Ayo Sugiryo

Guru di SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto. Sedang belajar menulis dan Buku Perdana yang sudah diterbitkan: "From Home With Love" Tahun 2016, Buku ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Dan Pak Guru Itu Adalah Aku (#18_Wajah di Balik Gagalan Foto)

Kehangatan cahaya matahari dari ujung timur kota Purwokerto yang menyelusup diantara pepohonan dan pertokoan terasa menghangatkan seisi kota kecil ini. Udara segar dan bersih sisa gerimis semalam terasa menggairahkan.

Aku datang lebih awal dibanding biasanya dan semuanya. Honda GL tahun delapan puluhan juga belum terlihat di depan kantor. Mungkin Pak Andika sedikit kesiangan. Dia biasanya berangkat paling awal dibandingkan kami para bawahannya. Mba Ning agak repot setiap paginya karena mesti menyusui bayinya yang baru dua bulan. Ci Yeni yang trengginas dan sedikit rame juga belum tampak di kantor. Mba Ari yang agak pendiam juga belum tampak. Kami berempat, the fantastic four (F4) merupakan tim solid bawahan pak Andika yang setiap pagi siap dikerubuti para sales lokal dan daerah yang bertugas mengantarkan hasil cetakan foto orderan hari kemarinnya.

“Pagi Pak Suryo! Kok tumben berangkat subuh-subuh,” Mas Yatno yang OB dan merangkap tukang foto copy menyapaku dengan ramahnya. Subuh?

“Eh, pagi Mas Yatno. Biasa saja kok Mas.” Aku sedikit mengelak sapaan Mas Yatno.

Buru-buru aku melirik jam dinding yang menggantung di atas komputer. Mas Yatno benar. Ternyata aku bukan datang lebih awal, tapi kepagian! Aku hanya senyum sendiri menahan kekonyolanku.

Tiga puluh menit kemudian, mulai bermunculan para perusuh itu. Bukan the fantastic four tapi para sales yang semuanya minta didahulukan untuk pencatatan nota pengantar cetakan foto. Kami the fantastic four belum kumpul. Pak Darsan buru-buru minta dilayani.

“Siap, Pak! Emangnya Pak Darsan mau berangkat sepagi ini?” tanyaku meledek.

“Iya Mas, MONITA minta cepet-cepet diantar. Katanya konsumennya mau antri bikin akta kelahiran di catatan sipil. Biasalah, kalau urusannya sudah catatan sipil mesti harus sepagi mungkin,” Pak Darsan menjelaskan.

Pak Darsan merupakan sales Top Photo yang menangani toko-toko foto kecil lokal Purwokerto yang belum bisa mencetak foto-foto sendiri. Dia orang yang sangat sabar dan melayani konsumennya dengan baik. Tak sekalipun dia mau mengecewakan para konsumennya. Monita adalah salah satu Toko Photo Studio yang selalu setia mencetak foto ke studio kami melalui sales setianya, Pak Darsan.

Kantong-demi kantong, sudah kami notakan. Mba Ning sudah siap membagikan uang bensin masing-masing sales. Semua sales siap berangkat dengan sepeda motor masing-masing ke daerah tujuan yang berbeda-beda. Suasana kantor sudah mulai sepi lagi. Tinggal kami the fantastic four yang ada di ruang itu dan siap menunaikan tugas administrasi foto yang lain.

Gairah kerja pagi ini tiba-tiba menggelora tanpa kusadari sepenuhnya. Entah kenapa dan tentunya bukan secangkir kopi yang biasanya orang minum untuk menyemangati diri sebelum beraktifitas karena memang aku tidak terbiasa minum kopi di pagi hari. Aku yang biasanya tenang hari ini ikut bernyanyi ketika Everything I Do I Do, It For You-nya Brian Adam berkumandang di ruang kerja. Dan sikapku yang aneh ini tertangkap oleh geng the fantastic four yang lain.

“Kamu lagi kenapa sih Sur? Kayaknya lagi happy banget,” Ci Yeni nyeletuk. Buru-buru aku menghentikan nyanyianku.

“Lagi pengin nyanyi aja, Ci. Ini lagunya enak banget. Penyanyi favoritku, Brian Adam,” jawabku sekenanya.

“Iya, tapi dari tadi senyum-senyum terus. Kayaknya ada sesuatu,” Mba Ning ikut memperkeruh suasana.

“ Lagi jatuh cinta ya, Sur?” Ci Yeni main tebak saja.

“Kali saja kemarin ketemu gadis idaman di Seminar,” Mba Ari yang biasanya diam ikut-ikutan menyerangku.

“Ih mba Ari. Sekarang sekongkol ya,” aku balik menyerang mba Ari. “Kalian ini lagi pada kenapa sih? Emangnya ada yang aneh ya sama aku?” aku pura-pura bertanya.

“Enggak sih, cuma beda saja. Biasanya anteng dan suntuk apalagi kalau sudah ngurusi sales.” Mba Ning mengklarifikasi.

“Aku cuma inget saja sama Pak Darsan,” aku meraih kalkulator dan segera membuat rekapan jumlah dan nominal cetakan yang dibawa para sales.

“Memangnya Pak Darsan kenapa Sur?” Ci Yeni menoleh kearahku, mengerutkan dahi, dan menunggu segera jawabanku tanpa berkedip.

“Lucu aja. Dulu Pak Darsan yang mengantar surat panggilan lamaran kerjaku di sini. Tahu nggak Ci, aku sempat berdebat sama Pak Darsan kalau aku tak pernah kirim lamaran ke Top Photo ini. Tapi sekarang malah aku kerja di sini. Aneh kan?” aku berusaha mencari alasan sebaik-baiknya untuk mengalihkan. Dan, berhasil!

“Kok bisa. Terus, bagaimana ceritanya Sur?” Ci Yeni tambah penasaran. Suasana hatiku mulai tertata. Teman-teman mulai mengalihkan perhatian terhadap sikapku yang sedikit berbeda pagi ini dengan cerita baruku mengenai Pak Darsan dan Mengapa aku bisa bekerja di photo studio ini.

“Aneh juga ya. Tapi enak kan kerja di sini? Apalagi ada bos kita yang baik hati itu,” Ci Yeni mulai dengan sindirannya. Menyindir Pak Andika.

Seseorang membuka pintu kantor. “Pagi semua!” Pak Andika kali ini muncul dengan wajah ceria dan memberi salam hangat tidak seperti biasanya. Ci Yeni melirik ke arah kita mengisyaratkan sesuatu. Kami paham. Hal yang sudah biasa terjadi di tempat kerja. Hubungan antara bawahan dan atasan kadang tidak selamanya selaras dan harmonis. Tapi itu akan menjadi bumbu komunikasi yang sedap ketika kita mau menikmatinya.

“Suryo, tadi saya mampir ke International College, ketemu Pak Asto. Ada titipan salam,” Pak Andika meletakkan tas kecil di atas meja kerjanya dan berdiri mengamati layar monitor yang merekam secara langsung kegiatan toko di bagian depan melalui kamera yang terpasang di toko. Toko masih sepi belum ada pengunjung. Hanya beberapa karyawan toko yang sedang mempersiapkan toko dan beberapa sales kami yang masih hilir mudik.

“Oh, iya Pak. Salam kembali buat Pak Asto kalau Pak Andika ketemu ya,” Pak Asto memang luar biasa. Tapi cukup mengherankan juga kenapa Pak Asto mesti titip salam segala padahal aku belum begitu mengenalnya. Dia memang orang baik, pantesan anak buahnya juga baik. .

“Siapa yang bilang Pak Asto titip salam? Bukan, tapi dari anak buahnya,” Pikiranku langsung tertuju pada seseorang. Dan aku berusaha menyingkirkan sesuatu yang menggoda di pikiranku itu. Ternyata aku salah menduga.

“Bener kan! Hayo dari siapa?” Ci Yeni langsung refleks menyerangku lagi.

“Oh, iya ya,” Aku pura-pura tak mendengar ocehan Ci Yeni, tapi keringat di pelipisku tak bisa membohongiku. Aku berusaha menafsirkan arti salam itu. Salam itu artinya selamat. Berarti itu artinya seseorang sedang mendoakan kita agar selamat. Doa yang baik untuk dititipkan ketika kita tidak mampu menyampaikan secara langsung. Tapi teman-temanku mempunyai penafsiran sendiri terhadap arti salam itu.

Aku berusaha menjelaskan bahwa aku di seminar ketemu banyak teman baru. Mereka semua terutama panitia seminar yang ramah-ramah dan enak diajak bicara. Teman-teman the fantastic four seperti percaya saja. Padahal aku hanya tahu Pak Asto dan hanya kenal seorang panitia yang perhatian itu.

Dua hari kemudian, aku baru saja selesai makan, di ruang kantor terdengar ribut-ribut. Teman-teman tak biasanya seribut ini. Aku melihat meja mba Ari dipenuhi dengan lembaran kertas foto gagal cetak. Lembaran gagalan foto yang sedikit cacat, misal warna yang kurang sempurna, atau sedikit terbakar, hasil sensor di bagian percetakan dan tidak layak untuk masuk ke kantong foto konsumen akan dihitung oleh tim kami. Dan itu adalah hal yang biasa dan rutin. Jadi, kenapa mereka harus berebut? Pasti telah diketemukan gambar aneh di sana. Aku penasaran dan segera merangsek ikut heboh.

“Hei, ada apa yah?” tanyaku sambil berusaha menyeruak diantara kerumunan.

“Eh, nggak ada. Nggak ada,” Ci Yeni segera menutup buku rekapan dan terlihat menyembunyikan sesuatu di balik buku tebal itu. Aku semakin penasaran.

Aku tetap memaksa mereka untuk menunjukan sesuatu dari dalam buku tebal itu. Mereka menyerah dan memberikan selembar foto ukuran 4R dengan warna kurang sempurna tapi masih terlihat bagus untuk mata awam bukan mata konsumen yang sangat mengerti kualitas hasil cetakan foto.

“Oh, ini. Iya, ini salah satu panitia yang waktu itu ketemu di seminar.” Mataku terbelalak dan segera aku meraih foto itu. aku tidak habis pikir bagaimana Mas Aris mengambil foto ini. Di foto itu, aku duduk bersebelahan dengan salah seorang panitia seminar yang perhatian itu dan terlihat sedang asyik berbicara. Aku tak tahu kapan Mas Aris menjepret foto ini. Mungkin dari jarak ribuan meter sehingga aku tak mengetahuinya. Tapi kenapa harus masuk ke foto gagal cetak? Padahal hasil cetakannya nyaris tak ada cacat. Mungkin Tuhan sengaja mengirim foto itu agar aku tahu dan mengingatnya lewat foto gagal ini.

“Benar, kan? Ada yang sedang jatuh cinta nih,” Ci Yeni terus meledek.

“Ah, Ci Yeni. Ada-ada saja. Mana mungkin Ci. Dia kan anak kuliahan,” aku mengelak. Teman lain ikut bersekongkol dengan Ci Yeni untuk terus mengomentariku pagi ini. Pak Andika yang membawa salam, cuek enggan berkomentar.

“Eh, bisa saja Sur. Yang namanya Cinta itu tidak akan mengenal status. Kalau sudah cinta ya cinta saja,” Ci Yeni ngotot. Ini orang kenapa kok ngotot sekali, batinku.

“Enggaklah Ci. Rasanya nggak mungkin,” aku terus mengelak. Sedangkan perasaanku berkata lain dan sok munafik. Tapi memang aku nggak boleh terlalu berharap terhadap sesuatu yang belum pasti. Aku harus bisa realistis dan tidak cengeng.

Hari-hari setelah diketemukannya foto itu membuatku sering merenungkan diri untuk memecahkan makna peristiwa yang belakangan ini aku alami. Mengapa harus ada seminar itu? Mengapa aku harus bertemu panitia yang perhatian itu? Megapa ada salam? Mengapa ada foto gagalan itu? Ah, kayaknya aku sudah berlebihan menganggap kejadian-kejadian biasa ini. Semua ini pasti kebetulan yang biasa saja. Bukan sesuatu yang istimewa dan perlu aku pikirkan dalam-dalam.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post