Ayu Anshori

Mengajar di SMP Bilingual Terpadu Krian - Sidoarjo salah satu sekolah di bawah naungan Pesantren Modern Al Amanah...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sabar Itu Tak Berbatas

Sabar Itu Tak Berbatas

Alhamdulillah, itu kata pertama yang saya ucapkan begitu sampai di rumah setelah hampir dua jam lebih harus mengantre di salah satu bengkel motor milik brand ternama. Saya lega sekali setelah bergulat dalam kesabaran di tengah terik sang surya yang kian menyengat dan tentu saja itu membuat hawa di ruang servis bukan hanya panas tapi juga pengap berbaur dengan suara riuh mesin servis dan juga motor yang kompak berkolaborasi.

Sebenarnya, kalau saya pergi sendirian atau berdua saja dengan si kakak, anak sulung saya, mungkin tidak akan terasa berat. Pasalnya saya juga membawa serta si adik karena kebetulan tiap hari Sabtu saya libur, jadi si adik saya asuh sendiri. Dari ke sekian sabtu cuma hari ini saja saya baru sempat. Karena walaupun libur, selalu saja ada acara tertentu sehingga waktu untuk servis pun tertunda terus.

Pada 10 menit pertama, si adik masih bisa tenang sambil saya gendong ia asyik mengamati para montir yang sedang beratraksi. Namun 5 menit kemudian, dia mulai menunjukkan tanda-tanda kebosanan, pinginnya cepat-cepat pulang. Dia mulai menggeliat, berteriak, dan menangis. Memang putra saya ini anak yang tidak bisa diam di satu tempat, maunya dia bergerak terus. Mungkin karena ia anak laki-laki, jadi tingkahnya lebih aktif berbeda dengan si kakak saat kecil dulu. Maunya dia jalan-jalan dan ikut nimbrung bersama para montir itu dan tidak memungkinkan si adik saya lepas begitu saja di tempat seperti itu untuk bermain karena saya khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan.

Namanya anak kecil apalagi bagi si adik yang sudah bisa jalan, dia tidak mau digendong terus. Mungkin di pikirannya, dia merasa kebebasannya terbatasi. Dia pun semakin memberontak dari gendongan. Teriakannya semakin menjadi. Botol susu yang biasa menenangkannya pun tidak mampu membuatnya diam. Namun saya berusaha untuk terus menenangkannya

Kebetulan di depan bengkel ada penjual bakso. Saya pun menghampiri dan membelikan si adik pentol. Syukurlah itu membuatnya diam. Dengan lahap ia melumat pentol dari suapan saya sembari sesekali nyengir memperlihatkan deretan 4 gigi atas dan 4gigi bawahnya. Namun, itu hanya bertahan 15 menit. Setelah itu dia merengek kembali sambil tangannya menunjuk-nunjuk keluar. Akhirnya saya mengajak si adik dan si kakak jalan-jalan ke toko baju yang tidak jauh dari bengkel. Di sana, dia saya turunkan dari gendongan. Wah... Rupanya dia senang sekali. Dia berlari-lari sambil sesekali menyelinap di antara gantungan baju seraya menggoda kakaknya untuk turut bermain dengannya. Gayung bersambut, si kakak pun lalu mengimbangi keaktifan adiknya. Mereka berkejar-kejaran dengan riang. Tetapi lama-lama saya tidak enak juga dengan si mbak-mbak penjaga. Terpaksalah saya juga sambil melihat-lihat baju yang sebetulnya tidak menarik minat saya. Namun kebetulan si kakak kepincut dengan selimut bulu motif frozen yang juga dijual di toko itu. Berkuranglah rasa ketidakenakan saya. Pikir saya karena sudah beli tidak apa-apalah ya... Berlama-lama sedikit. :)

Setelah merasa si adik sudah cukup puas, saya mengajak mereka kembali ke bengkel. Si adik rupanya benar-benar tidak mau digendong. Keluar dari toko dia maunya jalan sampai masuk bengkel. Awalnya saya biarkan saja dia bermain dengan si kakak di sekitaran tempat duduk di ruang tunggu sambil terus saya awasi. Tapi lama-lama dia keluar dari area ruang tunggu untuk mendekati para montir. Saya angkat dia dan saya dudukkan di kursi. Berulang beberapa kali, akhirnya dia pun marah. Jam menunjukkan pukul 10.45 siang, saya pikir sikap tantrumnya itu bukan saja efek bosan, tapi juga ngantuk. Apalagi di ruangan hawanya cukup panas. Kalau kata orang Jawa "angel ngawiti turu" (sulit tidur karena merasa tidak nyaman dan ini sering terjadi pada anak bayi/balita). Di sinilah kesabaran seorang ibu diuji. Menenangkan anak yang tantrum bukanlah perkara mudah apalagi itu terjadi di tempat umum dan sedang tidak ditemani suami. Tetap berusaha tenang dan tidak panik walaupun orang-orang yang melihat saya berpikir "ini mana suaminya? Kok istrinya dibiarkan servis sendiri dengan membawa dua anak?" Seandainya saja suami saya libur pasti bukan saya yang ke bengkel.

Kurang lebih 30 menit si adik tidak juga slow down dari tantrumnya. Saya pun menggendongnya keluar mencari angin karena saya tahu si adik sudah terbiasa tidur dalam kondisi yang membuatnya nyaman. Akhirnya saya menemukan tempat lumayan enak di bawah pohon mahoni dengan semilir angin yang memberikan kesejukan. Tidak beberapa lama si adik pun tertidur pulas. Alhamdulillah kesabaran saya berbuah manis.

Dari pengalaman saya hari ini, sekali lagi saya bisa belajar tentang sabar. Kesabaran itu tak berbatas. Kesabaran itu diperlukan di mana saja dan kapanpun apalagi bagi seorang ibu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post