Bani Chajar

Guru fisika SMA 2 Semarang. Memiliki minat menulis dan hobi badminton. Sesekali suka travelling....

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar Menikmati (Proses) Olah Pikir dan Olah Rasa

Belajar Menikmati (Proses) Olah Pikir dan Olah Rasa

Saat menulis naskah buku, panduan, cerpen, cerbung, artikel, opini, kolom, reportase, karya ilmiah, sampai fiksi, hakekatnya adalah menuangkan apa yang ada dalam pikiran menjadi bentuk tulisan. Ketika proses itu berlangsung, sesungguhnya individu tersebut sedang belajar bagaimana menyusun kata-kata, membentuk kalimat, membuat rangkaian paragraf demi paragraf yang saling berkesinambungan menjadi sebuah tulisan. Menulis adalah proses kreatif, yang di dalamnya tereksplorasi olah pikir dan olah rasa, menyatu dalam sebuah aktivitas batiniah maupun lahiriah, yang kemudian termanifestasikan dalam bentuk karya tulisan.

Tak peduli apapun bentuknya, apakah narasi, deskripsi, ataupun argumentasi, proses inilah yang harus dijalani seorang penulis hingga dia menemukan kenikmatan luar biasa dalam perjalanan proses tersebut. Bagaimana dia menemukan pengalaman pribadi dalam sebuah proses penulisan karya, itulah seharusnya yang menjadi hakekat.

Hasil memang mutlak dibutuhkan sebagai bukti proses yang telah dijalani. Namun hasil tidak akan mengingkari proses, ketika proses berlangsung dengan sangat baik, sistematis, penuh penghayatan, perenungan, dan merupakan buah pemikiran yang orisinil, otentik, dan penuh ide-ide brillian, pasti hasilnya akan luar biasa. Bahasa kerennya “amazing” atau “wow”.

Untuk sebuah karya ilmiah memang diharuskan memasukkan unsur rujukan, atau kutipan dari sumber-sumber yang representatif dan kredibel. Namun sebetulnya itu hanya digunakan sebagai dasar, atau penguat atas pendapat atau hipotesis yang kita ajukan. Intinya tetap saja buah pemikiran penulis yang menjadi bahasan utama.

Budaya copy-paste yang banyak dilakukan demi mengejar karya tulisan sebetulnya mengingkari proses yang harus dijalani. Ada banyak alasan ‘pembenaran’ mengapa sering terjadi, namun hal itu jelas menurunkan nilai karya yang dihasilkan, mencoreng nama penulis, dan mengingkari kaidah kejujuran yang seharusnya dijunjung tinggi di kalangan penulis maupun akademisi.

Copy-paste memang diijinkan dengan batasan-batasan tertentu (disebutkan sumbernya, dst), namun jika yang terjadi adalah copy-paste seluruhnya, diambil mentah-mentah, tanpa basa-basi, dan lebih parahnya lagi, diakui sebagai hasil karya sendiri, alias tidak disertakan penulis aslinya, maka hal-hal seperti inilah yang seharusnya kita hindari. Mental plagiat semacam ini yang harus dikikis habis dan dibuang jauh-jauh. Budaya malu harus ditanamkan sejak dini, malu untuk tidak jujur, malu untuk ‘mencuri’ karya orang lain, dan malu ‘mengakui’ karya orang lain sebagai karya sendiri. Apa artinya titel/gelar, jika didapat dari penyusunan karya plagiat ? Apa pula artinya banyak tulisan, jika itu diperoleh dari menyalin karya orang lain tanpa seijin pemiliknya ?

Mari berkarya dan berkreasi menikmati proses batiniah dalam pergumulan dan pendewasaan olah pikir dan penghayatan olah rasa, hingga diperoleh pengalaman pribadi yang memunculkan ide-ide orisinil dan bermakna dengan penuh kejujuran.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

guru harus tegas. jangan segan-segan mengembalikan tugas siswa yang nyata-nyata kopas atau hasil contekan.

11 Apr
Balas

Siap Bu. Dan guru harus memberi teladan yang baik dlm hal ini.

11 Apr
Balas



search

New Post