Ayo Sugiryo

Guru di SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto. Sedang belajar menulis dan Buku Perdana yang sudah diterbitkan: "From Home With Love" Tahun 2016, Buku ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Dan Pak Guru Itu Adalah Aku (#27_Ada Apa di Hari Ke 100 Pernikahan)

Tak perlulah berlama-lama untuk MOP (Masa Orientasi Pasangan). Karakter kami masing-masing sudah ketebak semua. Tak ada lagi yang perlu disembunyikan. Begitu pula masa lalu kami masing-masing sudah diobrol dan diobral tak ada yang tak laku terjual. Semua laris manis tak tersisa. Kami menyukai kesederhanaan dan keterbukaan. Karakterku yang sedikit bicara dan minderan ketutup sama karakternya yang cakap berbicara dan percaya diri. Emosiku yang adem ayem ketutup sama emosinya yang terbuka blak-blakan. Aku introvert dia extrovert. Aku suka menyendiri dan tak banyak teman dia suka keramaian dan pandai bergaul. Ibarat wadah yang ketemu sama tutupnya. Kami saling melengkapi. Mungkin itu ungkapan kecocokan yang ada pada kami.

Aku merasa telah menemukan seseorang yang bisa aku percaya mampu menjadi pendampingku dikala susah dan senang. Dari ramalan Mbah Suryo saat menggandeng tangannya ketika mau menyeberang jalan, bisa ditafsirkan bahwa dia adalah perempuan yang bisa dipertanggungjawabkan kesetiaannya. Aku begitu yakin tanpa ada keraguan sebesar biji terongpun.

Dalam perjalanannya, tanpa kami sadari kami menemukan keseimbangan dengan banyak belajar dari perbedaan masing-masing.

Karena berbahagia itu tidak boleh ditunda-tunda, tak lebih dari satu setengah tahun MOP, sejarah hidupku pun mencatat pada tanggal 10 Oktober 1997 terjadi pertempuran seru antara aku dan dia. Kedua belah pihak keluarga sudah saling mendukung. Tak ada lagi yang perlu diperdebatkan. Hari H untuk perhelatan akad nikah, sudah diketok palu oleh kedua belah pihak yang berseteru. Kami sah menikah pada tanggal itu. Tepatnya hari Jumat. Jumat yang bersejarah. Kami sudah sah secara agama dan hukum. Dunia tersenyum melihat kami berdua berbahagia. Semua mahluk hidup dan benda-benda yang menyaksikan pun turut berbahagia. Cicak di kamar kosku yang biasanya murung, sekarang tersenyum lebar dan bernafas lega mendengar berita pernikahanku. Aku mengalami kebahagiaan level tertinggi. Namun di dalam sebongkah kebahagiaan selalu ada setitik kesedihan menyapa. Kakak keduaku, Mba Ratni tak bisa menyaksikan kebahagiaan ini. Mudah-mudahan dia bisa menyaksikan ini dari surganya.

Kami sungguh menikmati masa-masa indahnya berumah tangga. Semua proses pembelajaran yang tadinya dikerjakan secara individual, kali ini bisa dikerjakan secara berpasangan. Hal ini sangat berbeda kami rasakan tentunya. Karena semua kegiatan pembelajaran kehidupan dikerjakan bersama-sama. Keberhasilan terhadap pencapaian kompetensi sikap kami akan mengacu pada 11 poin sikap dalam berumah tangga diantaranya; kerjasama, tanggungjawab, gemar membaca, kesetiaan, saling menghargai perbedaan, saling mengerti, perhatian, keuletan, kerja keras, disiplin, dan dapat dipercaya. Dengan menjalankan 11 poin tersebut diharapkan mampu mencapai goal pembelajaran kehidupan rumah tangga.

Begitu pula segala yang menyangkut kebahagiaan dan penderitaan kami rasakan berdua. Semua berjalan seperti semestinya dan seadanya. Kami dua-duanya bekerja dan sama-sama berpenghasilan walaupun mungkin belum bisa dikatakan mapan. Setidaknya kami sudah bisa mandiri. Sang istri masih dipercaya sebagai tenaga pengajar di lembaga di mana dia mengawali karirnya sebagai tenaga pengajar di International College. Aku pun masih dipercaya sebagai tenaga administrasi di Top Photo. Semua berjalan stabil seolah tak akan ada sesuatu yang menjadi penghalang yang dapat meruntuhkan pondasi rumah tangga di masa mendatang.

Tetapi kami hanyalah manusia biasa dan Tuhanlah pengendali alam semesta ini. Bahwa kebahagiaan berumah tangga setiap pasangan pun akan memiliki cerita dan kisah yang berbeda-beda. Dan Tuhanlah yang akan menentukan nasib setiap umatnya bahkan seluruh benda yang ada di semesta ini.

Mungkin sudah dituliskan Tuhan pula bahwa keluarga kami pun akan mengalami lekuk likunya di kemudian hari. Keluarga baruku yang masih sangat belia dan kami baru merasakan yang namanya keindahan di seratus hari pernikahan.

Kalau kamu tahu kisah ini pun terjadi di awal tahun 1998. Di awal tahun ini terjadi bencana nasional yang siap menghantam siapa saja dan bidang apa saja. Bidang ekonomi terutamanya. Ekonomi bangsa ini mulai tergoncang. Bangsa sebesar ini pun mampu tergoyahkan dengan hantaman badai krisis di awal tahun 1998. Bangsa ini mulai mengalami ujian nasional yang cukup berat. Krisis moneter menimpa perekonomian rumah tangga Negara Indonesia yang berimbas langsung pada rumah tangga kami yang baru saja menginjak hari kerja ke 100. Para pemilik rupaiah rame-rame membeli dolar. PHK besar-besaran terjadi di kota-kota besar hingga ke kota kecil Purwokerto tepatnya di tempat aku bekerja. Perusahaan di mana aku bekerja mengalami pailit hingga sangat terpaksa harus gulung tikar. Kami tak sanggup untuk menegakkan tiang penyangga perusahaan hingga berdiri kokoh lagi. Biaya pembelian barang-barang seperti kertas photo, film, dan cairan kimia pemroses cetak foto semua mengikuti harga dolar yang melambung karena harus impor. Para karyawan mulai gelisah dengan isu akan ditutupnya perusahaan. Bagaimana dengan mereka yang sudah bertahun-tahun menggantungkan hidup keluarganya di perusahaan tersebut? Bagaimana dengan istriku yang baru tiga bulan menerima gaji hasil keringat sang suami? Bagaimana aku menyampaikan berita buruk ini pada sang istri? Sungguh ini merupakan babak awal terberat pembelajaran rumah tangga kami yang terkena efek bencana nasioanal.

Sore itu langit tak secerah biasanya. Aku tak tega menatap wajah istriku yang sedang duduk di beranda rumah tinggal kami di sebuah perumahan di pinggir kota. Kami tinggal di rumah kecil mungil di sebuah perumahan hasil kredit BTN yang sebenarnya masih perlu dipermak sana sini dan sudah kami huni sejak awal pernikahan. Begitu pun kami sangat mensyukurinya karena tinggal di rumah sendiri. Hari ini istriku tidak ada kelas mengajar hingga dia hanya menunggu kedatanganku di rumah.

“Bagaimana Mas, hasilnya? Apakah semua karyawan bisa dipertahankan?” Istriku melempar pertanyaan ini dilengkapi dengan senyum yang tampak dipaksakan karena tahu melihat ekspresi wajahku yang tak bisa menyembunyikan berita yang buruk yang hendak aku sampaikan.

“Iya Dhe. Semua sudah berakhir,” jawabku lirih saja.

“Berkahir bagaimana maksudnya?” Istriku mengerutkan dahinya tampak kecemasan hinggap di matanya.

“Semua sudah berakhir. Perusahaan sudah positif akan menutup photo studio di semua wilayah Purwokerto dan sekitarnya.” Aku menggeser posisi dudukku dan merapatkan diri dengan istriku yang masih harap-harap cemas menunggu penjelasanku.

“Lalu bagaimana dengan nasib karyawannya? Apakah mereka masih akan bisa dipekerjakan di tempat lain, atau ada solusi apa gitu Mas?”

“Semua di PHK. Semua akan berhenti bekerja.”

“Termasuk Mas Suryo?” Tanyanya dengan matanya lebih tajam memandang mataku. Aku tak berani menatap matanya.

“Semua. Termasuk aku,” jawabku lirih.

Kami diam sesaat. Lalu dia memelukku dengan senyuman tetap merekah di wajahnya.

“Apa tidak ada solusi lain, Mas? Kok Pak Chandra tega sekali sih?” Dia menyalahkan Pak Chandra.

“Keputusan ini bukan Pak Chandra saja yang buat. Tapi kebijakan pusat. Mungkin sudah dipertimbangkan secara matang, tapi hasilnya tetap saja perusahaan harus menutup photo studio di tiga kota ini, Purwokerto, Purbalingga, dan Bumiayu.” Aku menelan ludah dan berusaha menahan air mata istriku dengan mengusapkan jemari tanganku ke wajahnya.

“Lalu bagaimana dengan nasib kami? Apakah perusahaan bertanggungjawab akan nasib karyawan yang kena PHK? Mereka kan sudah banyak yang bekerja puluhan tahun. Anak istrinya bagaimana?” Air mata istriku tumpah. Dia memikirkan nasib semua nasib karyawan yang naas itu.

Semalaman kami membahas masalah PHK. Besok semua karyawan akan dikumpulkan untuk mendapatkan penjelasan dari pimpinan mengenai pesangon. Ya, pesangon. Kami akan diberikan pesangon dengan jumlah sesuai dengan jabatan, masa kerja dan ketentuan yang ada di Depnaker. Hanya itu yang bisa perusahaan berikan sebagai balasan kerja semua karyawan di saat krisis seperti ini. Pesangon adalah sekedar uang sangu yang mungkin hanya dapat sebagai penyambung nyawa yang tidak bisa diandalkan dalam masa pencarian pekerjaan baru bagi kami.

Begitupun keadaan kami di awal membangun mahligai rumah tangga tetaplah menjadi kebahagiaan tersendiri buat kami yang memang sudah kami ikrarkan dalam perjanjian untuk tetap saling menyayangi dan setia dengan apapun yang akan terjadi. Kami memegang teguh janji itu. Kami anggap cobaan ini hanyalah kerikil-kerikil yang tak berarti dan kami tetap berbahagia dan tetap menikmati hidup sebisanya. Kami bertekad untuk tetap meraih segala kebahagiaan yang sudah kami proklamirkan bersama bahwa susah maupun senang kami tetap bersatu padu untuk menjaga rumah tangga ini tetap berdiri dan kokoh sampai nantinya kami beranak pinak. Kami meyakini bahwa jalan akan selalu ada untuk orang-orang yang mau berusaha. Dan kami sepakat untuk mengembangkan layar selebar-lebarnya untuk tetap bertahan dari badai yang saat itu menerpa. Karena badai itupun pasti akan berlalu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Selamat cerpan nya oke. Q blm bisa buat cerpen....

08 Oct
Balas

Terimakasih Pak. Pak Darto Repotasenya juga keren-keren Pak.

08 Oct

Ada apa lagi di kehidupan Suryo dan Dian, kita tunggu kisah berikutnya

07 Oct
Balas

Ada apa ya? Ditunggu ya Bu?

07 Oct

Badai menerjang bahtera, itu hal biasa. Apalagi Mas Suryo dan Dhe Dian sudah memiliki 11 point sikap yang disepakai bersama, ini sungguh luar biasa. Saya yakin, Mas Suryo dan Dhe Dian akan mampu melalui badai yang menerjang tersebut. Lanjuutttt....pak guru. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah.

07 Oct
Balas

Iya Bunda. Mudah-mudahan 11 poin sikap itu bisa menjadi bekal kelanggengan mengarungi bahtera Rumah Rangga selanjutnya.

07 Oct

Wow.. Awal cerita, sy seperti diajak dg lagu "anak singkong" krn perbedaan yg amat jauh. Namun kemudian sy terbawa baper, krn perjuangan mengarungi kehidupan berkeluarga yg mau tak mau berdampak dari terjadinya krismon saat thn 1998. Sypun mengalaminta pak. Barakallah

07 Oct
Balas

Betul Bu. Bisa dibayangkan betapa pedihnya Suryo di PHK dari tempat kerjanya di awal pernikahan. Mudah-mudahan akan ada kebahagiaan buat Suryo di masa mendatang.

07 Oct

Wah...komentarnya panjang2..namun komentar saya sedikit saja...Lanjuut....

08 Oct
Balas

Hahaha..Siap Bu Yuli. Panjang pendek tidak masalah. Terimakasih atas apresiasinya Bu Rini. Terimakasih semua teman-teman gurusioner semua.

08 Oct



search

New Post