Menikah di usia yang masih tergolong muda ternyata membawa banyak hikmah dan warna bagi hidup saya. Saya menikah pada usia 20 tahun,disaat teman teman saya masih menikmati masa masa penuh idealisme sebagai seorang mahasiswa. Ketika kuliah, saya mengambil program D2 sehingga saya hanya membutuhkan waktu dua tahun untuk menyelesaikannya. Ketika menikah saya sudah bekerja sebagai seorang guru sekolah dasar di kabupaten Sukoharjo.

Masih jelas dalam ingatan, pembicaraan saya dengan bapak ketika pulang dari kampus.

Bapak : “ Nduk,kamu pengin calon suamimu nanti seperti apa? “

Saya : “ Yang penting agamanya baik, Pak. Bisa menjadi imam untuk keluarga.”

Bapak : “ Nanti sore akan ada yang datang kerumah untuk melamar kamu. “

Singkat cerita akhirnya kami menikah. Dari proses ta’aruf sampai menikah hanya memerlukan waktu tidak lebih dari dua bulan. Berbagai kemudahan datang kepada kami. Kami yakin jika niat kita baik dan prosesnya juga baik ,maka Alloh akan memberikan jalan. Semoga kemudahan-kemudahan itu senantiasa datang kepada kami , datang lagi, lagi dan lagi.

Kurang lebih enam bulan setelah menikah, seseorang yang kami tunggu yang akan memperteguh ikatan diantara kami datang juga. Ya, saya hamil. Bahagia penuh kesyukuran yang kami rasakan saat itu.

Namun,ternyata Alloh berkehendak lain. Ia mengambilnya kembali. Sebagai seorang hamba , saat itu saya merasa begitu kecewa dengan diri saya karena saya merasa saya tidak bisa menjaga amanah yang begitu besar. Suami sayalah yang saat itu menyadarkan saya bahwa manusia hanya bisa berikhtiar dan berdo’a, Alloh yang menentukan segalanya. Dan kami yakin Ia akan memberikan sesala sesuatu yang terbaik dan terindah untuk setiap hamba-Nya. Ia akan memberikan di waktu yang tepat.

Dengan keyakinan tersebut, akhirnya kami dapat bangkit untuk menyongsong hari depan yang lebih indah. Semakin hari, semakin dalam kami membenamkan diri pada sujud-sujud panjang kami. Kami memengadahkan tangan, memohon limpahan rahmat-Nya.

Akhirnya di penghujung bulan Februari, Alloh menjawab do’a-do’a kami. Telah tumbuh calon pewaris peradaan yang akan mewarnai generasinya di dalam rahim saya. Kado yang terasa begitu indah setelah kami melewati masa-masa yang mengharu biru, yang tentu saja menambah kekayaan batin kami.

Sebagai calon orang tua yang mempunyai harapan besar kepada calon buah hati kami, tentu kami tidak bisa hanya diam saja. Membiarkanya tumbuh begitu saja dalam rahim saya tanpa persiapan. Kami ingin ia kelak menjadi seseorang yang mampu memberi warna pada generasinya, bukan malah diwarnai oleh generasinya. Dan hilang terbawa arus.

Dan kami sadar betul untuk memperolehnya, hal pertama yang harus kami lakukan adalah belajar. Belajar menjadi orang tua yang baik. Yang mampu memberi bekal untuk ia di masa depan. Janganlah kita meninggalkan generasi yang lemah.

Selamat belajar!