Bagus Sasmito Edi Wahono

Guru Bahasa dan Sastra Indonesia, Pegiat Literasi dan Ketua Dewan Kesenian Gresik...

Selengkapnya
Navigasi Web
PERAHU-PERAHU MIMPI (2)

PERAHU-PERAHU MIMPI (2)

Selang beberapa hari setelah kepergian ayahnya, ia mendapat kabar bahwa ia diterima di universitas negeri di Malang. Ia benar-benar bingung menghadapi kenyataan antara sedih dan gembira. Sedih karena kehilangan orang tua yang dikasihinya dan gembira karena bisa diterima di universitas negeri favorit yang telah lama ia impi-impikan. Jika ia jadi berangkat, ia juga akan meninggalkan mamak dan adiknya tanpa didampingi ayahnya lagi. Benar-benar sebuah pilihan yang sangat berat untuk dipilih. Ibarat makan buah simalakama.  

            Ia menceritakan bahwa berkat dorongan dan motivasi dari guru bimbingan dan konseling yang ada di SMAnya ia akhirnya memutuskan untuk berangkat. Ia bertekat bahwa pasti selalu ada jalan untuk orang yang mau mengubah hidupnya.

            Kepergiannya merantau bukannya tanpa hambatan, Disamping pikiran-pikirannya yang tidak tega meninggalkan mamak dan adiknya, ia juga dihadapkan pada persoalan biaya untuk transportasi, daftar ulang, uang gedung dan lain-lainnya yang membuat kepalanya benar-benar pusing. Untunglah ia mempunyai guru bimbingan konseling yang sangat baik hati dan dermawan. Melalui beliau dihimpun dana dari beberapa orang guru SMAnya sehingga terkumpul uang yang cukup untuk menambah biaya selama beberapa waktu ia di perantauan. Untunglah juga pada akhirnya mamak dan adiknya mau melepaskan kepergiannya meskipun dengan sangat-sangat berat hati.

Rupanya, harapan tak selalu sejalan dengan kenyataan, dan impian tak selalu senada dengan kehidupan. Perjalanan hidupnya ketika menimba ilmu di sini tidak semudah yang ada di pikirannya. Banyak sekali rintangan dan hambatan yang ia hadapi. Hidup di tempat yang jauh dengan hanya bermodalkan tekat saja ternyata sangat-sangat memerlukan keberanian, ketangguhan dan mental yang sekuat baja.

Tekatnya yang benar-benar bulat untuk mengubah nasib membuatnya tidak segan-segan untuk berusaha sekuat tenaga mengumpulkan rupiah. Setiap pagi ia awali hari dengan berjualan koran. Sehabis subuh ia sudah mengayuh sepeda reotnya mengelilingi kompleks perumahan dan beberapa kantor untuk mengantarkan Koran. Siang hari kuliah, sore hingga malamnya ia bekerja sebagai pelayan di warung nasi.Pekerjaan itu ia jalani bertahun-tahun.

Banyaknya diskriminasi sosial yang ia dapatkan selama di sini kerap kali hampir menumbangkan mimpi-mimpinya dan tak sedikit dari teman-temannya di kampusyang tidak menyukai keberadaannya. Mereka beranggapan bagaimana bisa seorang mahasiswa yang menggantungkan hidupnya dari menjual Koran dan pelayan warung nasi bisa kuliah di sini? Namun sekali lagi, ia selalu berusaha mengokohkan kembali mimpi-mimpi yang hampir tumbang itu. Tak pernah didengarkan cemoohan mereka, apalagi meladeninya. Ia selalu menganggap cacian yang bertubi-tubi dari bibir mereka semua adalah do’a yang akan mengantarkannya kepada kesuksesan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post