BAIQ SUMIATI, S.HI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Air Mata Santri

“Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu.” (HR Thabrani).

“Nak, dua hari lagi kamu akan masuk pesantren. Mama harap hatimu sudah tidak ragu lagi untuk masuk pesantren.”

“Kenapa aku harus lanjut sekolah ke pesantren Ma? Mama, sudah gak sayang lagi ya, sama aku?” Agnina terlihat sedih. Lanjut sekolah ke pesantren bukan keinginannya.

“Karena rasa sayang itulah yang membuat Mama mengambil keputusan agar kamu sekolah di pesantren. Nak, Mama ingin kamu belajar ilmu agama sebagai bekalmu hidup di dunia dan akhirat.”

“Di sekolah lain aku juga bisa belajar ilmu agama Ma, kenapa aku harus masuk pesantren?”

“Mama tidak bisa sepenuhnya mengawasi pergaulanmu di luar, Nak. Mama takut kamu salah langkah. Pergaulan remaja sekarang semakin bebas.

Mama juga ngeri melihat berita, anak tega membunuh orang tuanya. Mama pingin kamu juga belajar adab dan akhlak,” Lasmi terus meyakinkan Agnina. Bahwa pesantren adalah tempat yang baik unttuknya.

Agnina enggan berdebat lagi dengan Mamanya. Dia pasrah jika harus masuk pesantren.

Waktu masuk pesantren pun tiba. Siang itu, dengan perasaan gamang Agnina diantar oleh kedua orang tuanya, Ustad Ruzain dan Inara. Agnina adalah keponakan Ustad Ruzain.

Sebelum berpisah, ustad Ruzain memberikan mushaf Al-Qur’an kepada Agnina, “om doakan semoga kamu betah di pesantren dan menjadi hafiz Al-Qur’an. Berikanlah mahkota syurga untuk kedua orang tuamu dengan hafalanmu. La tahzan innallahama’ana.”

Semenjak hari itu Agnina resmi menjadi seorang santri salah satu pesantren terkenal di Lombok Barat.

Agnina menghabiskan hari pertamanya di pesantren dengan linangan air mata. Dia merasa sangat asing berada di tempat yang tidak pernah dia bayangkan. Dia merasa sepi di tengah keramaian. Santri senior mencoba menghibur Agnina. Namun, hingga satu minggu berlalu rasa sedih itu masih memenuhi rongga dada Agnina, bahkan terasa makin sesak. Rindu suasana rumah dengan segala fasilitasnya. Rindu pelukan kedua orang tuanya. Rindu tawa dan canda teman-temannya. Terbersit rasa ingin kabur dari penjara suci itu. Tapi, kabur dari mana? Tembok-tembok tinggi itu seolah cekikikan mengejeknya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post