Azhar Muhammad N.T

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Piala Afrika, Mesir, Sentimen, dan Al Qur'an

Repost dan re-editing tulisan saya tahun 2006.

Ketika ditanya tim mana yang saya jagokan akan jadi juara Piala Afrika 2006, saya bilang saya rela tim manapun jadi juara asal bukan Mesir. Alasan saya, saya bakal muak melihat gaya orang Mesir membangga-banggakan kesuksesan timnya nanti. Saya tidak akan menyangkal jika ada yang menganggap saya terlalu sentimen, karena saya memang sangat sentimen.

Tapi perlahan harapan saya menguap bersamaan dengan tersingkirnya Tunisia di babak perempat final. Berdasarkan cerita yang saya dengar, Mesir selalu kesusahan melawan sesama tim Arab. Melawan Maroko saja, Mesir cuma bisa main imbang 0-0, hasil itu menambah panjang catatan kegagalan Mesir mengalahkan Maroko selama 20 tahun. Tunisia tersingkir, praktis cuma Mesir saja negara Arab yang masih bertahan.

Partai semifinal Mesir melawan Senegal pun hanya membuat saya semakin 'kehilangan harapan'. Partai final saya saksikan lewat televisi di rumah famili Syeikh Abdurrahim di Luxor. Karena menonton di rumah orang Mesir, maka dari awal saya sudah niatkan meskipun nanti Pantai Gading yang menang, saya tidak akan berjingkrak-jingkrak. Kenyataannya saya memang tidak berjingkrak-jingkrak malam itu, melainkan ucapan 'mabruk ya Syeikh' yang keluar dari mulut saya. Mesir yang akhirnya juara.

Ada satu fenomena yang sangat berkesan dalam hati saya saat menonton partai final itu. Demi melihat Tarek Said (gelandang kiri Mesir yang malam itu tidak main alias jadi cadangan) memegang Al Qur’an dan berdoa pada saat adu penalti, saya langsung 'pasrah' bahwa malam itu akan jadi pestanya rakyat Mesir, begitu juga ketika kamera menyorot official Mesir yang membaca Al Qur’an. Fenomena itu sangat menggugah perasaan saya, bahwa yang bisa kita lakukan untuk mencapai sebuah cita-cita adalah berusaha maksimal dan berdoa, sementara masalah hasil 100% adalah Allah yang menentukan. Sukses yang diraih Mesir memang pantas diraih. Mereka tidak pernah kalah sebelum melaju ke final, dan perjalanan mereka juga bukan tanpa aral. Mental mereka diuji saat gol Amr Zaky dianulir, begitu pula saat Ahmad Hassan gagal mencetak gol lewat penalti hingga hasil tetap 0-0. Usaha maksimal sudah, mereka juga tidak lupa berdoa pada Yang Maha Berkehendak.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post