Alhasil dengan tidak semangat aku harus mengikuti tes di sana. Menurut informasi ada seribu pendaftar untuk semua jurusan di kampus itu. Aku mengambil jurusan MIPA Biologi sesuai dengan jurusan aku waktu di SMA.

Sebenarnya ada kerabat aku yang menjadi Dosen di sana, tapi aku tidak menemuinya karena aku malas untuk kuliah di situ. Aku pikir jika aku kuliah di sana aku bakalan menjadi Guru.Ya, menjadi seorang Guru yang bukan keinginanku.

Ketika pengumuman kelulusan semua calon mahasiswa diurutkan tidak per-jurusan tapi sesuai nilai akademik. Aku ada diurutan ke dua ratus dari seribu peserta.

Suatu hari aku dipanggil oleh kerabatku yang menjadi dosen di Kampus itu.

“Neng, kamu kuliah di sini?” tanyanya.

“Iya Bu, di daftarin sama Mang Dede.” ujarku tidak bersemangat.

“Kenapa sedih begitu? Tak mau kuliah di sini?” tanyanya lagi

“Sebenarnya saya ingin kuliah di Akper ,Bu, tapi gagal.” Mataku berkaca-kaca hampir menangis. Dengan penuh kesabaran beliau menasehatiku agar lebih sabar dan mau ikut perkuliahan sebelum mencoba lagi mendaftar di di Akper pada tahun berikutnya.

Penasaran aku mencoba lagi peruntungan lalu mendaftar di Akademi Keperawatan yang berbeda. Untuk kali ini tinggi badan tidak diperhitungkan yang penting nilai akademik lulus dan wajib mengikuti Ospek (bahan pertimbangan mengikuti perkuliahan).

Bahagianya aku waktu itu, senyum ku selalu ada setiap saat, terbayang aku menjadi perawat, berbaju putih, peci putih dikepala,sepatu hak tinggi, berinteraksi dengan pasien, membuat rekam medik, ah....tak bisa dilukiskan dengan kata.

Keinginan dan cita-cita orang boleh tinggi setinggi langit luas seluas cakrawala, tapi peran sang pencipta penguasa alam tidak bisa diikuti dengan logika. Seperti yang terjadi pada ku. Seharusnya aku bisa diterima di kampus yang aku inginkan, kuliah disana, lulus dari sana.

(bersambung)

Banjar, 9 Perbuari 2022