BANGUN PRACOYO

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bagaimana Menyelenggarakan Pendidikan Inklusif?

Saat istirahat adalah waktu yang membahagiakan bagi anak sekolah. Bercanda ria dengan teman-teman. Membeli jajan kesukaan di kantin sekolah. Sekadar ngobrol santai membahas topik hangat di kelas. Bagi siswa yang malasm, waktu istirahat adalah waktu untuk menyalin tugas guru untuk mata pelajaran berikutnya. Siswa yang rajin membaca tidak menyiakan waktunya untuk membaca di pojok baca atau perpustakaan. Ada seorang anak yang sejak jam pelajaran pertama sampai istirahat diam saja. Teman-tamannya berusaha mengajaknya bicara tetapi tetap diam saja. Dia tidak mau melakukan kontak mata dengan yang mengajak bicara. Saat pelajaran pandangan matanya bukan ke papan tulis atau guru, entah kemana. Tidak mengganggu atau melakukan hal yang aneh hanya sulit diajak sosialiasasi. Kalau dipaksa untuk menjawab pertanyaan teman atau guru malah kelihatan kurang nyaman. Doni namanya, dia akan meremas remas tangannya bila merasa tertekan. Itu dilakukan berulang-ulang. Bajunya bersih dan rapi. Sepatu dan tasnya bagus. Alat tulisnya lengkap walaupun jarang digunakan.

Wali kelas sudah menyuruh Nita untuk duduk di bangku paling depan. Semua teman sekelas sudah memakluminya. Hanya dengan sekali pandang saja sudah terlihat bahwa posisi kedua mata tidak sejajar dan melihat ke arah yang berbeda. Ini terjadi akibat adanya gangguan koordinasi pada otot penggerak bola mata. Gangguan tersebut dapat membuat satu mata melihat ke arah depan, sedangkan satu mata lainnya melihat ke atas, bawah, atau samping. Akibatnya sulit membaca tulisan di papan tulis apabila duduk di belakang. Orang tuanya tidak membelikan kaca mata. Untuk kebutuhan primer saja sulit terpenuhi apalagi kaca mata tentu sangat berat bagi orang tua Nita. Perlu bujukan wali kelas agar ada yang mau duduk sebangku dengan Nita. Baju yang kurang bersih dan badan kurang terawat membuatnya sulit mencari teman. Perlu kesabaran ekstra dari guru dalam mengajar. Sangat lambat dalam memahami setiap pelajaran yang diberikan.

Dengan kaca mata tebalnya Riza menuju kantin sekolah. Tak segan dia mentraktir temannya. Rambutnya selalu tersisir rapi. Baju dan celana bersih dengan bekas setrikaan yang licin. Sepatu sering ganti dengan merk khusus atau sering disebut distro. Siapa pun yang melihatnya sepintas akan menilai anak ini kutu buku akibatnya kaca matanya tebal. Karena suka membaca pasti pintar. Penilaian itu salah total. Riza memang rajin berangkat sekolah. Tidak pernah melakukan kenakalan atau melanggar tata tertib sekolah. Namun, dia sangat lemah dalam mempelajari semua mata pelajaran. Boleh dikatakan tidak dapat menyerap semua materi dalam proses belajar mengajar. Ini terbukti dari hasil penilaian yang jauh di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Para guru sudah kehabisan metode dan strategi pembelajaran agar Riza sedikit saja memahami pelajaran yang diberikan.

Kepala sekolah dan para guru bingung menghadapi situasi seperti itu. Sebagai sekolah regular tidak pernah menemui kasus-kasus seperti itu. Ada anak nakal itu biasa. Siswa kurang bisa mengikuti pelajaran akan dibimbing guru mapelnya, wali kelas dan guru Bimbimbingan Konseling segera tuntas. Siswa yang nilainya di bawah KKM tentu ada tetapi tidak ekstrim rendahnya. Hanya kurang sedikit dengan remedial bisa mencapai KKM. Para warga sekolah belum memahami tentang pendidikan inklusif.

Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan inklusif bertujuan : (1) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya; (2) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

Bagaimana menyelenggarakan pendidikan inklusif?

Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan minatnya. Pembelajaran pada pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuikan dengan karakteristik belajar peserta didik.

Penilaian hasil belajar bagi peserta didik pendidikan inklusif mengacu pada jenis kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan. Peserta didik yang mengikuti pembelajaran berasarkan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan standar nasional pendidikan atau di atas standar nasional pendidikan wajib mengikuti ujian nasional. Peserta didik yang memiliki kelainan dan mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum yang dikembangkan di bawah standar pendidikan mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.

Peserta didik yang menyelesaikan dan lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan mendapatkan ijazah yang blankonya dikeluarkan oleh Pemerintah. Peserta didik yang memiliki kelainan yang menyelesaikan pendidikan berasarkan kurikulum yang dikembangkan oleh satuan pendidikan di bawah standar nasional pendidikan mendapatkan surat tanda tamat belajar yang blankonya dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. Peserta didik yang memperoleh surat tanda tamat belajar dapat melanjutkan pendidikan pada tingkat atau jenjang yang lebih tinggi pada satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan inklusif atau satuan pendidikan khusus.

Sekolah inklusif diharapkan dapat menjadi salah satu sarana untuk membantu anak-anak menggali dan mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya, tak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus. Lingkungan sekolah inklusif mendidik siswa-siswa berkebutuhan khusus untuk tidak memandang kekurangannya sebagai hambatan belajar. Selain itu, anak berkebutuhan khusus pun bisa lebih percaya diri untuk tampil di lingkungan sosial karena di sekolah mereka bisa berbaur dengan anak-anak lain tanpa dianggap berbeda karena kekurangannya.

Sebetulnya, istilah pendidikan inklusif bukanlah istilah baru di dunia pendidikan Indonesia. Namun, penerapannyalah yang terbilang masih baru. Beberapa sekolah sudah menerapkan pendidikan inklusif, tetapi memang belum banyak. Lagipula, penerapan pendidikan inklusif masih banyak yang perlu dievaluasi dan ditingkatkan. Sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif memerlukan tenaga pendidik yang kompeten di bidangnya. Seorang guru perlu memiliki kemampuan untuk berpikir holistik sekaligus spesifik. Holistik yang dimaksud adalah bagaimana guru memandang kondisi kelas sebagai satu kesatuan yang terbentuk dari keberagaman. Guru harus bisa menciptakan suasana belajar yang kondusif, kooperatif, dan tentunya nyaman dirasakan seluruh siswa tanpa terkecuali, sehingga siswa tidak ada yang merasa dibedakan. Justru adanya perbedaan harus dapat menguatkan mutu dalam proses pembelajaran.

Guru juga harus berpikir spesifik. Guru harus memahami setiap kebutuhan dan kemampuan siswa yang berbeda-beda. Setiap siswa tentunya akan membutuhkan pendekatan dan cara yang berbeda dalam belajar. Hal ini tentu berkaitan dengan rencana belajar, materi, dan hal-hal lain yang harus disiapkan oleh guru. Guru dituntut untuk interaktif, inovatif, dan kreatif dalam mengakomodasi setiap kebutuhan siswanya untuk belajar.

Sekolah inklusif pun memerlukan guru pendamping yang berkompeten di bidangnya untuk mendampingi anak berkebutuhan khusus untuk belajar. Guru pendamping harus memahami treatment seperti apa yang tepat diterapkan bagi anak berkebutuhan khusus untuk mengatasi kekurangan-kekurangannya saat belajar. Guru pendamping harus bekerja sama dengan guru kelas dan guru bidang studi lain untuk membuat target pencapaian belajar anak berkebutuhan khusus yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Guru pendamping juga harus bisa memotivasi anak berkebutuhan khusus untuk terus semangat belajar.

Pendidikan inklusif tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa dukungan pemerintah. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Noor 70 Tahun 2008 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa dinyatakan Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1 (satu) sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada setiap kecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima peserta didik. Pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu) orang guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang tidak ditunjuk oleh pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu) orang guru pembimbing khusus. Pemerintah kabupaten/kota wajib meningkatkan kompetensi di bidang pendidikan khusus bagi pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif berhak memperolah bantuan profesional sesuai dengan kebutuhan dari pemerintah kabupaten/kota.

Penulis adalah Pengawas Sekolah

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Purbalingga

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post