Aku Rindu (Curhatan Anak Sekolah)

Oleh: Nurhayati

Hampir dua tahun aku tidak bisa ke sekolah dengan leluasa. Hanya sesekalienyetor tugas, itupun dilarang bersalaman dan bergerombol. Pembelajaran daring, luring, guling dengan aturan protokol kesehatan yang ketat, membuat perasaanku tertekan. Rasa rindu seakan tak tertahankan lagi. Pandemi telah merampas kebebasan kami, anak-anak Indonesia.

Aku rindu memakai seragam sekolah, mengikuti upacara setiap Senin pagi. Aku rindu bermain lompat tali, bermain kelereng, atau bermain gambar ketika jam istirahat. Rindu melakukan senam bersama setiap pagi. Rindu mendengar teriakan bapak ibu guru. Ah, bilakah sekolah dibuka kembali?

Di halaman depan sekolahku yang luas, ada beberapa pohon mangga. Ketika musimnya tiba, buahnya sangat lebat. Bu guru sering mengajak kami "rujakan." Kami akan mendapat tugas membawa bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bumbu rujak. Ada yang membawa kacang goreng, gula merah, cabe dan garam. Ada pula yang membawa buah lain jika mereka punya, seperti jambu air, pepaya muda, dan jambu biji. Tak lupa ada yang bertugas membawa cobek plus ulekannya, pisau dan piring.

Acara "rujakan" ini biasanya diadakan setelah jam olahraga. Bu guru akan membagi tugas yang harus dilakukan saat itu. Ada yang mengupas buah dan membuat bumbu. Dasar temanku, ada saja yang nakal, maunya tinggal makan. Dia tidak mau membantu teman-temannya. Ketika dilaporkan kepada Bu guru, beliau hanya tersenyum kecil.

Setelah semua buah dikupas, dicuci dan dipotong-potong, kemudian dibagi menjadi beberapa piring. Bumbu rujak pun dituang di atasnya. Satu piring rujak buah biasanya untuk 3-4 anak. Bu guru tidak seganakan rujak bersama kami. Biasanya beliau berkeliling dari kelompok satu ke kelompok lain, sambil mengingatkan agar makan dengan hati-hati. Ah, alangkah indahnya masa-masa itu. Kini, semua itu hanya ada dalam angan, tinggal kenangan.

Wringinagung, 14-7-21