Bekti Adi Kurniawan

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI SERAT WEDHATAMA PUPUH PANGKUR

PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI SERAT WEDHATAMA PUPUH PANGKUR

Dening: Bekti Adi Kurniawan, S. Pd

A. PENDAHULUAN

Pendidikan saat ini hanya mengedepankan aspek keilmuan dan kecerdasan intelektual anak. Adapun pembentukan karakter dan budaya bangsa di dalam diri siswa semakin terpinggirkan. Rapuhnya karakter dan budaya dalam kehidupan bangsa dapat membawa kemunduran dalam peradaban bangsa. Sebaliknya, kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan budaya yang kuat akan semakin memperkuat eksistensi suatu bangsa dan negara. Persoalan itu mengemuka dalam Saresehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang diadakan Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta, Kamis 14 Januari 2010, yang dibuka oleh Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh

Serat Wédhatama iku karya susastra Jawa gagrag anyar kang ngamot filsafat Jawa mligi bab kawruh manunggaling kawula gusti. Teks iki ditulis déning Kanjeng Gusti Pangéran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunagara IV kang lair kanthi asma Radèn Mas Sudira ing dina Senin Pahing, tanggal 8 Sapar, taun Jimakir, windu Sancaya, taun Jawa 1738, utawa taun Masehi 3 Maret 1811. Tembung Serat Wédhatama dumadi saka telung wanda, ya iku: serat, wédha lan tama. Serat, tegesé tulisan utawa kasusastran, wédha, tegesé kawruh utawa ajaran, lan tama, dumadi saka tembung utama kang tegesé apik, dhuwur utawa luhur. Dadi Serat Wedhatama duwèni pangertèn: siji susastra kang ngemot kawruh ajaran kautaman uga kaluhuran uripé manungsa. Serat Wédhatama kalebu salah siji susastra Jawa kang banget misuwur lan unggul mligi ing babagan reroncèning tembung uga kawruh kautaman uripé manungsa. Miturut babon kang tinemu ana ing Ngayogyakarta, Serat iki kaya-kaya isih cedhak karo babone kang asli Pangkur.

Pangkur iku salah sijiné tembang macapat kang nduwé watak munggah ndhuwur. Menawi badhé nggayuh kaliyan gepok sénggol kaliyan kasaénan, kita kedah saged nyimpangi, lan sampun saged mungkur. Inggih punika nyimpangi bab-bab inkang damel gendra, damel dredhah, mungkuraken kadonyan. Upama piwulang, iku piwulang kang dhuwur. Upama tresna, iku tresna kang pinunjul. Seka tetembangan iki banjur akèh manéka warna tembang lan gegendhingan kang nganggo jeneng pangkur, antara liya: pangkur jenggleng, pangkur palaran, pangkur lombok, lan liya-liyané

B. PEMBAHASAN

1. Nilai Religius

Serat wedhatama mengandung nilai religius yang sangat dalam, dimana nilai tersebut terdapat pada beberapa pada atau bait ke 12 dimana pada bait tersebut menyatakan bahwa “ Siapapun yang menerima wahyu tuhan dengan cermat mencerna ilmu tinggi, mampu menguasai ilmu kasampurnaan, kesempurnaan jiwa raga, bila demikian pantas disebut “ orang tua” artinya orang tua yang tidak dikendalikan oleh nafsu paham akan dwi tunggal (menyatukainkn sukma dengan tuhan).

Dari kutipan tersebut bahwasanya kita bisa mengambil nilai luhur.

a. Manusia diciptakan tuhan untuk beribadah kepadanya

b. Setiap manusia bisa menerima wahyu dari Allah dalam keadaan apapun.

c. Masusia yang bisa menerima dan mengolah wahyu dai Allah akan mendapatkan ilmu kasampurnaan

d. Siapa yang bis nyawiji rasa dengan tuhan maka akan bisa mengendalikan hawa nafsu angkara yang bisa merugikan diri sendiri

2. Nilai karakter

Serat wedhatama mengandung nilai karakter yang kuat, saya mengambil contoh beberapa bait dalam tulisan ini.

a. Bait ke 1. Dengan menjauhi sifat angkara murka (mingkar mingkur ing angkara), Sri Mangkunegara IV berkenan mendidik para putra, yang dirangkai dalam bentuk tembang (sinawung resmining kidung). Dalam hubungan ini, agama merupakan pegangan hidup yang berharga (agama ageming aji).

b. Bait ke 2. Petuah agar jangan menjadi orang yang lemah budinya. Sebab, jika lemah budinya dan tumpul perasaannya (yen tan mikani rasa), meskipun sudah tua, ia bagaikan sepah tebu dan ketika dalam pertemuan sering bertindak memalukan (gonyak-ganyuk nglelingsemi).

c. Bait ke 3-4. Petuah agar tidak bertindak semaunya sendiri (nggugu karepe priyangga). Sifatnya, jika berbicara tanpa dipikirkan lebih dahulu, tidak mau dianggap bodoh, dan mabuk pujian. Adapun perilaku orang yang dungu, bualannya tidak karuan dan tidak masuk akal (ngandhar-andhar angendhukur, kandhane nora kaprah). Namun bagi orang yang bijaksana, dengan cara yang halus (sinamun ing samudana) hal itu ditanggapi dengan baik (sesadon ing adu manis).

d. Bait ke 5. Ajaran tentang ilmu sejati, yang membuat nyaman di hati. Ilmu ini mengajarkan agar menerima dengan senang hati jika dianggap bodoh (bungah ingaran cubluk) dan tetap gembira jika dihina (sukeng tyas yen den ina). Tidak demikian halnya dengan si Dungu yang selalu sombong (anggung gumrunggung) dan ingin dipuji setiap hari (ugungan sedina-dina)

Dari kutipan tersebut bahwasanya kita bisa mengambil nilai luhur:

a) Untuk mendidik putra putri harus didasari ilmu agama yang kuat, jika pondasi tidak kokoh maka keimanan dan ketaqwaan bisa goyah sehingga menimbulkan pola perilaku yang tidak baik.

b) Seseorang yang melakukan tindakan harus difikirkan terlebih dahulu dengan masak-masak jangan dengan menuruti nafsu saja

c) Kita harus menjaga ucapan ketika berbicara dengan orang lain, jangan sampai menyinggung perasannya.

d) Kebijaksaan adalah kunci dalam perbuatan yang teladhan

e) Manusia harus banyak bersyukur dengan apa yang sudah diberikan oleh Allah.

3. Nilai Spiritual

Kandungan nilai spiritual serat wedhatama adalah:

a. Ilmu rasa: dimana ilmu ini mengajarkan tentang kepekaan rasa kita terhadap semua apa yang sudah diberikan Allah, dimana rasa kita juga bisa nyawiji dengan Allah, dimana rasa kita diasah sehingga mempunyai sifat welas asih terhadap makhluk ciptaaan Allah

b. Ilmu kasampurnaan: dimana ilmu ini mengajarkan bahwasanya manusia harus mengerti dirinya sendiri dan apa yang akan mereka lakukan. Sampurnaning rasa lan laku harus sesuai tidak bolek berbeda ucapan dengan tingkah laku.

C. PENUTUP

Serat Wedhatama mengajarkan agar dalam hidupnya, orang berbekal ingat dan waspada (eling lan waspada; awas lan eling). Ingat yang dimaksud adalah ingat pada petunjuk atau pelajaran yang diberikan oleh alam (eling lukitaning alam). Adapaun maksud waspada adalah mengetahui penghalang dalam hidup (wruh warananing urip), tidak lengah dalam hati (aywa sembrana ing kalbu) dan memperhatikan pada kata-kata yang diucapkan sendiri, menghilangkan keraguan dalam hati, dan waspada dalam memandang sesuatu (waspada ing pangeksi). Orang jangan sampai diibaratkan ‘berobat sesudah terluka’ (atetamba yen wus bucik). Yang demikian itu, meskipun orang mempunyai pengetahuan, tetapi tidak ada gunanya.

Nilai nilai serat wedhatama bisa dijadikan suri tauladhan dalam pembentukan karakter anak atau siswa, diharapkan dengan mengaplikasikan nilai luhur yang ada dalam serat wedhatama bisa menjadikan anak di era sekarang lebih memiliki rasa religius, mempunyai nilai moral atau etika, dan nilai nilai agama sebagai pondasi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post