Ada yang tersisa dari Yogya. Pelajaran besar dari seorang Katmo. Jalan dan rona hidup seseorang tak bisa dipaksakan. Harus ada syukur untuk bisa nyaman dalam keadaan hampir sekarat pun. Dunia gelap dan langit runtuh saat semua teman rayakan kemenangan bisa mengecap bangku kuliah. Sementara aku? Karena ekonomi, terpaksa orang tua memangkas habis harapan dan masa depan seorang Katmo. Sakit sekali rasanya saat itu. Aku tak bisa menerima kenyataan. Butuh waktu panjang untuk bisa bangkit. Aku tak bisa menyerah pada keadaan. Aku harus segera berdiri dan berlari. Kalau kalian punya masa depan, aku pun juga meski dengan jalan yang beda dan belum tentu orang lain bisa melewatinya. Aku ingin meraih masa depan gemilang dengan caraku sendiri. Akhirnya seorang Katmo dapat menemukan apa yang diinginkannya. Ia pun baru sadar salah besar jika saat itu harus sakit hati pada orang tuanya. Dari seorang Katmolah kita dapatkan penyadaran, kalau kamu sakit hati karena kesempitan dan kepapaan orang tua, tahukah kamu bahwa orang tua berlipat sakit hatinya saat tak bisa wujudkan masa depan anaknya? Ketahuilah, dalam kesempitan dan kepapaannya, orang tua sanggup sembunyikan tangisnya dan mampu membesarkan hati anaknya? Itulah orang tua dan sekarang seorang Katmo bisa merasakannya. Kita tak bisa menyalahkan siapapun jika ditakdirkan dari orang tua yang papa. Karena dari kepapaan mereka jika akhirnya jadi kaya. Belum tentu jika dulu seorang Katmo terlahir di atas timbunan harta dapat menjadi Katmo saat ini. Katmo sekarang yang bisa mengantar anaknya menjadi manusia yang bermasa depan terang. Semakin membuktikan bahwa tak Ada yang salah dengan takdir Tuhan. Selamat sore menjelang malam. Marilah kita belajar dari seorang Katmo, belajar bersyukur dan tak lagi menyalahkan Tuhan agar hidup kita nyaman.