan yang berlangsung hanya satu atau beberapa hari tujuan itu akan tercapai? Apa indikasi bahwa ketakwaan siswa telah meningkat? Ini sangat bisa diperdepatkan (debateble). Itulah sebabnya dalam menetapkan tujuan harus operasional dan terukur sehingga kita bisa secara langsung mengetahui apakah kegiatan tersebut berhasil atau tidak.

Pembagian tugas

Mekanisme Kerja, Deskripsi Pembagian Kerja dan Kewenangan, serta Alur Kegiatan adalah tiga hal yang saling bertalian. Ketiganya harus terdeskripsikan dengan baik karena dari sinilah semua anggota tim akan bekerja dan bekerjasama. Tugas dan fungsi setiap anggota tim, bagaimana seorang anggota bekerja dan berkoordinasi dengan anggota tim lainnya, dari mana harus mulai bekerja dan bagaimana jika dalam pelaksanaan terdapat penyimpangan semua harus terpetakan dengan baik. Inilah yang dinamakan bahwa program kerja kita operasional, dipahami dan dapat dilaksanakan oleh setiap anggota tim.

Jangan pernah menyalahkan atau berharap munculnya inisiatif anggota dalam melaksanakan sebuah program. Inisiatif dalam pelaksanaan itu bukan tidak diperlukan namun jangan pernah dijadikan acuan utama. Inisiatif anggota secara mandiri, baik perorangan atau berkelompok sering kali malah mengacaukan program yang telah disusun sebelumnya.

Langkah kedua:

Melaksanakan program sesuai rencana. Sekali lagi sesuai rencana. Taati dan tepati setiap langkah yang telah dituangkan dalam program sebaik mungkin.

Langkah ketiga:

Proses Pembinaan

Pada pembahasan ini akan diambil kasus mendisiplinkan siswa untuk datang tepat waktu. Kira-kira alur kegiatannya akan seperti ini:

Pada jam yang telah ditetapkan, siswa yang dinyatakan terlambat dipisahkan dan diminta menulis pada kartu keterlambatan. Kartu tersebut berisi alasan siswa terlambat.

Siswa terlambat langsung masuk ke kelas dengan membawa surat ijin masuk atau sesuai ketentuan yang berlaku di sekolah. Yang pasti siswa tidak ditahan untuk mendapat hukuman.

Tim melakukan telaah terhadap alasan yang tertulis pada kartu dan mencatat siswa yang terindikasi melakukan kebohongan dalam memberi alasan pada kartu tersebut.

Siswa yang terlambat beberapa kali (3 atau lebih - sesuai kesepakatan tim) dipanggil secara khusus dan diberi pembinaan. Pembinaan mengacu pada alasan yang dibuat oleh siswa sebagaimana tercantum pada kartu keterlambatan, apalagi jika ditemukan indikasi siswa melakukan kebohongan dalam memberi alasan. Langkah pembinaannya antara lain sebagai berikut:

Dimintai keterangan lisan atas alasan yang mereka tulis di kartu.

Ditelusuri alasan sebenarnya mereka terlambat. Dalam hal ini tim harus jeli dalam menelaah alasan dasar siswa terlambat. Cari alasan paling mendasar yang menyebabkan mereka terlambat ke sekolah.

Setelah diketahui alasan dasar mereka terlambat maka dibuat kesepakatan untuk melakukan perubahan prilaku siswa berdasarkan hasil pembinaan tersebut.

Dalam kasus tertentu orang tua siswa bisa langsung dipanggil untuk ikut bersama-sama mencari solusi dalam membina siswa agar bisa berubah.

Selama masa pembinaan siswa diberi kartu kendali yang birisi langkah-langkah yang harus dilakukan siswa. Sebagai contoh jika siswa ternyata terlambat karena selalu bangun kesiangan akibat tidur terlampau malam, maka dalam kartu tersebut siswa harus mencantumkan jam berapa dia harus tidur dan jam berapa dia harus bagun. Masa berlaku kartu setidaknya satu bulan. Untuk menjadi biasa dibutuhkan waktu yang cukup. Perubahan sesaat tidak bisa mengubah kebiasaan anak. Perlu ditegaskan dan diinformasikan bahwa ini bukan hukuman melainkan pembinaan akan tetap harus ditaati dan dintindaklanjuti.

Memonitor perubahan prilaku anak sesuai kesepakan. Pada tahap ini perlu disadari oleh semua pihak bahwa ini bukan hukuman namun pembinaan. Sikap pembina tentunya akan berbeda dengan penegak hukum, dan tentunya sikap orang yang dibina juga akan berbeda dengan sikap orang yang dihukum. Keterbukaan, kejujuran, kasih sayang, membantu dan menolong, memberi saran dan solusi selayaknya nampak pada tahapan ini.

Langkah keempat:

Penegakkan Hukum

Hukuman adalah langkah terakhir yang mau tidak mau harus ada. Tujuan penegakkan hukum bertujuan ganda, pertama untuk mamaksa individu yang melakukan pelanggaran dan kedua untuk memberi rasa keadilan dan pencegahan untuk yang lain agar tidak melakukan pelanggaran yang sama.

Yang perlu diperhatikan dalam penegakkan hukum adalah:

Hukuman hanya diberikan pada anak yang berdasarkan catatan dan pemantauan selama pembinaan menunjukkan sikap yang cenderung mengabaikan aturan/kesepakatan dan atau tidak nampak adanya itikad baik untuk berubah.

Siswa yang tidak mampu menyelesaikan program pembinaan sesuai kesepatan, perlu dilihat alasan dan motivasi siswa. Jika siswa tersebut dipandang telah melakukan upaya dengan baik namun gagal menyelesaikan maka perlu ada pembinaan lebih lanjut sebelum meningkat ke hukuman.

Hirarki hukuman dan penegak hukum harus ada dan jelas. Jangan membuat ancaman yang pada akhirnya ancaman tersebut tidak bisa dilaksanakan.

Jenis hukum bersifat mendidik namun memiliki efek jera.

Adanya komunikasi dan kerjasama dengan orang tua.

Hukuman maksimal adalah siswa tidak naik kelas karena nilai sikap tidak memenuhi syarat minimal baik.

Hukuman lainnya adalah meminta orang tua untuk mengambil kembali putra/putrinya karena sekolah dipandang tidak mampu/tidak kondusif untuk terjadinya perubahan sikap pada anak bersangkutan.

Pada akhirnya semua kembali pada itikad kita dan orientasi pembinaan yang kita terapkan. Apakah kita menginginkan perubahan prilaku dan pembentuk karakter atau berharap terciptanya sekolah yang aman dan terkendalinya semua kegiatan di sekolah? Semua adalah pilihan sesuai pemahaman masing-masing. Tulisan inipun hanya sebuah pemikiran yang sayang jika tidak diungkapkan untuk menambah wacana diskusi demi kemajuan pendidikan di Indonesia.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post