AYUM HAYATI. S.Pd

Guru SMP Negeri 7 Banjar mengajar mata pelajaran IPA. moto hidup belajar tiada henti, berbagi dapat pahala...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kue Itu

Suatu hari saya pergi ke pasar diantar si sulung. Aku terbiasa belanja bulanan di pasar tradisional. Waktu itu pun sepulang sekolah aku berangkat ke pasar. Berbelanja keperluan untuk satu bulan dan ada tambahan belanja lainnya untuk tasyakuran di rumah. Aku belanja di bagian sayuran terlebih dahulu, maksudnya agar mendapat sayuran yang masih segar walaupun waktu sudah siang hari, tetapi masih ada kios yang baru menerima bongkar barang siang hari.

Kios langganan ku letaknya agak di tengah pasar jadi cukup jauh berjalan dari pintu utama pasar tradisional tersebut. Seseorang menyapaku dari belakang. Kutengok ternyata teman lama ku sedang belanja pula.

“Belanja Bu RT?” selorohnya

“Eh, kamu Wi, iya belanja keperluan dapur sekalian untuk acara tasyakuran cucu ku, biasa anak jaman now, mau Ulang tahun.’ Jawabku sambil menengok

“Aku diundang nggak?”

“Ayo , datanglah! Sekalian ajak juga cucumu itu, gemas aku melihat cucu kamu itu, masih kecil tapi pinter.” Pujiku pada cucu temanku itu.

“Bener nih?”

“Aku serius Wi! Tapi ada syaratnya.”

“Apa syaratnya?”

“Bantuin aku belanja ya!” ujarku sambil tertawa.

“Siap aku bantu ya, kebetulan aku ke pasar hanya sekedar jalan-jalan sambil itu menanyakan pesanan baju ke kios langgananku.”

“Hebat kamu mah bisnisnya, lancar ya Wi?”

“Alhamdulillah selalu ada pesanan, yang kuliner juga ada Yum, tapi partai kecil lah, seperti yang Ulang Tahun, boleh pesan sama aku.”

“Yah telat Wi, aku sudah persiapan sebagian di rumah, tahu gitu mah aku pesen sama kamu.”

“Lain kali bisa.” Jawabnya sambil tersenyum

Aku dengan temanku Wiwi, sahabat ketika sekolah dulu, belanja berbagai keperluan bulanan dan untuk tasyakuran. Belanja di temenin kawan lama sambil bercerita sana sini, tertawa geli jika mengingat kisah kita dulu.

Ketika sedang asyik berbelanja tiba-tiba ada pedagang asongan makanan menawarkan dagangannya berupa kue-kue basah. Begitu menengok aku terkejut bukan main. Salah satu kue basah itu ada yang membuatku takut. Kue cucur.

Sontak kaget aku teriak, tak plek lagi air mataku mengalir deras, tangan dan badan gemetar, mengundang reaksi banyak orang di sana.

“Yum, kamu kenapa?” Wiwi kaget melihat aku seperti orang sakau.

Aku tidak bisa menjawab hanya telunjuk tertuju pada kue di pedagang itu. Mulutku tak bisa bersuara, mataku terpejam, air mata mengalir deras beriringan dengan keringat dingin mengalir ke seluruh tubuhku. Aku lemas di sudut kios itu.

Ada yang peduli padaku dengan memberikan air mineral. Aku minum air putih dan sedikit lega. Pedagang itu masih di situ melihatku kebingungan.

“Ibu nya kenapa?” sayup terdengar pedagang itu bertanya.

“Aku takut kue cucur, maaf ya,....boleh anda pergi dari sini.” Ujarku masih memejamkan mata dan suaraku pun lemah karena lemas.

“Aku baru ingat kamu takut kue itu, maaf mas, silahkan mas berdagang di lain tempat saja.” Ujar Wiwi , baru ingat dia bahwa aku takut kue cucur. Aku masih terduduk lemas di sudut kios itu.

Perlahan orang-orang disekitar bubar setelah tahu permasalahannya. Malu sebenarnya, karena takut kue cucur sampai sebegitunya. Di pasar lagi, banyak orang nonton kelakuanku. Haduh. Tapi apa mau di kata takut itu tak bisa di lawan.

Pernah mencoba untuk tidak takut dengan melihat dari dekat kue itu, tapi tidak bisa. Malah aku semakin histeris. Bayanganku kue cucur itu seperti luka bernanah dikerubuti serangga kecil hingga terlihat menjijikan.

Kue yang berbahan dasar seperti kue cucur aku sangat suka, tapi jika di buat dengan bentuk lain seperti ali agrem atau burayot (makanan khas Garut), jadi bentuknya tidak menggelikan maksudku.

Si sulung datang menghampiriku setelah karyawan kios memberi tahu kondisi aku. Tapi dia malah tersenyum melihat aku seperti itu. Hanya dia tetap kasihan melihatku yang lemas seperti itu. Disekanya keringatku diberi minum juga, belanjaan di antar pegawai kios. Aku pulang diantar Wiwi sampai ke rumah, sambil ditenangkan olehnya.

“Aku nggak nyangka kamu masih takut kue itu Yum.”

“Iya Wi. Nggak bisa hilang.”

“Tante , Ibu takut kue cucur gara-gara apa sih?” anakku bertanya sambil nyetir.

“Itu waktu kegiatan Pramuka naik gunung, ada anak kecil lewat, kondisi borokan, dikebutin serangga kecil, tante juga jijik melihatnya.”

“ O, gitu ya. Makanya tante aku mah kalau ada kue itu di mana pun suka di tutupin,takut Ibu kaya gini.”

Sampai di rumah sudah sedikit tenang. Duduk di kursi ruang tamu sambil menenangkan hati. Wiwi sahabatku akhirnya membantu menyiapkan keperluan tasyakuran cucuku.

“Terima Kasih Wi.”

Terkadang suka tersenyum sendiri jika mengingat kejadian itu.

Banjar, 3 Pebruari 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantab bunda. Terus berkarya,... Salam literasi.

03 Feb
Balas

Salam literasi

03 Feb
Balas



search

New Post