Bernadetha Illona Maria

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Tugas3DRAFT Novel Kost NCT Dream

Tugas3DRAFT Novel Kost NCT Dream

One (Kost NCT Dream)

“Iya, ma ini baru aja turun dari kereta,” aku berjalan keluar sambil menarik koper berwarna merah muda milikku.

“Alamatnya udah dibawa kan?”

“Udah Mama Jisoo yang cantik, alamatnya-AW!” Tubuhku menabrak seseorang membuat HP di tanganku terlempar cukup jauh.

Sorry gue buru-buru,” laki-laki tadi mengembalikan HP milikku lalu pergi begitu saja.

“WOY, TUNGGU! NYEBELIN BANGET SIH LO!!” Aku berteriak keras sehingga orang-orang di sekitar langsung menatap ke arahku.

“Lisya, kamu gak apa-apa kan sayang?”

“Cuma kaget aja kok, ma udah dulu ya aku mau cari taksi” jawabku sambil membetulkan tas kecil di pundakku.

“Iya udah kamu hati-hati di sana, kalau udah sampai kabarin mama sama papa.”

“Iya, ma” aku mematikan sambungan teleponnya lalu memasukkan HP ke dalam tas kecilku.

Perjalanan dari Stasiun Besar Yogyakarta menuju ke tempat kost membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Sesampainya di alamat yang kutuju, aku segera bertemu dengan Ibu Sri. Aku langsung diantarkan menuju kamar yang sudah dipesan satu bulan yang lalu.

“Nah ini kamarnya, ndhok sudah ibu bersihkan juga” Ibu Sri membuka pintu kamar tersebut.

Aku membulatkan kedua bola mataku. Kamar ini benar-benar sesuai dengan harapanku. Kamar bernuansa putih dengan kasur untuk satu orang, sofa berukuran sedang, dan meja kecil serta TV LED berukuran sedang. Ada juga sebuah DVD Player, lemari berukuran sedang, dan rak berukuran sedang untuk meletakkan beberapa barang dan juga buku.

“Ada kamar mandinya juga di dalam,” Ibu Sri membuka sebuah pintu kecil yang ada di dekat lemari baju.

Aku kembali dibuat terkejut dengan fasilitas yang tersedia di kamar ini. Meskipun ukuran kamarnya tidak terlalu besar, namun kamar ini memiliki kamar mandi dalam yang bersih dan terawat. Ada shower, toilet serta washtafel untuk mencuci tangan.

“Gimana, ndhok?”

“Saya suka dengan kamarnya, fasilitasnya juga lengkap” jawabku sambil tersenyum pada Ibu Sri.

“Syukurlah, semoga kamu betah di sini ya. Kalau perlu sesuatu cari saya saja, saya ada di rumah sebelah” Ibu Sri tersenyum sambil mengusap lenganku.

“Terima kasih, bu” aku kembali tersenyum.

“Oh iya saya hampir lupa, kamu di sini tidak tinggal sendirian. Ada enam anak lagi mungkin sedang jalan-jalan sore, ibu tinggal dulu supaya kamu bisa beres-beres” ujar Ibu Sri.

“Sekali lagi terima kasih ya, bu” aku tersenyum kemudian menutup pintu kamar setelah Ibu Sri kembali ke rumahnya.

Drrtt

“Halo, ma?” Aku menyalakan speaker supaya dapat mendengar suara Mama Jisoo sambil membereskan barang-barang.

“Udah sampai? Gimana tempatnya? Asik kan?”

“Udah, ma ini lagi beresin baju. Tempatnya juga asik, sejuk lagi karena banyak pepohonan” jawabku sambil memindahkan baju-baju ke dalam lemari.

“Syukur deh, semoga kamu betah ya disana terus belajarnya juga harus lebih rajin lagi.”

“Iya, ma” aku meletakkan beberapa foto dan juga tanaman hias buatan yang kubawa dari Jakarta.

“Kamu di kost itu sendiri atau ada anak lain?”

“Ada enam anak lain, ma cuma aku belum ketemu. Kata Bu Sri sih mereka lagi jalan-jalan sore,” aku mengambil satu baju tidur dan juga handuk lalu berjalan menuju kamar mandi.

“Kamu gak jalan-jalan sore juga? Katanya di sana kalo sore banyak makanan enak loh.”

“Nanti deh, ma mau mandi dulu lengket tadi seharian di kereta” jawabku sambil meletakkan HP di kotak sabun.

“Iya udah kamu mandi dulu, nanti malam mama telepon lagi.”

“Eum dadah, ma” aku mematikan sambungan teleponku lalu mandi.

Sehabis mandi, aku mengambil dompet di dalam tas kecilku lalu berjalan keluar. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar sambil mencari camilan. Kebetulan, tak jauh dari tempat kost aku menemukan angkringan.

Angkringan adalah warung makan dengan gerobak kayu dan diatasnya ditutup menggunakan terpal berwarna biru. Angkringan ini dibuka mulai dari sore hari hingga dini hari dan dapat ditemukan di sepanjang jalan kota Yogyakarta.

Menu yang ditawarkan pun beragam dan tergolong murah sehingga digemari oleh banyak orang. Ada nasi kucing dengan pilihan lauk ikan teri dan sambal atau orek tempe dan sambal, sate telur, sate usus, sate hati dan ampel, dan gorengan. Ada juga beberapa minuman yang ditawarkan seperti teh, jeruk, wedhang jahe, dan susu serta kopi.

Saat ini di tanganku sudah ada lima bungkus nasi kucing dengan lauk sambal teri, sepuluh tusuk sate telur, dan enam potong bakwan. Aku segera kembali ke rumah kost dan menghabiskan makanan tersebut sambil menonton televisi di ruang tengah. Selesai makan, aku memutuskan untuk beristirahat karena terlalu lelah sehabis melakukan perjalanan panjang tadi sore.

∆∆∆

Aku melangkahkan kaki dengan riang memasuki kawasan kampusku. Aku juga tersenyum kepada beberapa mahasiswa yang kutemui. Langkahku terhenti di belakang salah satu mahasiswa, sepertinya dia adalah seniorku. Aku memberanikan diri untuk menepuk pundak laki-laki tersebut.

“Maaf, kak mau tanya” aku tersenyum pada laki-laki yang kini menatapku sambil membulatkan kedua matanya.

“Kak,” aku melambaikan tangan di depan wajah laki-laki itu dan dia sedikit tersentak.

“Oh sorry mau tanya apa? Gue Jaehyun,” laki-laki itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum.

“Gue Lisya, ruang ospeknya sebelah mana ya?”

“Ini, kebetulan gue ketua panitianya” Kak Jaehyun tersenyum padaku sehingga menampilkan dimple yang menghiasi kedua pipinya.

“Makasih ya, kak” aku tersenyum padanya kemudian memasuki aula dan memilih tempat duduk di belakang.

“EY YO WHATS UP, HAECHAN TAMPAN HERE!!!”

“Hai, gue boleh duduk di sini?” Fokusku teralihkan pada laki-laki yang kini berdiri di sampingku.

Tampan. Dengan kemeja motif garis-garis berwarna biru dan putih serta celana berwarna hitam dan tas yang berwarna senada dengan celananya. Di tangan kanannya, ia membawa satu gelas iced coffee Americano dan HP berwarna hitam. Rambutnya yang berwarna blonde dan senyum yang tipis menambah kesan tampan padanya.

“Boleh?” Laki-laki itu mengulangi pertanyaannya,

“O-oh boleh, silakan” aku tersenyum sambil bergeser sedikit agar ia bisa duduk.

“Yaelah, gue baru mau duduk sini!” Laki-laki yang tadi berteriak berdiri di samping mejaku.

“Gak usah didengar, dia emang suka begitu. Gue Jeno mahasiswa baru jurusan akuntansi, nama lo siapa?” Laki-laki itu mengulurkan tangannya padaku.

“Gue Lisya, gue ambil jurusan akuntansi” aku tersenyum tipis sambil membalas uluran tangannya.

“Gue Haechan mahasiswa manajemen, panggil aja Echan atau sayang juga boleh” ia mengulurkan tangannya sambil tersenyum lebar.

“Orang pea jangan ditanggapin, gue Renjun dari akuntansi juga. Sebelah gue ini namanya Chenle dari manajemen.”

“Gue Lisya,” aku tersenyum pada Renjun dan Chenle.

“Yang duduk diujung itu namanya Jaemin, anaknya emang cuek. Kita bilangnya manusia kulkas, tapi aslinya baik kok” ujar Renjun sambil menunjuk ke laki-laki berbaju hitam dengan balutan kemeja denim dan celana berwarna senada dengan bajunya.

“Kalo gue Jisung, anak akuntansi juga.”

“Lo ngekost atau tinggal sama orang tua?” Tanya Jeno.

“Gue ngekost gak jauh dari sini, kayaknya kalian teman lama ya” jawabku sambil tersenyum.

“Kalau kita berlima teman lama, yang satu itu bukan teman kita” ujar Renjun sambil mendorong tubuh Haechan perlahan.

“Oh gitu, awas ya lo pinjam playstation gue lagi!” Ujar Haechan, berpura-pura marah pada Renjun.

“Maaf ya mereka suka begitu, kita berenam teman dan udah tinggal bareng dari SMA” jawab Jeno.

“Ketahuan sih,” jawabku sambil tertawa.

Interaksi kami terhenti ketika salah seorang panitia masuk ke aula. Sesi pengenalan anggota panitia dan lingkungan kampus berjalan dengan lancar. Aku bersama dengan keenam anak yang dikenal dengan julukan Dreamies sejak SMA ini berkumpul di kantin sambil menunggu pengumuman untuk pengambilan jadwal kuliah besok.

“Lo suka gudeg?” Jeno meletakkan nampan berisi pesanan kami sambil duduk di sampingku.

“Gudeg? Belum sih, ini gudeg?”

“Iya isinya sayur nangka, semur telur sama krecek” jawab Jeno sambil memberikan sebuah piring berisi gudeg dan nasi padaku.

“Ini pedas ya?”

“Sedikit sih, kenapa? Lo gak suka pedas?” Tanya Jeno.

“Bukan gak suka, tapi gak bisa makan pedas” aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal sambil meringis.

“Kebetulan, Chan sini!”

“Apaan, Cung?? Gue lagi beli lotek nih! Sabar, pangeran bentar lagi meluncur!”

“Ampun menyesal gue panggil dia,” ujar Jisung sambil mengehela nafasnya kasar.

“Nanti sore lo ikut kita jalan-jalan ya, kita kenalin makanan enak plus murah yang ada di sini” ujar Chenle sambil menuangkan sambal ke mangkuknya.

“Gue boleh ikut?”

“Boleh lah! Semakin ramai kan semakin seru!” Ujar Renjun yang berada di depanku.

“Memang kalian biasa jalan kemana?”

“Kemana aja yang ada makanan enaknya apalagi kalau gratis, itu krecek lo gak mau?” Tanya Haechan yang kini duduk di sebelah Renjun.

“Ambil aja, gue gak suka pedas” aku memberikan piringku pada Haechan.

“Rezeki pangeran tampan,” Haechan memindahkan krecek ke piringnya.

“Mau kan, Lis ikut kita?” Tanya Chenle lagi padaku.

“Boleh deh,” jawabku sambil tersenyum.

Selesai makan, aku pergi terlebih dahulu sementara mereka masih menghabiskan makanannya. Sehabis mengambil jadwal aku memutuskan untuk kembali ke rumah kost. Sampai di tempat kost, aku beres-beres lalu duduk di ruang tengah sambil menonton acara favoritku sambil menunggu teman-teman kostku datang.

Ceklek

Terdengar suara pintu terbuka dari arah depan. Aku membereskan beberapa bungkus sisa camilan lalu membuangnya ke tempat sampah. Aku berjalan ke depan untuk membukakan pintu.

“Kalian??”

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post