Azam Arifin

Masih guru baru. Perlu terus belajar dan belajar....

Selengkapnya
Navigasi Web

Hari Terburuk Sejak Menerapkan Pembelajaran Online (Bagian 1)

Sebuah notifikasi pesan whatsapp muncul di hp saya. Dari nomor baru. Ah, pasti anak-anak. Siapa lagi. Sejak siswa diharuskan belajar di rumah, pesan dari nomor baru menjadi santapan setiap hari. Kebanyakan menanyakan tugas.

Mungkin grup w.a yang saya buat untuk memberikan tugas itu, masih belum cukup buat mereka. Atau mungkin mereka malu sehingga memilih chat pribadi.

Ya, benar. Dari Citra. Siswa dengan nomor absen tiga.

"Pak, maaf. apa boleh mengambil uang tabungan. 1 juta."

Dua minggu berlalu. Baru ini ada siswa yang mengirim tanya perihal sesuatu yang tidak ada kaitan dengan tugas harian. Ada apa?

"Bentar. nanti ya. Pak Azam masih diluar."

Sebenarnya saya tinggal menjawab iya. Toh itu juga uangnya dia. Apalagi agenda rekreasi kelas 6 nanti yang 90% pasti batal, tidak ada alasan untuk menolak permintaannya. Tapi saya seperti butuh waktu untuk menjawab itu.

Terik matahari di langit Kepanjen siang ini cukup menyengat. Lalu lalang kendaraan masih cukup, meskipun sedikit lebih sepi dari hari sebelumnya. Sementara, saya masih menunggu istri yang sedang belanja bahan aksesoris jualannya. Biasanya 10 menit selesai, tapi ini sudah lebih.

Mungkin saya salah. Pemerintah sudah menghimbau untuk tetap di rumah. Sementara saya masih keluar belanja. Tapi mau bagaimana lagi, di rumah pun kan juga harus ada kesibukan. Biar tidak sampai bingung mau ngapain. Lagipula, tujuan saya cuma satu ini dan setelah ini langsung pulang.

"Boleh, asalkan disisakan ya. nanti saya lihat catatan tabungan citra."

Di perjalanan pulang, saya masih memikirkan alasan si anak meminta tabungan. Apa gak sayang, kan sebentar lagi mau masuk SMP. Biasanya masuk sekolah baru itu perlu biaya cukup banyak.

Dan jawaban itu muncul, ketika melihat kiri kanan jalan toko-toko banyak yang tutup. Ya, himbauan untuk tetap di rumah, membuat ekonomi sekarang lesu. Sangat lesu. Banyak toko yang memilih tutup, karena tidak ada pembeli. Kalaupun ada pembeli paling hanya sedikit. Gak sepadan dengan untung yang didapat. Tak terbayang jika karyawan toko-toko itu juga diberhentikan. Hadeeh.

Apa mungkin kondisi ini juga dialami orang tuanya citra? Entahlah, tapi setidaknya saya punya gambaran.

Sampai di rumah, saya tidak membuka catatan tabungan siswa. Saya sudah tahu sebenarnya perkiraan tabungan anak ini. Cukup banyak, anak ini memang rajin menabung.

"Boleh. 1 juta ya. Besok pak azam ke SD. Jam 9. Wajib pakai masker."

Jawaban yang mungkin ia dan orang tuanya tunggu, terbukti dengan chat balasan yang muncul dengan cepat,

"Alhamdulillah, siap pak"

Oh, corona. Sampai kapan kau putuskan berhenti jalan-jalan. Tatanan ekonomi rusak, banyak orang kehilangan pekerjaan. Tatanan sosial koyak, orang Indonesia yang sukanya kumpul-kumpul kau suruh berjaga jarak. Lalu, anak-anak itu, yang harusnya bernyanyi bersama teman dan gurunya di kelas, harus belajar sendiri-sendiri di rumahnya.

(bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post