ASMIATI, S.Pd

Guru pada sebuah Sekolah Menengah Pertama, ujung utara Pulau Riau. Didaerah perbatasan aku mengabdikan diri pada dunia pendidikan. Laut, gelombang dan air...

Selengkapnya
Navigasi Web

KAMU SAUDARA KU MEI

Pagi minggu. Udara pegunungan nan sejuk membuat tulang belulang seakan ikut membeku.gemeletuk gigi menahan dingin, namun ku terus coba melangkahkan kaki. Mengejar bayang yang melintas dipunggung bukit. Bayangan punggung meiling yang kukenal dari kampung seberang. Aku harus menyerahkan surat ini. Begitu sulit menemukan gadis itu sekarang sejak dia keluar dari sekolah. Tak jelas apa yang membuat Meiling memutuskan untuk berhenti. Itu yang membuat hatiku penasaran. Saat ibu wali kelas menitipkan surat, aku jadi semangat sekali.artinya aku punya kesempatan bertemu Meiling. Kaki ku tiba dipunggung bukit. Sepi tak ada siapa-siapa. Kucoba teriak, suaraku bagai dipantulkan kembali. Aku terhenyak. Betapa lelahnya mencari gadis ini, hingga hari terakhir aku masih belum bisa bertemu dengannya. Dari alamat yang kudatangi, pihak RW daerah mengatakan bahwa Meiling pindah kekampung disebelah bukit ini. Dan keluarganya pindah kekota lain. Menyisiri jalan setapak yang menanjak kakiku terasa berat, aku memutar langkah untuk kembali pulang. Namun dari arah pepohonan yang tegak rimbun mataku menangkap sesosok bayangan. punggung seseorang, kontan badanku berbalik kearah itu. Meiling berdiri tak jauh dari tempatku. Seketika rasa lelahku sirna hatiku sangat gembira sekali.akhirnya gadis ini berhasil kutemukan.

"Mei! Kakiku sudah sampai ditempatnya terpaku." Kenapa kamu menghilang Mei, kamu ditunggu disekolah. "

Kalimatku keluar tak beraturan, saking senangnya. Meiling menundukkan wajah, kulihat setitik bening keluar dari sudut matanya.

"Ada apa Mei, ceritalah padaku."

Dia mengangguk, lalu mengajakku duduk di bawah pohon mahoni yang rindang disamping kami. Setelah lama terdiam, sambil memunguti bunga rumput yang lengket dikaki celana, kutatap wajah Meiling yang murung, dia begitu letih. Lebih banyak diam, matanya resah dan sayu, aku kasihan sekali melihat kondisi gadis ini.

"Ceritalah Mei, apa yang terjadi,"

kuarahkan wajah membuang. Dia menatapku sayu, lalu frekuensi Kudengar kalimatnya yang sayjp-sayup terhormat gendang telingaku. Hatiku tercekat. Meiling diusir oleh ibu anvkat yang selama ini merawatnya. Dan dia terlunta-lunta tak punya siapa-siapa. Hatiku tiba-tiba tiba-tiba saja sangat mencemaskan sahabatku ini. Betapa berat yang harus dihadapinya. Aku baru tahu kalau Meiling diangkat oleh keluarga kaya itu selama ini. Ku pegang pundaknya, seakan ingin memberikan dia kekuatan.

"sabar Mei, tenangkan hatimu, mari kita kerumahku". Meiatapku ragu. Mei memandangku tak berkedib. Aku mengangkat tangan tinggi-tinggi, meyakinkan dia dan aku serius. Dia mengangguk

"Tapi aku ambil baju-bajuku dulu, kamu tunggu sini."

Mei berlari menuruni bukit menghilang dibalik rimbunan ilalang. Tak berapa lama dia muncul dengan nafas terengah-engah.

"Emangnya kamu tinggal dimana?

Mataku melihat bungkusan yang dipeluk Mei kedadanya.

"Aku tinggal di Mussolah di bawah bukit sana Van," ada yang kasihan padaku, mengijinkan aku tinggal disana, sambil mengajari adik-adik mengaji. "

Hatiku tersentak Mei alangkah mulianya anak ini. Dibalik susahnya masih saja memberikan pertolongan untuk orang lain. Berjalan bersisian menuju rumah, hatiku Lukisan rasa kagum pada sahabatku ini. Didepan pintu bunda sudah menungguku dengan wajah cemas. Begitu aku muncul senyum bunda langsung mekar.

"Gimana Van, ketemu orangnya?"

Bunda mengejarku dengan pertanyaan. Aku menarik tangan Mei mendekat kearah bunda

"ketemu bun, ini Mei".

Kutatap wajah Mei yang menunduk dihadapan bunda.

"Mei kenalkan ini bundaku,"

Mei mengulurkan tangan.mencium tangan bunda dengan santun. Bunda menatapku dan Mei bergantian. Wajah bunda kelihatan bingung. Aku memeluk bunda mengajak duduk diberanda. Lalu aku menceritakan tentang kondisi yang berputar Mei selama ini. Bunda terlihat sangat sedih. Aku tahu bundaku sangat penyayang. Hidup kita sederhana tapi bunda tak segan-segan untuk menolong. Aku sangat tahu sifat bunda, makanya aku berani mengajak Meiling tinggal dirumah kami. Sudah satu minggu Meiling menjadi anggota keluarku. Bunda sangat gembira seorang anak perempuan yang baik. Bunda sering kencaniku ketika mulai hari ini Meiling sudah dianggab bunda sebagai milik sendiri. Hatiku sangat gembira. Aku bisa menolong Mei. Dan yang lebih gembiranya lagi aku bisa pergi dan pulang sekolah bersama-sama Mei.Seperti siang ini. Sehabis mengerjakan proyek rumah. Kulihat bunda dengan Mei duduk diberanda depan. Meieritakan ikhwal dia diangkat oleh ibu angkatnya. Dulu dia tinggal disebuah lanti asuhan. Dan mencampurnya dengan darisana umurnya baru lima tahun. Ketika dia diusir dari rumah oleh ibu angkatnya yang kejam, karena Mei dianggab hanya menghabiskan mereka. Karena bapak angkatnya meninggal Mei tidak baik, hingga akhirnya dia keluar dari rumah. Bunda dan aku sangat terharu mendengar kisah hidup Mei. Bunda memeluk Mei penuh rasa sayang.

"kamu boleh tinggal disini, selama kamu mau, bunda sudah menganggabmu sama dengan Ivan, sama-sama anak bunda."

Mei menangis. Aku juga menangis. Sejenak membintangi kami. Akhirnya bunda menarik tanganku dan Mei,

"Kalian harus membantu, kamu harus menjaga Mei dan Mei harus menasehati Ivan jika dia melakukan kesalahan."

Aku dan Mei mengangguk. Ternyata hidup itu sangat indah jika lewat dengan sabar dan ikhlas. Seperti bundaku, yang hanya seorang guru biasa disebuah Madrasah. Tapi bunda tak pernah ragu untuk berbagi. Bunda tak pernah takut untuk menolong, aku makin kagum dengan bunda, yang memiliki hati bagai kapas. Keikhlasan bunda benar-benar sempurna dimataku.Diberanda sekolah aku melepaskan tas punggung yang tampak berat. Keringat membasahi baju seragamku. Sekolahan masih sepi. Mei berlari menemukan tas dikelas. Akuesu langkah Mei dari belakang. Jarak dari rumah kesekolahan hampir satu kilo, kutempuh dengan berjalan kaki. Bahkan aku sendirian, sekarang sudah ada Mei. Setiap hari, kami menyusuri jalanan kampung yang sepi, dengan wajah sumringah penuh senyuman gembira. Mei sahabatku sekarang sudah menjadi saudara angkatku. Kami bertekat untuk menimba ilmu hingga kejenjang yang lebih tinggi. Semoga bunda bisa membesarkan-luang barunya. Ahh..ternyata memiliki saudara itu sangat berbeda.aku tidak lagi, ada Mei yang telah memberi kegembiraan dihati bunda. Mei sudah berdiri dihadapanku.wajahnya tersenyum cerah. Aku pertahankan tangan Mei erat-erat. Mei menatapku bingung,

"Mei kamu sahabat dan saudaraku, selamanya."

Mei menyelipkan jari kelingkingnya dikelingkingku.

"Iya Van, kamu saudara dan sahabatku, hingga matahari tak lagi ada disana."

Aku dan Mei saling tertawa riang. Berlari menyusuri jalan kampung, menuju almamater tempatku dan Mei menimba ilmu. (2)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus sekali ceritanya....

30 Mar
Balas



search

New Post